Jumat, 03 April 2015

Tidak layak jadi suami



Tidak layak jadi suami

Tidak ada istri punyai suami yang kurang, kurang gagah, kurang ganteng, kurang punya pekerjaan dan banyak kurang lainnya, begitu juga suami, pasti menginginkan yang terbaik dalam membina rumah tangga. Tapi kenyataannya banyak yang kurang, dan itu terlihat setelah sudah menjadi satu berkeluarga. Masing-masing keluar aslinya, yang tadinya berupaya menyenangkan bagi pasangan mulai terbuka, dan mulailah timbul kekurang harmonisan. Barentung bagi yang berbekal iman dan taqwa, kesemuanya dijalaninya sebagai pilihan terbaik Alloh baginya. Kesemuanya dikembalikan kepada yang maha kuasa sebagai amanah berumah tangga sebagai salah satu ibadah.

Sesai dengan sabda Rasulullah Saw, agama menjadi pertimbangan utama dalam menjalin hubungan berumah tangga. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan, Apabila ada orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, yang meminang putri kalian, nikahkan dia. Jika tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. HR. Turmudzi
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan wanita seperti al-Qawarir (gelas kaca). Fisiknya, dan hatinya lemah, sangat mudah pecah. Kecuali jika disikapi dengan hati-hati. Karena itu, tidak ada wanita yang suka disikapi keras oleh siapapun, apalagi suaminya. Maka sungguh malang ketika ada wanita bersuami orang keras. Dia sudah lemah, semakin diperparah dengan sikap suaminya yang semakin melemahkannya. Sesungguhnya kelembutan menyertai sesuatu maka dia akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan semakin memperburuknya.” HR. Muslim
بِالْمَعْرُوفِ وَعَاشِرُوهُنَّ
Pergaulilah istri-istrimu dengan cara yang baik.” (QS. An-Nisa’: 19)
Untuk mengusung kesemuanya, disamping suami yang penuh pengertian, suami juga dituntut untuk punya penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kelaurga. Sayang dalam perjalannya bukan tidak mungkin banyak yang tidak berhasil, alias suami tidak berpenghasilan yang mencukupi. Sedang mencukupi kebutuhan keluarga merupakan perintah Alloh SWT. 

Melihat keadaan yang demikian membuat istri menjadi tidak simpati lagi, iapun mencoba memenuhi kebutuhan keluarga dengan caranya bekerja. Dan tidak sedikit yang berhasil dan melibihi penghasilan suami. Keadaan seperti ini semakin membuat istri bertambah jauh dari rasa menghormati, apalagi mencintainya. Banyak rumah tangga yang akhirnya berantakan karena soal finansial istri lebih baik dari suaminya. Dengan mencoba mencari yang lain, yang lebih mandiri dan berpenghasilan baik dengan jabatan yang baik juga dipekerjaannya. Dan berakhir bercerai dengan jalan minta atau menggugat cerai. Dalam syariat memang diberikan jalan keluar bagi pasangan suami istri ketika mereka tidak lagi merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarganya. Baik dalam bentuk cerai yang itu berada di tangan suami atau gugat cerai (khulu’) sebagai jalan keluar bagi istri yang tidak memungkinkan lagi untuk tinggal bersama suami. Meskipun hal tersebut sangat dibenci, Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ
Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga HR Abu Dawud
 
Dalam hadis lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  Para wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu’ (gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para wanita munafiq.”HR. Nasa’i
Yang dimaksud munafif dalam hal ini adalah ‘Munafiq amali (munafiq kecil). Maksudnya adalah sebagai larangan keras dan ancaman. Karena itu, sangat dibenci bagi wanita meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat, namun bukan berati tidak boleh, sah dan dipersilahkan saja dengan beberapa alasan al:

1. Jika sang suami sangat nampak membenci sang istri, akan tetapi sang suami sengaja tidak ingin menceraikan sang istri agar sang istri menjadi seperti wanita yang tergantung.
2. Akhlak suami yang buruk terhadap sang istri, seperti suka menghinanya atau suka memukulnya.
3. Agama sang suami yang buruk, seperti sang suami yang terlalu sering melakukan dosa-dosa, seperti minum khomr, berjudi, berzina, atau sering meninggalkan sholat, dll
4. Jika sang suami tidak menunaikan hak utama sang istri, seperti tidak memberikan nafkah kepadanya, atau tidak membelikan pakaian untuknya, dan kebutuhan-kebutuhan primer yang lainnya, padahal sang suami mampu.
5. Jika sang suami ternyata tidak bisa menggauli istrinya dengan baik, misalnya jika sang suami cacat, atau tidak bisa melakukan hubungan biologis, atau tidak adil , atau tidak mau atau jarang memenuhi kebutuhan biologisnya karena condong kepada istri yang lain.
6. Jika sang wanita sama sekali tidak membenci sang suami, hanya saja sang wanita khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri sehingga tidak bisa menunaikan hak-hak suaminya dengan baik. Maka boleh baginya meminta agar suaminya meridoinya untuk khulu’, karena ia khawatir terjerumus dalam dosa karena tidak bisa menunaikan hak-hak suami.
7. Jika sang istri membenci suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga bukan karena agama suami yang buruk. Akan tetapi sang istri tidak bisa mencintai sang suami karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau buruknya suami.

Dengan beberapa pertimbangan tersebut, maka istri diperbolehkan meminta cerai, atau mengajukannya di pengadilan agama. Namun bila alasan lain karena penghasilan atau ketertarikan kepada laki-laki lain, maka tentu yang termasuk yang dibenci seperti hadist tersebut di atas. Karena cerai yang diajukannya untuk alasan sekedar bisa menikah dengan laki-laki lain, yang lebih mampu.



.



Tidak ada komentar: