Rabu, 04 April 2012

menanti

Iddah (Masa Menanti)

Masa menanti bagi seorang wanita yang diceraikan suaminya atau suaminya meninggal dunia disebut iddah. Gunanya untuk mengetahui, apakah ia dalam keadaan menganung atau tidak. Sebab, wanita yang ditinggal suaminya adakalanya sedang hamil. Karena itu ada dua macam masa iddah.

  1. Iddah karena suaminya meninggal dunia, adalah selama 4 bulan 10 hari.

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

"Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri, hendaklah mereka (istri-istri) itu menunggu empat bulan sepuluh hari. Maka jika telah sampai (akhir masa) iddah mereka, tiada dosa bagimu (walinya) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka (berhias, bepergian, atau menerima pinangan) menurut yang patut. Dan Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (QS 2/Al-Bacjoroh: 234)


2. Iddah karena cerai hidup adalah tiga kali suci. "Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali suci." (QS. 2 Al-Baqoroh: 228).
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوَءٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُواْ إِصْلاَحاً وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكُيمٌ

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Apabila wanita itu tidak mempunyai haidh (kotoran), iddahnya 3 bulan. "Wanita-wanita yang tidak haid lagi (monopouse) di antara istri-istrimu, jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddahnya adalah tiga bulan, dan begitu (juga) wanita-wanita yang belum pernah haidh dari kecilnya." (QS. 65/1 Ath- Tholaq: 4).


3 Bagi janda yang hamil, ketika diceraikan atau karena suaminya meninggal dunia, masa iddahnya sampai ia melahirkan. Firman Allah SWT. "Wanita-wanita yang hamil, waktu iddah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya." (QS. 65/Ath-Tholaq: 4).

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِن نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُوْلَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan- perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.


Dan istri yang diceraikan suaminya sebelum sempat digauli, tidak ada iddah. "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi wanita-wanita mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut`ah (sesuatu yang menyenangkan hatinya) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya." (QS. 33/Al Ahzab: 49).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah ( "pemberian" untuk menyenangkan hati isteri yang diceraikan sebelum dicampuri.    ) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya. mr

cerai

 Cerai

Sekalipun cerai diperbolehkan dalam Islam, namun bukan merupakan suatu jalan yang terpuji. Umar ra. mengemukakan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Barang halal yang sangat dibenci Allah SWT adalah perceraian." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Ditinjau dari segi kebaikan dan keburukannya, hukum cerai ada empat.

  1. Wajib, jika perselisihan suami istri oleh hakim yang mena­nganinya dipandang tidak mungkin didamaikan lagi.
  2. Sunnat, jika suami tidak mampu lagi menafkahi istri atau si istri tidak dapat menjaga kehormatannya. Seorang pria mengadu kepada Nabi Muhammad Rosulullah saw. "Istriku tidak menolak uluran tangan orang (pria) lain yang menyentuhnya." Rosulullah saw menjawab:Hendaklah engkau ceraikan saja wanita itu."(Al Hadis).
  3. Haram, jika menjatuhkan cerai saat istri sedang haid atau sewaktu suci dan telah dicampurinya waktu suci itu.
  4. Makruh, yakni hukum asai cerai.
Kalimat untuk menjatuhkan cerai ada dua macam.
  • Sharih (terang-terangan), yakni kalimat cerai yang diucapkan secara terbuka. Misalnya, "saya ceraikan kamu".
  • Kinayah (sindiran), kalimat cerai yang diucapkan secara samar. Misalnya, "Pulanglah ke rumah keluargamu." Atau, "pergilah dari sini."
Perbedaan kedua kalimat itu, adalah kalimat sharih (terang- terangan) walau diucapkan tanpa niat menceraikan, berarti sudah jatuh cerai. Dengan demikian suami istri itu sudah tidak boleh bercampur lagi. Sedangkan kalimat kinayah (sindiran) jika tidak disertai dengan niat menceraikan berarti belum jatuh talak.

Talak yang dijatuhkan oleh seorang suami kepada istrinya maksimal hanya tiga kali.

  1. Talak pertama, suami-istri masih boleh rujuk sebelum habis masa iddahnya
  2. Talak kedua, suami-istri masih boleh rujuk sebelum habis masa iddahnya. Firman Allah SWT. "Talak (yang dapat dirujuk) itu ha kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk kembali) dengan bail atau melepaskan (menceraikan) dengan baik." (QS. 2/ ATBaqoroh: 229).


الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُواْ مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاَّ أَن يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللّهِ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. Qs-2 : 229

3. Talak tiga, boleh rujuk kembali dengan catatan si wanita telah nikah dengan orang lain lalu bercerai dengan suami keduanya itu. Firman Allah SWT. "Kemudian jika dia menceraikannya (seteli talak tiga) maka wanita itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada doa bagi keduanya (suami pertm dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akm dapat menjalankan hukum-hukum Allah." (QS. 2/Al-Baqoroh:230).


فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّىَ تَنكِحَ زَوْجاً غَيْرَهُ فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يَتَرَاجَعَا إِن ظَنَّا أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.

Bencana untuk kesombongan Fir'aun

Bencana untuk kesombongan Fir'aun
Fir'aun dan para pembesarnya sangat terikat  dengan agama leluhur mereka – menyembah berhala nenek moyang mereka-, sehinga tidak terpikirkan sama sekali untuk meninggalkannya. Bukan hanya itu, bahkan mukjizat  Nabi Musa,  dengan tangannya yang mengeluarkan sinar putih serta tongkatnya yang berubah menjadi ular, tidaklah cukup untuk membuat mereka berpaling dari agama leluhur mereka. Sebaliknya  secara terbuka mereka berkata:
وَقَالُواْ مَهْمَا تَأْتِنَا بِهِ مِن آيَةٍ لِّتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ
"Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan pernah beriman kepadamu". (QS Al A'raaf [7]: 132).
Karena sikapnya yang sombong, Allah mengirimkan sejumlah bencana  untuk membuat mereka merasakan azab di dunia, sebelum siksaan abadi di alam keabadian kelak.
1.     Azab kekeringan
Mereka diberi masa kekeringan panjang dan musim paceklik, permukaan Sungai Nil menyusut secara mencolok dan saluran irigasi tidak mampu mengalirkan air yang cukup untuk lahan pertanian mereka. firman Allah, QS 7: 130
وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَونَ بِالسِّنِينَ وَنَقْصٍ مِّن الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
 "Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan supaya mereka mengambil pelajaran."
 2.    Azab panas menyengat
Panas yang menyengat menyebabkan tanaman pertanian mengering. Musim kemarau yang berkepanjangan men-cemaskan hati Fir'aun yang sebelumnya biasa berkata kepada kaumnya sebagai berikut:
وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِن تَحْتِي أَفَلَا تُبْصِرُونَ
"Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?" (QS Az-Zukhruf [43]: 51).
Namun, dengan kesombongannya, Fir’aun malah menganggap semua kejadian tersebut karena kesialan yang dibawa oleh Musa dan bani Israil. Karenanya, mereka memilih untuk menderita oleh bencana yang hebat.
3.    Azab belalang dan atak
Selanjutnya, Allah mengirimkan kepada mereka serangkaian bencana lain. Bencana-bencana ini disebutkan sebagai berikut dalam Al Quran:
وَكَانُواْ قَوْماً مُّجْرِمِينَ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ آيَاتٍ مُّفَصَّلاَتٍ فَاسْتَكْبَرُواْ
 Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.
Namun, bagaimanapun terjadinya bencana tersebut dan apa pun dampak yang diakibatkannya, Fir'aun dan kaumnya tetap tidak berpaling kepada Allah dengan penuh perhatian, mereka malah tetap bertahan dengan keangkuhan dan kesombongannya. Ketika hukuman yang mengerikan menimpa mereka, mereka segera memanggil Musa dan memintanya untuk menyelamatkan mereka dari bencana. QS Al A'raaf [7]: 134-135)
 "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu".
Allah menerangkan kepada Fir'aun dan para pembesarnya melalui Musa apa yang seharusnya mereka perhatikan,  sebagai tanggapan mereka menolak dan menuduh Mu-sa kesurupan dan berdusta.
Fir'aun dengan kesombonannya ditenggelamkan Allah saat mengejar Bani Israil di lautan merah, padahal saat itu bani Israil dalam keadaan terjebak, dan orang-orang Fir'aun mengira bahwa mereka akan segera menangkapnya, Musa berkata, tanpa pernah kehilangan kepercayaan akan pertolongan Allah:
قَالَ كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
" Musa menhawab: Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". (QS Asy-Syu'araa' [26]: 62)
Pada saat itu Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israel dengan membelah lautan. Fir'aun dan orang-orangnya tenggelam di dalam air yang menutup di atas kepala mereka setelah bani Israil menyeberang dengan selamat. mr