Bayar Puasa untuk mayit
Seperti halnya hutang, bagi keluarga yang ditinggal
mati orang tuanya, maka hutang puasapun menjadi tanggungannya, yaitu tanggungan
ahli warisnya untuk membayarnya, dengan berpuasa atau membayar fidyah
disebabkan tidak puasanya karena uzur sakit. Setidaknya masalah ini ada dua
pendapat, ada yang mengatakan membayarnya dengan puasa keluarga sebanyak yang
ditinggalkan, pendapat lain cukup dengan membayar fidyah sebanyak puasa yang
ditinggalkan dengan memberi satu mud makan anak yatim. Keduanya dikatakan ada
benarnya, dan diperbolehkan untuk mengambilnya. Termasuk juga puasa nazar yang
belum sempat dilaksanakan, wajib digantikan oleh keluarganya.
Dari ’Aisyah radhiallahu
‘anha, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Barang siapa yang wafat
sedangkan dia masih mempunyai kewajiban berpuasa, maka hendaknya walinya
berpuasa atas namanya. HR. Bukhari, Muslim.
sabda
Rasulullah Saw,
عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ قَالَ جاَءَتْ امْرَأَةٌ اِلَى النَّبِيِّ صَلّىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَتْ يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمٌ أَفَأّصُوْمُ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ .رواه ابن ماجه
Dari Ibnu
Buraidah, ia berkata: Seorang perempuan mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu
bertanya : ”Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, sedangkan ia punya hutang
puasa. Apakah boleh saya berpuasa baginya? Rasulullah menjawab “ iya boleh”.
HR. Ibnu Majah
Sabda
Rasululloh Saw, lainnya
عَنِ
ابْنِ عَمْرٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلّىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامُ شَهْرٍ فَلْيُطْعَمْ عَنْهُ مَكَانَ كُلِّ يَوْم
مِسْكِيْنٌ.
رواه ابن
ماجه
Dari Ibnu
Amr berkata, Rasulullah s.a.w.,bersabda: “barangsiapa meninggal dunia dan dia
mempunyai tanggungan (hutang) puasa, maka hendaklah setiap hari (ahli warisnya)
memberi makan kepada fakir miskin” (HR. Ibnu Majah)
Dari kedua hadust terakhir
tersebut diatas, maka ada dua pilihan dalam membayar hutang puasa bagi mayid,
orang tua yang meninggal. Bisa dilakukan
dengan berpuasa, bisa juga dengan membayar fidyah, juga termasuk hutang puasa
nazar yang belum sempat dilakukan. Dari Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma, katanya:
جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ،
أَفَأَصُومُ عَنْهَا؟ قَالَ: «أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ
فَقَضَيْتِيهِ، أَكَانَ يُؤَدِّي ذَلِكِ عَنْهَا؟» قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ:
«فَصُومِي عَنْ أُمِّكِ»
Datang seorang wanita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia
berkata: “Wahai Rasulullah, ibuku wafat dan dia ada kewajiban puasa nadzar,
apakah aku boleh berpuasa untuknya?” Nabi menjawab: “Apa pendapatmu jika ibumu
memiliki utang dan kamu membayarnya, apakah itu bisa melunaskan kewajibannya?”
Dia menjawab: “Ya.” Nabi bersabda: “Maka berpuasalah untuk ibumu.” HR. Muslim,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar