Minggu, 05 April 2015

Apa yang salah



Apa yang salah
Perayaan idul fitri dirayakan muslim Indonesia yang agak berbeda, kemenangan yang dimaknai dengan datangnya hari raya tersebut setelah menunaikan puasa Ramadhan mempunyai makna tersendiri. Yang tadinya tidak pernah sholat, di hari raya mereka menyempatkan diri untuk sholat, tidak ingin kehilangan momen sholat yang setahun sekali dilaksanakan. Selepas itu bersilaturrahmi dengan sanak keluarga. Yang pulang kampung tentu punya kegembiraan tersendiri, bisa bertemu dengan keluarga besarnya. Namun dibalik itu ada beberapa catatan yang patut menjadi perhatian, diantaranya
·         sebagian banyak yang mengambil kesempatan hari raya dengan busana yang mewah , bukan  memakai pakaian apa yang mereka punya saja, tidak perlu harus baru , cukup bersih.  Dan ini yang menjadikan budaya lebaran perlu mendapat koreksi, apalgi sampai meniru model mutakhir dari negara lain, hanya untuk sekedar pamer. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.
·         Pesta musik semalaman suntuk, merayakan kegembiraan bahwa puasa sudah selesai, mereka bebas kembali merjoget ria yang selama puasa dilarang. Suatu tindakan yang disayangkan, yang semestinya memperbanyak zikir, takbir dan tahmid dijadikan pesta hura-hura dengan nyanyian semalaman. Ibnu Mas’ud mengatakan, Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran. Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.Adh Dhohak mengatakan,Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.
         Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang
         sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan.  
         Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka
         persaksiannya tertolak.” Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak
         ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai
        haramnya alat musik.”
·         Banyaknya wanita yang keluar rumah, dengan wewangian dan perhiasan di tubuhnya,  Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah. QS. Al Ahzab: 33. Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.” Seharusnya berhias diri menjadi penampilan istimewa si istri di hadapan suami dan ketika di rumah saja, dan bukan di hadapan khalayak ramai.
·         Saling bersalaman antara lagi-laki dan perempuan saat berma’af-ma’fan, yang bukan mahrom. Fenomena ini merupakan musibah di tengah kaum muslimin apalagi di hari raya,  kecuali yang dirahmati oleh Allah. Perbuatan ini terlarang berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” berdasarkan kaedah ushul ‘apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut juga haram.
·         Mengkhususkan ziarah , padahal sebelumnya tidak pernah. Tapi menjelang hari raya atau pada hari raya seluruh keluarga mengkhususkan diri pergi ke makam keluarga-ziarah.  ziarah kubur dianjurkan untuk mengingat mati, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
         “Sekarang ziarah kuburlah karena itu akan lebih mengingatkan kematian.”
·         Hari raya yang meriah dengan kedatangan tamu atau mendatangi sanak keluarga, handai tolan, sering kali menjadikan seseorang lupa akan kewajiban  sholat, atau malas karena capek. Padahal hukum sholat yang wajib tidak bisa diabaikan karena kesibukan bersilaturrahim.  Tidak bisa karena alasan capek bersilaturrahim menjadikannya tidak sholat. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”‘Umar bin Khottob rahimahullah pernah mengatakan di akhir-akhir hidupnya,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
        Tidaklah disebut muslim orang yang meninggalkan shalat.
         Di antara yang menunjukkan bahwa shalat jama’ah itu wajib adalah sabda
        Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ
           Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ingin kiranya aku  
            memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian
            aku perintahkan mereka untuk menegakkan shalat yang telah
            dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk
           menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat
           jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka”.
·         Dimeriahkan dengan petasan, padahal petasan bukan saja membuat seseorang boros dan dilarang, tapi juga mengganggu tetangga rumah. Terlebih bila ada anak , tentu petasan tersebut sangat mengganggunya untuk tidur. Malah bisa menjadi menangis mendengarnya karena suranya yang mengagetkan. Allah SWT  berfirman,Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).  Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauhi sikap boros  dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.

Tidak ada komentar: