Minggu, 05 April 2015

Mudik



Mudik 

Mudik atau pulang kampung menjadi hajatan rutin menjelang hari raya-Idul Fitri,  begitu juga dengan tahun ini 1 syawal 1435h.  Masyarakat sudah jauh-jauh hari mempersiapkannya, tiket kereta api sudah dibelinya walaupun belum mulai puasa-ramadhan, kira-kira dua bulan sebelumnya, bahkan ada yang lebih lama lagi, hampir tiga bulan sebelumnya. Yang menggunakan mobil pribadi persiapannya tidak kalah seru, dari mulai memperbaiki atau mengecek rem, ganti oli sampai pada ganti ban. Menjelang akhir bulan ramadhan hampir semua bengkel mobil kebanjiran order, mobil mengantri menunggu perbaikannya. Kesemuanya disiapkan agar pulang kampung atau mudik lebaran menjadi indah, nyaman, lancar tidak ada hambatan diperjalanan yang diakibatkan rusaknya kendaraan.

Mudik itu sendiri sebetulnya kembali ke asal daerahnya masing-masing, atau kampung kelahirannya, atau kampung dimana orang tuanya tinggal. Kata itu sudah biasa disebut oleh masyarakat tanah air, di betawi juga sama sebutannya. Hanya saja mudik bagi orang betawi,  artinya kembali ke rumah sehabis berdagang atau milir. Milir itu sendiri artinya pergi, masyarakat betawi biasanya mengatakan milir kalau mau berdagang, yang kebetulan arahnya ke utara dimana pasar banyak berada di sana, bagian utara betawi. Sepulang dagang dari sana mereka bilang mudik, pulang ke udik-ke selatan, ke kampungnya.

mudik- atau pulang kampung,  meskipun sebuah kebiasaan yang mentradisi, mudik menjelang hari raya Idul Fitri tampaknya memiliki kesan dan pesan tersendiri bagi  yang melakoninya. Kerinduan ingin menjalin silaturrahim dengan sanak keluarga, famili, handai taulan dan kerabat yang ada di kampung halaman, menjadikan tradisi mudik semakin mengesankan, apalagi di kampung masih ada orang tua, semangatnya menjadi dua kali lipat. walaupun dalam Islam, silaturrahim tidak secara spesifik dianjurkan dalam konteks Idul Fitri harus pulang kampung. Karena Silaturrahim dianjurkan setiap saat, terutama dengan kerabat tetangga dekat yang sering kali bersinggungan. Ia-silaturrahim dapat menutupi retak-retak kehidupan sosial yang terjadi akibat gesekan-gesekan yang terjadi  dalam pergaulan keseharian. Gesekan-gesekan itulah yang harus diperbaiki setiap saat sehingga tetap terjalin ukhuwah islamiyah yang kokoh di kalangan kaum Muslimin, terutama  di Idul fitri sebagai puncaknya, kesempurnaan ibadah ramadhan di tutup dengan saling mema’afkan bersilaturrahim.

terserah orang melihatnya dari mana- dari persepsi mana, dari sisi mana, yang jelas mudik merupakan kebiasaan yang sudah membudaya dalam kehidupan muslim Indonesia- mungkin juga dunia. Mudik menyimpan segudang kenangan kebahagiaan yang dapat dirasakan dan dinikmati para pemudik. Bagi seorang suami, mudik merupakan kesempatan untuk melepas kerinduan kepada anak dan istrinya. Bagi seorang anak yang  merantau, mudik merupakan kesempatan untuk bertemu orang tua. Begitu senang dan bahagianya seorang istri menyambut suaminya pulang, begitu bahagianya orang tua melihat anaknya bisa pulang-kerinduan yang disimpan selama kepergiannya seolah lunas dengan kehadirannya. Begitulah indahnya mudik, dan siapa saja yang bisa mudik ke kempung halaman, syukur membawa segudang keberhasilan dapat dipastikan akan bahagia.  tidak ada nuansa mudik yang tidak diekspresikan dengan suka cita, kebahagiaan.
semoga saja, kebiasaan pulang mudik menjadi pelajaran yang sesungguhnya, bahwa semua orang kelak akan kembali mudik ke Tuhannya,  mudik memberikan iktibar kepada siapa saja  sebagai ”simulasi” prosesi mudik yang sebenarnya nanti. Mudik yang sesungguhnya nanti membawa kebahagian seperti kebahagiaan  yang diperolehnya saat mudik lebaran. Kalau mudik lebaran disipkan sedemikian rupa, mulai dari kendaraan yang akan digunakan,  bekal yang akan dibawa, dimana akan istirahat, dst maka tentunya mudik ke akhirat persiapannya jauh lebih baik lagi. Dengan membawa keberhasilan hidup dengan amalan yang sukses kembali kepada Tuhannya, membanggakan keberhasilan yang sudah diraihkan selama hidup diperantauan di dunia.
Sekalilagi semoga mudik menjadi cerminan akan kemana kembalinya manusia, seperti yang difirmankan Allah SWT dalam (QS. Al Waqiah: 49-50, Hud: 103, Al Baqarah: 148, Maryam: 95, al An’am: 38, al A’la; 17, ad Dhuha: 4 dan lain-lain). Kesemuanya mengingatkan mudik yang sesungguhnya ke negeri akhirat.

Alquran telah mengingatkan bahwa prestasi dan karya nyata di dunia, justru akan menjadi pijakan untuk ”mudik” ke negeri akhirat. Maka berbahagialah orang yang dapat mengukir perjalanan hidupnya dengan karya nyata yang dapat menambah investasi akhirat. Kebahagiaan mudik ke kampung halaman yang sesungguhnya, terutama jika membawa amal ibadah yang cukup, melebihi bahagia mudik ke kampung sementara di di dunia, demikian semoga  perantauannya selama di dunia menjadi tidak sia-sia.



Tidak ada komentar: