Senin, 24 Oktober 2016

KAFIR MASUK MASJID

1.      Melarang secara mutlak
Sebagian ulama yakni dari kalangan mazhab Malikiyyah dan sebagian Hanabilah berpendapat bahwa mutlak diharamkan bagi orang-orang kafir masuk ke dalam rumahnya Allah, baik itu masjid diluar tanah haram lebih-lebih masjidil Haram dan Nabawi.[2]
Ash-Shawi menyatakan, “Orang kafir dilarang masuk masjid sekalipun diizinkan oleh orang Islam, kecuali karena ada aktivitas yang bersifat darurat..”[3]
Diantara dalil yang digunakan oleh pendapat ini adalah firman Allah ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, oleh itu janganlah mereka itu menghampiri Masjidil Haram sesudah tahun ini.” (QS. at-Taubah: 28)
Dalil lain adalah atsar dari sebagian sahabat sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Qudamah, karena Abu Musa al-Asy’ari pernah menemui khalifah Umar radhiyallahu ‘anhuma dengan membawa surat. Umar berkata kepada Abu Musa, “Panggil orang yang menulisnya, untuk membacakannya.” Abu Musa menjawab, “Dia tidak boleh masuk masjid.” Umar bertanya, “Mengapa?” Abu Musa menjawab, “dia Nasrani”.[4]
 
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan ketika beliau sedang berkhutbah di atas mimbar tiba-tiba melihat orang majusi masuk masjid. Kemudian beliau turun, dan memukulnya serta menyuruhnya keluar.[5]
Dalil berikutnya adalah prilaku penduduk Madinah sebagaimana yang disebutkan oleh al Qurthubi. Juga dimasa kekhalifahan Umar bin ‘Abdul ‘Aziz beliau menulis surat untuk para pejabat di daerah : “Di rumah-rumah (Allah) itu, Allah mengizinkannya untuk diagungkan, dan disebut nama-Nya.” (QS an-Nur : 36) Maka masuknya orang kafir ke masjid bertentangan dengan upaya mengagungkan rumah Allah. Dalam Shahih Muslim dan lain-lain juga dinyatakan, “Bahwa masjid-masjid ini tidak boleh ada sedikitpun kencing dan kotoran..” Padahal orang kafir tidak terhindar dari semuanya itu. 
Baginda Nabi juga bersabda, “Masjid tidak dihalalkan untuk orang yang haid dan junub.” Orang kafir itu masuk dalam kategori junub, padahal Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.”  Allah menyebut mereka najis, apakah dzatnya yang najis ataukah dijauhkan dari jalan hukum Allah. Mana saja dari keduanya, hukum menjauhkan mereka dari masjid tetap wajib, karena ‘illat-nya adalah najis, dan faktanya ada pada diri mereka, sementara kesucian itu ada di masjid.[6]
2.      Membolehkan secara mutlak
Kalangan Mazhab al Hanafiyyah membolehkan secara mutlak orang kafir masuk masjid manapun. Baik itu masjid dluar tanah haram ataukah masjidil haram dan masjid Nabawi.[7]
Dalil pendapat ini didasarkan kepada adanya riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam sendiri menerima para utusan dari Bani Tsaqif di dalam masjid. Padahal para utusan jelas-jelas orang kafir dan bukan muslim. 
Dalil lainnya adalah hadits yang berbunyi :
إِنَّهُ لَيْسَ عَلَى الأْرْضِ مِنْ أَنْجَاسِ النَّاسِ شَيْءٌ إِنَّمَا أَنْجَاسُ النَّاسِ عَلَى أَنْفُسِهِمْ

“Tidak ada di atas bumi ini bekas najis manusia, sesungguhnya najis manusi itu adanya di dalam diri mereka sendiri. (HR. Bukhari dalam Syarah Ma’ani Al-Atsar)
 
Adapun mengenai ayat : “Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.” (QS at-Taubah :28) kalangan ini menyatakan bahwa maksudnya adalah, Jika mereka masuk dengan sombong, untuk menguasai atau telanjang (tidak menutup aurat), sebagaimana tradisi mereka pada zaman Jahiliyah. Jika tidak, maka tidak ada larangan.”[8]
3.      Membolehkan dengan catatan/pengecualian
Kalangan Mazhab Syafi’iyyah dan sebagian Hanabilah berpendapat bahwa bahwa orang kafir diharamkan secara mutlak untuk masuk masjidil haram dan masjid Nabawi, namun dibolehkan di masjid selain keduanya bila dizinkan.
Imam al-Syafi’i rahimahullah berkata : “Tidak apa-apa orang musyrik masuk  seluruh masjid kecuali masjidil haram, sebab Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis , maka janganlah mereka mendekati Masjidil haram sesudah tahun ini (QS. al-Taubah : 28).”[9]
Berkata imam Nawawi : “Orang kafir tidak diperbolehkan memasuki Haram Makkah dengan keadaan apapun, sama saja pada masjidnya atau lainnya. Namun, boleh bagi orang kafir memasuki masjid-masjid yang lainnya dengan izin orang Islam, bukan masuk tanpa izin.”[10]
Kelompok pendapat ini mengkompromikan antara hadits-hadits yang digunakan oleh kalangan yang melarang dan yang membolehkan orang kafir masuk masjid.
-----------

[1] Fathul Bari (1/560), al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (20/245), al Fiqh al Islaami wa Adillatuhu (1/482).
[2] Al Ikhtiyar (4/166), Ibn Abidin (1/115), al Jawahirul Iklil (1/23).
[3] Hasyiyah as Shawi ‘ala as Syarh as-Shaghir (1/160).
[4] Al Mughni (13/202)
[5] Mathalib Uli an-Nuha (2/617).
[6] Tafsir al Qurthubi (8/103).
[7] Ar Raudhatut Thalibin (1/296).
[8] Radd al Mukhtar ‘ala Durr al Mukhtar (6/691).
[9] Al Umm (1/71).
[10] Raudlatuth Thalibin (1/296).

mendidik putra putri

Bagaimana nabi Muhammad mendidik putra putrinya? Mari kita bahas sekilas tentang putra-putri nabi Muhammad SAW dan bagaimana beliau mendidik anaknya yang nakal meskipun dalam keluarganya putra putri nabi Muhammad sangat patuh pada ayahandanya.

Nabi Muhammad hanya memiliki 6 anak itupun dari Siti khadijah. Anak pertamanya bernama Qasim yang meninggal pada usia 2 tahun. Anak kedua bernama Abdullah, Abdullah juga meninggal pada waktu masih kecil setelah nabi Muhammad SAW diangkat Allah SWT menjadi nabi. Anak ketiga yang dilahirkan oleh Siti khadijah diberi nama Zainab, Zainab meninggal pada tahun ke 8 hijriah.
Anak keempatnya bernama Ruqayyah yang dipersunting oleh Utbah bin Abu lahab orang yang paling membenci nabi Muhammad SAW namun pernikahan tak berlangsung lama. Kebenciannya pada nabi Muhammad SAW membuat pernikahan mereka berakhir. Ruqayyah kemudian menikah dengan Utsman bin affan tetapi hal tersebut tak begitu lama karena Ruqayyah telah dipanggil oleh Allah lantaran penyakit demam.
 

Anak kelimanya bernama Umi kalsum. Sepeninggal kakaknya Ruqayyah, Umi kalsum dinikahkan oleh baginda nabi dengan Utsman bin Affan. Sebelumnya Umi kalsum telah menikah dengan Utaibah bin Abu Lahab sama persis dengan kisah hidup kakaknya akhirnya Umi Kalsum bercerai dengan suaminya. Pernikahan Utsman bin Affan juga tak berlangsung lama, Umi kalsum kembali ke yang Maha Pencipta, Utsman bin Affan kembali berduka.

Anak Nabi Muhammad SAW yang terakhir adalah Fatimah, Fatimah merupakan anak bungsu kesayangan Rasulullah SAW. Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib pemuda yang miskin namun Fatimah tetap ridho menjadi pendampingnya. Fatimah memiliki kehidupan yang lebih lama dari saudara-saudaranya, Fatimah menghadap Allah SWT setelah ayahandanya menghadap Allah 6 bulan sebelumnya.
Begitulah kisah anak-anak Rasulullah, tapi apakah kalian tahu bagaimana cara mendidik Rasulullah SAW agar anak bisa patuh pada orang tua? Begini caranya:

1. Menasihati
Anak yang nakal hanya perlu dinasihati tentang kesalahan mereka sehingga mereka tahu kesalahan mereka dan mereka tidak akan mengulanginya. Nasihati baik-baik sampai mereka mengerti seperti yang dilakukan Rasulullah pada anak paman beliau yang diterangkan dalam hadistnya, Rasulullah SAW besabda kepada Abdullah bin Abbas ra, “wahai anak kecil, sesungguhnya aku akan mengajarkan beberapa kalimat (nasihat) kepadamu: jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka dia akan menjagamu, jagalah batasan-batasan (syariat) maka kamu akan mendapati-Nya dihadapnmu.

2. Mengantung alat pemukul di dalam rumah
Menggantung pemukul di rumah bukan berarti kita menerapkan jika melakukan kesalahan atau kenakalan maka akan dipukul, menggantung alat tersebut di rumah hanya untuk mendidik mereka agar takut jika melakukan perbuatan tercela. Seperti yang dikatakan Imam Ibnu Anbari, “Rasulullah SAW tidak memaksudkan perintah untuk mengantungkan cambuk (alat pemukul) untuk memukul, karena Rasulullah SAW tidak memerintahkan hal itu pada seorangpun. Akan tetapi yang beliau maksud adalah agar hal itu menjadi pendidikan bagi mereka.

3. Menampakkan muka masam
Menampakkan muka masam merupakan salah satu cara Rasulullah SAW dalam mendidik anak yang nakal, dengan menampakkan muka masam diharapkan anak sadar akan kesalahannya yang membuat orang tuanya kecewa.

4. Menegur dengan suara keras
Pertama kali menasihati anak dengan menegur yang halus namun jika anak tidak bisa ditegur secara halus maka tegurlah secara keras agar anak bisa mengerti bahwa perbuatannya bisa berdampak pada hal yang berbahaya.

5. Tidak menegur
Diamkan anak untuk beberapa saat hingga anak menyadari kesalahannya. Jika anak tetap melakukan hal yang tercela meskipun sudah ditegur maka biarkan anak merasakan dampak yang ditimbulkannya, tetapi kalau memang dampaknya membahayakan nyawa anak lebih baik dihukum sebelum terlambat dan tunjukkan akibat apa yang akan itimbulkannya semisal dia melakukan perbuatan tersebut.

6. Memberi hukuman ringan yang tidak melanggar syariat
Hukuman adalah cara yang paling ampuh membuat anak jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya yang tercela. Hukuman yang orang tua berikan jangan sampai melewati batas syariatnya.
Anak kelimanya bernama Umi kalsum. Sepeninggal kakaknya Ruqayyah, Umi kalsum dinikahkan oleh baginda nabi dengan Utsman bin Affan. Sebelumnya Umi kalsum telah menikah dengan Utaibah bin Abu Lahab sama persis dengan kisah hidup kakaknya akhirnya Umi Kalsum bercerai dengan suaminya. Pernikahan Utsman bin Affan juga tak berlangsung lama, Umi kalsum kembali ke yang Maha Pencipta, Utsman bin Affan kembali berduka.

Minggu, 23 Oktober 2016

2 tugas istri yg utama

sesungguhnya dalam Islam, tugas istri hanya 2 hal saja, sehingga penting bagi  untuk melakukan 2 tugas ini dengan sebaik-baiknya.

1.Mematuhi suami 
tugas istri sebenarnya tidak sulit, hanya mematuhi suami. Akan menjadi sulit jika sebelum menikah salah memilih kriteria suami yang tidak cocok dengan kepribadian. Mendapatkan suami yang hanya bisa makan  masakan yang baru matang, sehingga istri harus selalu memasak di saat suami lapar, bagi beberapa wanita tentu ini menyulitkan, tapi bagi wanita lainnya ini menyenangkan.

Atau suami yang menginginkan istri bekerja di rumah saja mengurus semua keperluan rumah tangga dari A sampai Z, padahal ternyata istri tidak becus masak atau berbenah rumah, tentunya hal tidak sinkron seperti inilah yang akhirnya membuat istri mendapat cap tidak patuh pada suami.
Oleh sebab itu, sangat penting dalam proses taaruf sebelum menikah benar-benar mengenali kepribadian, kebiasaan, serta visi misi calon pasangan hidup. Tentu saja terlebih dulu harus sangat mengenali karakter diri sendiri.
Jangan sampai tugas mudah seorang istri untuk mematuhi suami menjadi sulit, berbenturan, karena ternyata hal-hal yang diinginkan suami bertolak belakang dengan hal-hal yang diinginkan istri.
Namun jika hal ini sudah terlanjur terjadi, penting untuk mengkomunikasikan keinginan kedua belah pihak suami-istri, dan mengambil jalan tengah. Misalnya istri ingin menempuh S2, sedangkan suami tidak mengizinkan karena ingin istri selalu ada di rumah.
Cobalah cari jalan tengah, misalnya istri mengambil S2 di universitas terdekat dari rumah. Atau pikirkan kompensasi apa yang harus diberikan istri jika suami mengizinkan keinginan istri menempuh S2.
Bagaimana pun, suami dan istri perlu saling menghormati keinginan dan perbedaan cara pandang masing-masing agar bisa menjadikan rumah tangga samara dan penuh dengan cinta.

2.Membahagiakan suami
Memasak, beberes rumah, mencuci, menyetrika, semuanya bukanlah kewajiban istri. Dalam Islam, tugas suami lah yang harus memenuhi semua kebutuhan fisik istri. Cukup membayar asisten rumah tangga sekitar 1 juta rupiah saja tiap bulan, semua pekerjaan tersebut bisa teratasi.
Akan tetapi, jika istri masak sendiri, beberes rumah sendiri, mencuci dan menyetrika tanpa bantuan khadimat adalah lebih meringankan beban suami dan bisa membahagiakan suami, maka mengapa istri enggan melakukannya?
Lakukanlah pekerjaan rumah tangga dengan niat untuk membahagiakan suami tercinta, bukan karena itu adalah tugas-tugas istri, karena segala amalan bergantung niat.
Jangan sampai pekerjaan menumpuk di rumah yang kita lakukan, hanya bernilai satu juta rupiah sebulan sebagaimana nilai seorang khadimat. Akan tetapi jadikanlah pekerjaan mulia tersebut bernilai surga karena mengharapkan keridhoan suami.
hanya 2 tugas inilah sebenarnya yang menjadi kewajiban istri. Tentu saja berbeda lagi dengan tugas wanita sebagai seorang ibu, seorang hamba Allah, dan lainnya. Semoga  mampu melaksanakan berbagai tugas tersebut dengan bahagia

istri yang menenangkan hati suami

  istri yang menenangkan hati suami

Sesungguhnya banyak karakter yang menandakan ciri istri yang mampu menenangkan hati suami. Semakin banyak karakter tersebut ada pada diri seorang wanita maka akan semakin baik pengaruhnya pada ketenangan hati sang suami. Dan juga sebaliknya.
Dan berikut ini adalah karakter istri yang menenangkan hati suami:

1.Memiliki sifat qonaah (ikhlas menerima nafkah yang diberikan suami sehingga tidak banyak menuntut harta kepada suami) Sebaiknya istri berusaha mengatur keuangan rumah tangga  dengan sebaik-baiknya dan tidak bersikap boros, sehingga suami ridlo dengan pengaturan keuangan rumah tangga yang dilakukan oleh istri dan insya Allah kehidupan rumah tangga akan menjadi berkah.

2.Senantiasa merendahkan suara di hadapan suami (berkata lembut)
Allah memerintahkan para istri untuk merendahkan suara di depan suami. Senantiasa bertutur kata lembut juga mencermikan rasa hormat istri terhadap suami.

3.Keluar rumah hanya dengan izin suami
Hal ini adalah sebagai bentuk pengakuan terhadap suami sebagai kepala rumah tangga dan sebagai upaya untuk menghindari terjadinya curiga/salah paham.

4.Memahami etika menerima tamu, terutama tamu laki-laki
Saat di rumah sedang sendirian dan ada tamu laki-laki yang bukan muhrim, sebaiknya istri menjaga sikap dengan cukup berbicara dengan tamu di teras seperlunya saja.

5.Lebih suka menetap di rumah, dan tidak suka sering keluar rumah
Seyogyanya seorang istri tidak sering pergi keluar rumah dengan tujuan yang tidak penting karena akan berpotensi mengabaikan urusan rumah tangga di rumah.

6.Berhias hanya untuk suami
Saat ini banyak sekali kekeliruan dalam perilaku masyarakat, yaitu: wanita berhias hanya saat akan keluar dari rumah dan saat ada di rumah justru tampil selebor dengan daster usangnya. Sikap ini tidak benar. Istri sebaiknya senantiasa berhias di rumah sehingga menyenangkan hati suami. Saat akan bepergian, istri hendaknya memakai busana yang tidak mengundang fitnah.

7.Amanah (dapat dipercaya)
Istri hendaknya mampu bersikap amanah dalam segala hal, termasuk dalam mendidik anak dan mengelola keuangan, serta tidak menyebarkan rahasia keluarga kepada pihak luar.

8.Istri memiliki komunitas positif
Jika ingin menilai baik atau buruknya kepribadian seseorang, cara yang termudah adalah dengan melihat siapakah yang temannya. Karena itu, hendaknya istri hanya berteman akrab dengan orang-orang yang shalehah dan memiliki komunitas/kegiatan yang positif, misalnya mengikuti kelas tahsin/tahfiz, dll yang telah disetujui oleh suami.

Demikianlah 8 karakter istri yang menenangkan hati suami. Semoga kita dapat senantiasa dapat bersikap  yang terbaik dalam berinteraksi pada suami sehingga suami akan ridlo.
Allah berfirman: “Maka wanita yang shalehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (QS An-Nisaa : 34).