Jumat, 04 November 2011

Sedekah orang tua

Sedekah orang tua
Di sela-sela pemakaman ibu dari teman guru, di pemakaman umum Petukangan selatan, tiba-tiba ada yang datang menghampiri saya, kemudian ia bercerita berkenaan almarhum orang tua saya.  Katanya ia sangat kagum dengan ibadah dan sedekahnya  orang tua saya. Katnya orang tua saya sangat rajin dalam beribadah, senang mengaji kemana-mana, bergaul dan bersedekah. Berkenaan dengan sedekah, ia menceritakan , semasa hidupnya orang tua saya katanya pernah memberikan tabungannya yang masih dalam celengan diserahkan semuanya tanpa dihitung dulu untuk kepentingan jariah  di RW. Yang ia kagumi dan terperanjat menerimanya adalah karena begitu ikhlas menyerahkannya, dan itu katanya sangat kelihatan betul saat berhadapan menyerahkannya. Saya sendiri baru tahu saat ia menceritakannya, dan bertambah hormat dan kagum saja kepadanya, ternyata banyak sisi yang baik yang belum saya ketahui, ini saya tahu setelah sekian tahun meninggalnya.  Semoga ini merupakan jariah ikhlas yang membuatnya tenang di alam sana, dan semoga Allah SWT menempatkannya di sebaik-baik tempat di sisi-Nya. Amin

Ada cerita lain tentang sedekah, pengurus masjid Al-Amin, yang letaknya di belakanmg rumah, suatu kesempatan cerita kepada saya. ini ia sampaikan setelah beberapa tahun orang tua saya tiada, ia sampaikan  karena kekagumannya, demikian awal ia memulai ngobrol. Katanya orang tua saya pernah menyerahkan uang untuk p[embangunan masjid, dan itu biasa orang lain juga banyak yg menyumbang, Cuma  yang ia tidak habis pikir dan kaget saat itu adalah besarnya uang yang ia serahkan, begitu besar, begitu banyak dan tidak sebanding kalau dilihat dari kehidupan kesehariannya. Sebelumnya ia tidak pernah menyangka dengan uang yang diserahkannya begitu banyak tentunya untuk ukuran orang tua saya, karena kehidupannya yang memang sangat sederhana, Ia sempat bilang orang lain yang jauh lebih mampu tapi tidak  sebesar yang diserahkan orang tua saya. mr-Kamis 25 Mart 2010.

Senin, 29 Agustus 2011

idul fitri



selamat idul fitri 1432 H
ma'af lahir bathin atas segala kekhilapan

Rabu, 06 Juli 2011

Nikah siri

Nikah siri
Masalah nikah siri ini menjadi ramai dibicarakan karena adanya rancangan UU tentang material peradilan agama bidang perkawinan yang ingin mengatur tentang larangan nikah siri. Masalah itu terus bergulir dan dibicarakan banyak kalangan, terutama dari pihak agamawan –para ulama, kendatipun rancangan tersebut belum sampai ke tangan DPR. Mengenai nikah siri itu sendiri kemudian banyak persi terminologinya. Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia - siri, dikarenakan pihak wali perempuan tidak menyetujuinya, atau karena pemahaman agama yang kurang, sehingga menganggap sah pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat agama- Islam.
kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Dalam hal ini banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Karena faktor biaya, karena tidak mampu membayar administrasi pencatatan, misalnya tertulis 35 ribu rupiah, tapi pelaksanaannya jauh tinggi dari itu, setidaknya 500 ribu karena sedang merayakan hari kebahagiaan, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu, dan lainnya.
Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan perrnikahannya.
Melihat terminology diatas, tentu saja nikah siri yang kedua dapat diartikan sebagai nikah syar’i yang harus dibedakan dengan nikah siri lainnya. Pernikahan secara syar’i adalah pernikahan syah menurut agama, karena memenuhi syarat dan rukunnya, meliputi prosesi mulai dari perkenalan, hingga ijab kabul di hadapan wali dan saksi, dan itu sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadist Rasululloh saw. Hanya saja seharusnya juga dicatat dalam catatan sipil kenegaraan, untuk keperluan lainnya berkenaan dengan pernikahan.
Sedang nikah siri lainnya tentu saja dilarang dan haram hukumnya, karena bisa saja dilakukan di hotel, di rumah dan tempat-tempat lainnya, tidak memenuhi syarat dan rukunnya, bisa dilakukan sendiri tanpa wali dan saksi.
لا نكاح إلا بولي
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy)
Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat banyak ulama dan ahli fiqh. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل
“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy)
Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها
”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy)
Dari beberapa keterngan hadist diatas, dapat dikatakan bahwa pernikahan tanpa adanya wali adalah pernihakan tidak sah-batil, pernikahan maksiat dan berhak mendapatkan sangsi.
Sedang nikah siri secara syar’i, tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga tidak perlu dijatuhi sangsi seperti ketentuan uu yang akan diluncurkan. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sangsi, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru sah dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.
Namun demikian, karena berasa di Negara yang mengatur pencatannya, maka nikah syar’i harus melakukan pencatatannya di administrasi Negara. Hal ini agar seseorang memiliki alat bukti untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan. Bukti yang sah sebagai bukti syar’i adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti di hadapan majelis peradilan. Namun demikian dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti syar’i. Banyak lagi yang lainnya seperti Kesaksian dari saksi-saksi pernikahan atau orang-orang yang menyaksikan pernikahan, itu semua harus diakui oleh negara sebagai alat bukti syar’i. Karena syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya. muchroji amb.feb2010.

Senin, 13 Juni 2011

Sabar

Sabar
Sabar banyak mempunyai pengertian dan makna yang berbeda-beda, ada yang mengandung makna menahan amarah, bersikap tenang, menjaga emosi dst. Makna kali inipun mungkin agak berbeda, karena mengandung sikap menahan atau tindakan agar selalu terjaga kemurniannya, tidak keliru menempatkan posisi yang sebenarnya, atau juga bisa dikatakan melakukan sesuatu sesuai ukuran dan aturannya.
Apa yang dilakukan Ali bin Abi Thalib, dalam perang yg ketika itu tidak jadi membunuh musuhnya merupakan sebuah contoh. Bbeliau tidak jadi membunuh musuhnya di medan perang lantaran ia diludahi musuhnya. Beliau khawatir bila membunuhnya , tindakannya itu akibat ia kesal, napsu dan emosi semata-mata. Bukan karena kebenaran menegakkan agama Allah.
Begitu halnya dengan Umar bin Abdul Aziz, ketika ia mengurungkan hukuman dera kepada seseorang yang mabuk karena minuman khamar. Ketika ia akan menghukumnya, si pemabuk mengomel dan memaki-makinya dengan perkataan kotor menghina. Beliau kemudian meninggalkannya lantaran khawatir bila menghukumnya, bukan karena kesalahan semata, tapi karena kejengkelan dan kemarahannya.

Demikian tipisnya prilaku kebenaran sesuai hukum Allah SWT dengan tindakan yang disertai emosi. Tentu saja pelajaran yang sangat berharga dari prilaku sahabat yang terkisahkan. Banyak yang mesti ditelaah saat melakukan tindakan hukuman, sekecil apapun hukuman itu. Apakah terhadap anak di rumah saat melakukan kesalahan, bapak/ibu guru terhadap anak didiknya, pimpinan kantor terhadap anak buahnya dst. Semoga semua tindakan yang diambil atas kesalahan sesuai dengan aturan bukan karena kesal dan emosi pribadi yang marah.
Rasulullah SAW bersabda, Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, "Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW; 'Nasihatilah saya!' Rasulullah SAW bersabda, 'Janganlah kamu marah!' Orang itu berkali-kali meminta nasihat kepada Rasulullah SAW, tetapi Rasul tetap menjawabnya dengan, 'Janganlah kamu marah'." (HR Bukhari). Muchroji Amb, 062011

Ketika jujur semakin sulit

Ketika jujur semakin sulit
Beberapa hari ini, publikasi kejujuran berkenaan dengan laporan ujian nasional tingkat SD di Surabaya, mencuat di berbagai media. Keprihatinan dan dukungan terus bergulir meluas dari berbagai kalangan, hamper semua orang angkat bicara, di sebuah radio pembicaraan itu sampai menghabiskan waktu sepnjang malam. Diprihatinkan bahwa kejujuran sudah mulai hilang dari pribadi bangsa yang konon dikenal ramah dan jujur dalam kesehariannya.

semula bu Siami ingin melaporkan bahwa ada yang tidak beres, ada kecurangan dalam ujian nasional, ia melihat itu karena lewat anaknya ia tahu adanya anjuran untuk kerjasama alis boleh menyontek saat ujian. Atas informasi dari anaknya ia melaporkan perbuatan yang kurang beres yang dilakukan SDN Godel 2 surabaya kepada kepala sekolah. Tapi sayang tindakannya dianggap mencemarkan nama sekolah, ia menjadi tidak disukai guru-guru, bahkan orang tua murid yang lainpun ikut membencinya, terakhir ia malah di demo orang tua murid dan mengusirnya dari rumahnya sendiri.

Di balik niat baik yang dilakukannya, ia dan keluarga terpaksa harus menanggung resiko atas sikap kejujurannya. Ia menjadi sangat trauma dan terpaksa pindah rumah karena tidak tahan akan cemoohan orangtua murid melalui demo yang beberapa kali dilakukan di rumahnya. Sebelum pindah ia sempat diungsikan ke Mapolsek Tandes dan akhirnya terpaksan angkat kaki ke keluarganya di Kediri. Sebuah sikap dan tindakan kejujuran yang harus dibayar mahal, dan ia sama sekali tidak menyangka sejauh yang dialaminya.

Kalau mau melihat secara keseluruhan perangai anak bangsa, peristiwa di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus ketidakjujuran, bukan hanya orang tua murid dan guru SDN Gadel 2 yang tidak jujur, melainkan juga para elite politik dan pemimpin negeri ini, kalau di sekolah dimulai dari guru, kepala sekolah terus ke atas di jajaran depdiknas. Sebagai contoh berbagai kasus kecurangan ujian nasional setiap tahunnya tidak pernah tuntas, satu dengan lainnya saling berkepantingan. Katakan saja bila sekolahnya lulus 100 %, maka kepala sekolahnya mendapat acungan jempol Dinas Kecamatan, bila tingkat kecamatan 100 % berhasil lulus, kepala dinasnya akan naik ke wali kota atau kabupaten, begitu seterusnya. Jadi ada berbagai kepentingan di samping menjunjung nilai-nilai kejujuran, walaupun dalam keseharian hal itu ditanamkan dan tidak pernah diperbolehkan nyontek sama sekali saat ulangan harian. Tapi saat menjelang ujian nasional, semua berubah, semua punya keperluan, punya makna, hingga pengawal kejujuranpun jebol tidak sanggup menahan arus kepentingan yang begitu besar dan beragam , kebenaran tersingkirkan. Kejujuran menjai suatu yang mahal. Muchroji Amb, 14062011.

Selasa, 18 Januari 2011

Sinkretis - puritan

Sinkretis - puritan

Jum’at malam, 24 Desember 2010, adik dari keluarga Banjar- tinggal di Cimpedak, Jaksel, mengadakan syukuran atas khitanan anaknya. Sudah menjadi biasa bila syukuran mengundang pengajian bapak-bapak, atau ibu ibu, membacakan yasin dan tahlil. Untuk syukuran ini diundang dua pengajian tersebut, pengajian ibu-ibu siang hari tepatnya ba’da ashar dan bapak-bapak malam hari ba’da isya.
Pada saat pengajian bapak-bapak  malam hari,  pembawa acara menyampaikan bahwa malam ini tidak ada acara yasinan, dengan alasan  bahwa yasinan dan tahlil sudah dibacakan siang tadi saat pengajian ibu-ibu, dan sebagai gantinya akan diadakan tausiah, atau ceramah agama oleh KH Azhari Hasyim, yang juga mertua saya.
Sepengetahuan saya, yasinan dan tahlil sudah menjadi biasa saat syukuran atau selamatan apapun di masyakarat betawi termasuk juga di Cimpedak. Mereka sebagaimana masyarakat betawi lainnya memegang erat kebiasaan itu, yang saya sebut di sini sebagai pemegang sinkretis yang cukup kental.
Dengan kejadian tersebut saya melihat, ada semacam pengimbangan-tenggang rasa dengan mertua, sebagai pemegang prinsip puritan yang kuat. Saya tahu itu, karena saya sering kali ngobrol dan sering berujung pada titik prinsip itu, yang dalam istilah, saya sebut puritan. Sebagai gantinya, pembawa acara meneruskan dengan mempersilahkan ceramah agama, yang disampaikan oleh ‘ KH. Azhari Hasyim.
Acara terus berlanjut, tapi ada yang lain, dari wajah-wajah jama’ah terlihat agak janggal, nampaknya mereka semua merasakan itu, suatu yang tidak lazim, tidak biasa dilakukan dalam acara selamatan atau syukuran, apapun syukuran atau selataman itu, ini saya sudah katakan sebelumnya, bagi mereka sudah menjadi kebiasaan yang sangat kental dalam sebuah tradisi yang ada dalam bermasyarakat.

Di akhir acara suasana ganjil nampak semakin terasa, hanya tidak terucap saja, saat salaman pamit pulang, kelihatan sekali kalau di mata mereka ada suatu yang tidak biasa, karena terkesan acara selesai begitu saja, yang sekali lagi bagi mereka tidak biasa.
Bagi saya, langsung terlintas dalam benak, baru saja telah terjadi benturan budaya, antara sinkretis dan puritan. Pengalihan yang biasanya acara yasinan dan tahlil, kemudian diganti tausiah dengan alasan sudah diadakan yasinan sebulumnya hanya sebuah alasan. Karena dalam tradisi sinkteris, sudah menjadi biasa, dan tidak menyalahinya berapapun yasinan dan tahlil dibacakan dalam suatu acara, sekalipun acara yang sama. Artinya kalau pagi yasinan dan tahlil, kemudian siangnya diadakan lagi, atau bahkan malamnya juga dilakukan lagi tidak menyalahi paham sinkretis.
Dalam tausiah, diuraikan masalah taqwa, walaupun tidak terinci betul, saya dapat melihat arah pembicaraan taqwa, yang semata-mata berharap kepada Alloh SWT semata. Terhadap berbuatan dan kelakuan – kerja, yang harus dilakukan seorang makhluk-hamba dalam berusaha mencari kehidupan dunia. Nampaknya bapak mertua sangat hati-hati untuk berterus terang, sehingga pembicaraannya manjdi samar-samar, tapi saya tahu apa yang dituju dan dimaksudkan itu. Karena itu yang menjadi konsen seorang puritan sejak paham wahabi masuk Indonesia.
Atau kalau ingin membicarakannya lebih jauh lagi, yang menjadi incaran puritan adalah kebiasaan ziarah yang dilakukan pemegang sinkretis. Menurut puritan, ziarah yang dilakukan sinkretis adalah sebuah bentuk penyelewengan agama. Karena jauh dengan cara yang dilakukan Rasulullah, Muhammad Saw. Di mana Nabi, saat berziarah tidak membawa bunga-bunga, apalagi dupa, disamping itu tidak lama-lama di arena makam, sebentar saja dengan do’a yang juga tidak lama. Karena tujuan berziarah hanya untuk mengingat kematian disamping mendo’akannya, karena pada akhirnya kullu makhlukin zaikotul maut.
Kaum puritan melihat ziarah semacam itu sebagi prilaku menyimpang, apalagi sampai pada meminta-minta berkah, mengambil air, tanah atau apa saja yang ada kaitannya dengan yg diziarahi. Karena mereka menyakini bahwa tokoh yang diziarahi mempau memberikan berkah kepada yang masih hidup. Apalagi ketika temannya yang melakukan demikian mendapatkan kesuksesan hidup, semakin yakinlah ia akan pemahaman tersebut. Oleh kaum puritan praktek yang demikian dikatakan musyrik- sebagai bentuk penyembahan berhala dalam bentuk lain.
Kembali kepada mertua, dalam obrolan yang sering saya lakukan, kelihatan sekali perjuangan penegakkan paham puritan tidak pernah kendor, itu saya tahu sejak tahun 1989-sejak saya menjadi menantunya, yang ia sendiri sebetulnya tidak memahami istilah-puritan, hanya melakukan saja. Suatu ketika saudara Qiqi (Alm) memberikan mengertian yang sedikit agak berbeda di masjid Al-Furqon-Banjar, mertua langsung memanggil, menasehati, bahkan melarangnya untuk mengulanginya. Ini sebagai bentuk konsistensi-prinsip hidupnya dalam menegakkan puritan yang ekspansif.
Dan itu yang saya tahu tentang kaum puritan, semuanya adalah perjuangan. Islam adalah perjuangan, kalau tidak demikian katanya itu bukan Islam. Kapanpun, dimanapun, Islam harus berjuang. Sepanjang kehidupan nabi adalah perjuangan, sampai-sampai ia dicaci maki, diludahi, dijahati dengan berbagai bentuk, beliau terus berjuang, karena ia ingin mempetahankan perjuangannya, beliau diam saja, tidak membalasnya walaupun bisa.
Sampai beliau dapat menaklukan Kota Makkah, beliau tepat biasa saja, tidak kemudian balas dendam terhadap yang menjahatinya dulu. Bahkan sebaliknya beliau kerkata ‘ mari kita lupan apa saja yang pernah kita lakukan selama ini” begitu katanya terhadap orang yang pernah memusuhi dan menyakitinya. Dengan kebesaran jiwanya , beliau-Muhammad Saw, banyak masyarakat Makkah yang mengikuti ajarannya “ Islam”.
Selepas jama’ah pulang, saya sempat ngobrol dengan mertua, walaupun sekilas. Ia sempat menanyakan bagaimana? yang maksudnya jama’ah tadi dengan tausiah. Sepertinya mertua tahu apa yang ada dalam pikiran saya. Bagus pak , merupakan pengetahuan yang baru, bahwa syukuran tidak selamanya diisi dengan yasinan dan tahlil. Muchroji Amb-sabtu 25 Des2010.