Senin, 06 Mei 2013

Wudhu sebelum tidur



Wudhu sebelum tidur

Soal wudhu merupakan soal yang ringan, setidaknya  begitulah banyak orang menganggapnya, tapi sebenarnya banyak manfaat darinya disamping baik bagi kesehatan juga merupakan tuntunan yang bernilai ibadah, karena sesuatu yang diperintahkan Rasulullah Muhammad Saw, pasti ada kandungan manfaatnya. Nabi sendiri selalu melakukannya, berwudhu sebelum tidur.

Dari pakar kesehatan dikemukakan bahwa mencuci kaki, muka dan mulut sangatkan dianjurkan untuk kesehatan dari bakteri dan kuman, bahkan dari pakar kecantikan akan memperoduksi sel-sel kecantikan dengan cara selalu membersihkan muka secara rutin*1. Dari segi syariat, Rasulullah Muhammad Saw, bersabda  Barangsiapa tidur dimalam hari dalam keadaan suci (berwudhu’) maka Malaikat akan tetap mengikuti, lalu ketika ia bangun niscaya Malaikat itu akan berucap ‘Ya Allah ampunilah hamba mu si fulan, kerana ia tidur di malam hari dalam keadaan selalu suci’”. (HR Ibnu Hibban dari Ibnu Umar r.a.)

Sabda lainnya ,  Dari umar bin harits bahwa nabi bersabda :“barangsiapa tidur dalam keadaan berwudhu ,maka apabila mati disaat tidur maka matinya dalam keadaan syahid disisi allah. Maksudnya orang yang berwudhu sebelum tidur akan memperoleh posisi yang tinggi disisi Allah. Berwudhu sebelu tidur merupakan anjuran nabi yang harus dikerjakan bila seseorang ingin memperoleh kemuliaan disisi Allah.

Rasulullah Muhammad Saw,  mencontohkan  posisi tidur yang baik setelah berwudhu, yaitu di antaranya tidur sambil miring ke kanan, tidak tidur sambil tengkurap. Sabdanya “Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang tidak disukai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
Dan diperintahkan berwudhu dahulu  sebelumnya, sabdanya

إِذَا أَخَذْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ

 “Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan shalat.” (HR. Bukahri dan Muslim).

dari Mujahid dengan sanad yang kuat, Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata, “Janganlah engkau tidur kecuali dalam kondisi berwudlu (suci), karena arwah akan dibangkitkan sesuai dengan kondisi saat dia dicabut.”


Sebelum tidur, hendaknya berdo’a
"Ya Allah, sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepada-Mu, dan aku menyerahkan urusanku kepada-Mu, aku sandarkan urusanku kepada-Mu (agar Engkau menolongku), dengan penuh harap dan takut pada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan tempat berlari dari azabMu, kecuali hanya kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan dan aku beriman kepada Nabi-Mu yang Engkau utus." (HR. Bukhari Muslim
Atau yang  lebih singkat 

بِاسْمِكَ اللّهُمَّ أَحْيَاوَأَمُوتُ

Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati
Setelah bangun, membaca

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

Segala puji bagi Allah yang menghidupkan aku kembali setelah mematikan aku dan kepada Allah akan bangkit

Demikian seseorang hendaknya berwudhu sebelum tidur, dengan  ber-istisnaq (menghirup air dalam hidung) dapat mencegah timbulnya penyakit dalam hidung. Dengan mencuci kedua tangan  dapat menjaga kebersihan tangan,  juga bisa menjaga kebersihan kulit wajah bila  rajin berwudhu. Selain itu juga bisa menjaga kebersihan daun telinga dan telapak kaki, artinya dengan sering berwudhu dapat menjaga kesehatan tubuh disamping bernilai ibadah yang diperintahkan syariat. Wallahua’lam, mr-mei2013 
----------
*1. Muka yang bersih akan  mencerahkan kulit wajah. Wudhu dapat mencerahkan kulit wajah karena kinerja wudhu ini menghilangkan dalam kulit. Kotoran-kotoran yang menempel pada kulit wajah  akan senantiasa hilang dan tentunya wajah akan menjadi cerah dan bersih.

Uban dicabut apa digunting



Uban dicabut apa digunting

Dalam salah satu hadist, Rasulullah Saw bersabda ““ Wahai hamba Allah Swt, berobatlah, maka sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali menu­runkan bersamanya penyembuahan (obat), kecuali satu penyakit, mereka bertanya: apa itu ? Beliau menjawab : yaitu kepikunan.” HR. Ahmad. Sabda lainnya “ Berobatlah, dan janganlah berobat dengan yang haram.” HR. Abu Daud
Itu maksdunya bahwa manusia tidak bisa melawan waktu, usia terus berjalan bertambah, menua dan pikun. Ditandai dengan bermunculannya rambut putih, uban begitu orang menyebutnya. Fase ini akan dilwati seseorang dalam kehidupannya, seperti disampaikan dalam Qs 30 : 54.




Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa, Qs Arrum : 54.

Tidak semua orang mau mensyukuri nikmat uban, nikmat telah diberi kesehatan dengan usia yang panjang,  nikmat telah mendapat peringatan, tanda-tanda tua dst. Malah sengaja untuk menghilangkannya karena malu dalam pergaulan, tidak percaya diri, merasa sudah tua dst, sehingga berupaya untuk menghilangkannya, mencabutnya*1 atau menyemirnya, bahkan ada yang menyambungnya atau menggunakan rambut palsu.*2  Bagi kaum muslimin tentu saja ada syariat yang mengaturnya, dan wajib baginya untuk mengikutinya, seperti yang disampaikan Imam Syafi’i “ 

أجمع المسلمون على أن من استبان له سنة عن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم لم يحل له أن يدعها لقول أحد

Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang lainnya.” 

Dalam syariat,  uban dikatakan juga sebagai cahaya bagi seorang muslim,  dihitung sebagai suatu kebaikan dan meninggikan derajat seseorang, karenanya mencabut uban termasuk hal yang dilarang. dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الشيب نور المؤمن لا يشيب رجل شيبة في الإسلام إلا كانت له بكل شيبة حسنة و رفع بها درجة

Uban adalah cahaya bagi seorang mukmin. Tidaklah seseorang beruban –walaupun sehelai- dalam Islam melainkan setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan meninggikan derajatnya.” (HR. Al Baihaqi
Sabdanya yang lain, Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:

لا تنتفوا الشيب فإنه نور يوم القيامة ومن شاب شيبة في الإسلام كتب له بها حسنة وحط عنه بها خطيئة ورفع له بها درجة

 Janganlah mencabut uban karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa saja yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, maka dengan uban itu akan dicatat baginya satu kebaikan, dengan uban itu akan dihapuskan satu kesalahan, juga dengannya akan ditinggikan satu derajat.” (HR. Ibnu Hibban
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang memiliki sehelai uban, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.” HR. Abu Daud 4204



Karenyanya rugilah bagi seseorang yang mencabut ubannya, karena itu berarti ia akan cahaya pada hari kiamat nanti. Dari Fudholah bin ‘Ubaid, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 Barangsiapa memiliki sehelai uban di jalan Allah (dia muslim), maka uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat.” Kemudian ada seseorang yang berkata ketika disebutkan hal ini: “Orang-orang pada mencabut ubannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Siapa saja yang mau, silahkan dia hilangkan cahayanya (baginya di hari kiamat).” (HR. Ahmad 23952,

Dari beberapa hadist tersebut di atas, jelaslah bahwa uban seseorang adalah nikmat yang patut disyukuri, karena memiliki keutamaan bila tetap dibiarkan tanpa mencabutnya atau mengguntingnya. Dan mencabut atau mengguntingnya  adalah perkara yang dilarang*3. sebagian ulama mengatakan makruh. Namun bagi  seorang muslim yang ingin selalu mengikuti syariat Islam yang dicontohkan Rasulnya, Muhammad Saw, tetaplah menjaga ubannya, dengan tidak mencabut atau menggungtingnya. Dengan demikian  dia akan mendapat tiga keutamaan, yaitu  Allah akan mencatatnya kebaikan, dan menghapuskan kesalahan serta akan meninggikan derajat seorang muslim karena uban yang dia jaga di dunia. Wallahu’alam, mr-mei2013
--------
*1. Dari segi kesehatan, uban yang muncul sebaiknya memang tidak dicabut, karena bisa merusak folikel, saraf-saraf dan juga akar rambut. Jika akar rambut ini rusak nantinya dapat memicu terjadinya infeksi. Selain itu kebiasaan mencabut uban juga bisa membuat rambut menjadi tipis yang menyebabkan rambut uban akan terlihat lebih banyak, meskipun sebenarnya jumlah uban yang muncul di rambut itu tetap.
*2. Lihat, Muchroji M Ahmad, - Hair extension-menyambung rambut, kumpulan Nop 2012.
*3. Kecuali di semir, diperbolehkan dengan warna selain hitam, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam juga telah mengabarkan bahwa pada akhir zaman nanti akan muncul suatu kaum yang bersemir dengan warna hitam. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. (Atau sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam) [Mungkin yang Syaikh maksud di sini adalah hadist :
 Pada akhir zaman nanti akan muncul suatu kaum yang bersemir dengan warna hitam seperti tembolok merpati. Mereka itu tidak akan mencium bau surga.” (HR. Abu Dawud dan selainnya, dishahihkan oleh al-Albani) ]
'


Sepertiga malam



Sepertiga malam





Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Qs 17:79

Rasulullah Muhammad Saw, memberi keteladanan dengan semasa hidupnya selalu melaksanakan sholat tahajjud, sholat yang dilakukan tengah malam, lebih afdhol dikerjakan seperti tiga malam. Mengandung banyak hikmah al:

1. Masuk surga dengan selamat
Abdullah Ibn Muslin berkata “kalimat yang pertama kali ku dengar dari Rasulullah Saw saat itu adalah, “Hai sekalian manusia! Sebarkanlah salam, bagikanlah makanan, sambunglah silaturahmi, tegakkan lah shalat malam saat manusia lainnya sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah).

2. berada di dalam taman-taman surga
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman surga dan di mata air-mata air, seraya mengambil apa yang Allah berikan kepada mereka. Sebelumnya mereka adalah telah berbuat baik sebelumnya (di dunia), mereka adalah orang-orang yang sedikit tidurnya di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah).” (QS. Az Zariyat: 15-18)

3. penebus perbuatan buruk,
Salman Al Farisi berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Dirikanlah shalat malam, karena sesungguhnya shalat malam itu adalah kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu, (shalat malam dapat) mendekatkan kamu kepada tuhanmu, (shalat malam adalah) sebagai penebus perbuatan buruk, mencegah berbuat dosa, dan menghindarkan diri dari penyakit yang menyerang tubuh.” (HR. Ahmad)

4. di muliakan
Rasulullah Saw bersabda, “Jibril mendatangiku dan berkata, “Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, karena engkau akan mati, cintailah orang yang engkau suka, karena engkau akan berpisah dengannya, lakukanlah apa keinginanmu, engkau akan mendapatkan balasannya, ketahuilah bahwa sesungguhnya kemuliaan seorang muslim adalah shalat waktu malam dan ketidakbutuhannya di muliakan orang lain.” (HR. Al Baihaqi)
5. Mendapatkan rahmat

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Semoga Allah merahmati laki-laki yang bangun malam, lalu melaksanakan shalat dan membangunkan istrinya. Jika sang istri menolak, ia memercikkan air di wajahnya. Juga, merahmati perempuan yang bangun malam, lalu shalat dan membangunkan suaminya. Jika sang suami menolak, ia memercikkan air di wajahnya.” (HR. Abu Daud)

6. kebaikan dunia dan akhirat
 “Dari Jabir berkata, bahwa nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya di malam hari , ada satu saat yang ketika seorang muslim meminta kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah memberinya, Itu berlangsung setiap malam.” (HR. Muslim)
7. Penghapus dosa
Dari Abu Umamah al-Bahili berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Lakukanlah Qiyamul Lail, karena itu kebiasaan orang saleh sebelum kalian, bentuk taqarub, penghapus dosa, dan penghalang berbuat salah.” (HR. At-Tirmidzi)

8. mengangkat kamu ke tempat yang terpuji
 “Dan pada sebagian malam bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’:79)

9. Pelepas ikatan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setan akan mengikat kepala seseorang yang sedang tidur dengan ikatan, menyebabkan kamu tidur dengan cukup lama. Apabila seseorang itu bangkit seraya menyebut nama Allah, maka terlepaslah ikatan pertama, apabila ia berwudhu maka akan terbukalah ikatan kedua, apabila di shalat akan terbukalah ikatan semuanya. 

10. didengar doanya
Amru Ibn ‘Abasah berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah! Malam apakah yang paling di dengar?”, Rasulullah Saw menjawab, “Tengah malam terakhir, maka shalat lah sebanyak yang engkau inginkan, sesungguhnya shalat waktu tersebut adalah maktubah masyudah (waktu yang apabila bermunajat maka Allah menyaksikannya dan apabila berdoa maka didengar doanya)” (HR. Abu Daud)

11. pengusir penyakit ‘
“Hendaklah kalian bangun malam. Sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian. Wahana pendekatan diri pada Allah Swt, penghapus dosa, dan pengusir penyakit dari dalam tubuh.” (HR. At-Tarmidzi)

Ragu dalam sholat



Ragu dalam sholat

Seseorang tidak pernah luput dari lupa,  seperti halnya juga ia tidak pernah luput dari keragu-raguan.  Sering kali hal itu menyelimutinya, yang membuatnya ragu untuk menentukan sikap,  bukan hanya dalam keseharian berusaha, juga dalam beribadah, dalam hal ini yang terakhirlah yang akan dikemukakan, walaupun yang lainnya tetap disinggung dalam porsi yang kecil.

Menjelang magrib seseorang berwudhu dan sholat magrib, ketika waktu Isa’  tiba, ia mau sholat tapi ragu, apakah wudhunya tadi sudah batal atau belum. Atau
disaat ia melaksanakan sholat, baik dalam keadaan sholat, maupun sudah selesai salam, timbul rasa keraguan . Keraguan tersebut bisa berupa lupa jumlah raka`at yang telah dikerjakan (tertambah ataupun terkurangi), lupa tasyahhud awal, ragu saat sholat sedang berada di raka`at keberapa dan lain sebagainya. 

Dalam keadaan seperti ini, jangan bingung apalagi mengada-adakan sesuatu ataupun mengarang-ngarangnya. Dalam hal wudhu di atas  misalnya, kalau ia yakin belum batal wudhunya  karena memang belum buang angin maka tetaplah berpegang kepada keyakinan itu. Tapi bila ia ragu, maka berwudhulah, karena belum batal wudhu tidak bisa dipastikan dengan keragu-raguan. Atau saat ia sholatia ragu  apakah sudah tiga rakaat atau empat rakaat, maka yang dianggap adalah tiga rakaat karena yang tiga rakaat itu yang yakin, sedang yang empat rakaat belum tentu dan untuk mencapai empat rakaat ia menambah satu rakaat lagi, dalam hal ini yang tiga rakaat merupakan yang di yakini.

Kaedah  fiqihnya
وترجع الأحكام لليقين
فلا يزيل الشك لليقين
Hukum merujuk pada yang yakin,
Karenanya yang yakin tidak bisa dihilangkan dengan sekedar keraguan
Dalil kaedahnya dikemukakan dari firman Allah Swt  Qs Yunus : 36

وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 36)
Firman Allah SWT, lainnya Qs An Najm : 28

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.” (QS. An Najm: 28).
dari ‘Abdullah bin Zaid , ia pernah mengadukan pada Nabi Saw mengenai seseorang yang biasa merasakan sesuatu dalam shalatnya. Rasullah Saw bersabda,

لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

Janganlah berpaling hingga ia mendengar suara atau mendapati bau.” HR. Bukhari dan Muslim 

Imam Nawawi rahimahullah berkata mengenai hadits di atas,
مَعْنَاهُ يَعْلَم وُجُود أَحَدهمَا وَلَا يُشْتَرَط السَّمَاع وَالشَّمّ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ . وَهَذَا الْحَدِيث أَصْل مِنْ أُصُول الْإِسْلَام وَقَاعِدَة عَظِيمَة مِنْ قَوَاعِد الْفِقْه ، وَهِيَ أَنَّ الْأَشْيَاء يُحْكَم بِبَقَائِهَا عَلَى أُصُولهَا حَتَّى يُتَيَقَّن خِلَاف ذَلِكَ . وَلَا يَضُرّ الشَّكّ الطَّارِئ عَلَيْهَا

Makna hadits tersebut adalah ia boleh berpaling sampai ia menemukan adanya suara atau mencium bau, dan tidak mesti ia mendapati kedua-duanya sekaligus sebagaimana hal ini disepakati oleh para ulama kaum muslimin (ijma’). Hadits ini menjadi landasan suatu kaedah dalam Islam dan menjadi kaedah fikih, yaitu sesuatu tetap seperti aslinya sampai datang suatu yang yakin yang menyelisihinya. Jika ada ragu-ragu yang datang tiba-tiba, maka tidak membahayakan.”
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

كُلُّ احْتِمَالٍ لَا يَسْتَنِدُ إلَى أَمَارَةٍ شَرْعِيَّةٍ لَمْ يُلْتَفَتْ إلَيْهِ

“Setiap yang masih mengandung sangkaan (keraguan) yang tidak ada patokan syar’i sebagai pegangan, maka tidak perlu diperhatikan.”
Yang dimaksud ragu-ragu dalam kaedah di atas adalah keadaan yang tidak bisa menguatkan salah satu dari beberapa pilihan. Sedangkan yang dimaksud yakin adalah ketenangan hati dan adanya pengetahuan (ilmu).
Adapun maksud kaedah adalah hukum itu merujuk pada yang yakin. Jika datang keraguan, sedangkan sebelumnya masih ada yang yakin, maka tidak boleh berpaling pada yang ragu tersebut dan tetap berpegang pada yang yakin. Maksudnya yang meyakinkan tidak bisa diangkat hukumnya kecuali dengan bukti nyata bukan semata-mata keraguan. Sehingga apabila muncul keraguan maka ia harus kembali pada yang diyakininya sebelum keraguan itu muncul.
Sebagai contoh

1.     seseorang telah berwudhu kemudian Dia ragu-ragu, apakah sudah batal atau belum, maka Dia dianggap masih mempunyai wudhu, karena mempunyai wudhu itu yang yakin, sedangkan yang berhadas masih diragukan

2.    seseorang ragu-ragu dalam shalat, berapa rakaat yang ia lakukan maka yang yakin adalah rakaat yang paling sedikit, karena yang paling sedikit itu yang yakin sedang yang paling banyak itu yang diragu-ragukan.

Sabda Rasulullah Saw “Apabila salah seorang diantara kalian ragu dalam mengerjakan shalat,tidak tahu berapa rakaat yang telah dikerjakan tiga atau empat rakaat, maka buanglah keragu-raguan itu dan berpeganglah kepada apa yang diyakini (yang paling sedikit)”. (H.R. Thurmuzhi dari Abdurrahman)

3.    Siapa yang hadas-buang angin- menjelang subuh, kemudia ia ragu-ragu setelah itu apakah ia sudah bersuci ataukah belum, maka kembali pada keadaan pertama yaitu ia dalam keadaan hadats. Jadinya ia harus berwudhu. Karena keadaan awal itulah keadaan yang yakin dan tidak bisa dikalahkan dengan hanya sekedar ragu-ragu.

4.     Siapa saja yang dmenjelang matahari tenggelam telah berbuka puasa, padahal ia masih ragu, apakah matahari sudah tenggelan apa belum,  maka batal puasanya. Karena yang yakin adalah matahari belum tenggelam dan yakin tersebut tidak bisa dihilangkan dengan sekedar ragu-ragu

5.    Seseorang membeli air dan mengklaim setelah itu bahwa air tersebut dikatakannya najis. Lalu si penjual mengingkarinya. Maka yang jadi pegangan adalah perkataan si penjual. Karena hukum asal air -inilah hukum yakinnya- adalah suci, tidak bisa dihilangkan dengan ragu-ragu

6.     Jika seseorang bepergian jauh ke suatu negeri dan tidak lagi didengar kabarnya dalam jangka waktu yang lama. Lalu muncul keraguan apakah ia masih hidup. Padahal tidak ada berita yang menunjukkan kematiannya, artinya belum datang suatu yang yakin. Maka tidak boleh ia dinyatakan mati sampai datang berita yang pasti (yang yakin). Sehingga ahli waris tidak bisa begitu saja membagi hartanya sebagai warisan sampai yakin akan kematiannya.

7.    Jika seseorang yakin di pakaiannya terdapat najis, namun tidak diketahui manakah tempatnya, maka dalam rangka kehati-hatian, ia menggosok seluruh bagian dari pakaiannya. Karena keraguan tidak bisa menghilangkan yang yakin.

8.    Tidak wajib bagi pembeli menanyakan kepada penjual mengenai barang dagangannya apakah barang tersebut miliknya atau bukan, atau barang tersebut barang curian ataukah bukan. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَالْأَصْلُ فِيمَا بِيَدِ الْمُسْلِمِ أَنْ يَكُونَ مِلْكًا لَهُ
             Hukum asal segala sesuatu di tangan seorang muslim adalah miliknya
              Inilah hukum asalnya dan inilah yang yakin. Yang yakin ini tidak bisa  
             dikalahkan dengan sekedar keragu-raguan.
9.    Kehati-hatian dalam rangka ragu-ragu dalam masalah menilai suatu air, bukanlah hal yang disunnahkan (dianjurkan) bahkan tidak disunnahkan sama sekali untuk menanyakannya. Bahkan yang dianjurkan adalah membangun perkara di atas hukum asal yaitu suci. Jika ada indikasi yang menunjukkan najis, barulah dikatakan najis. Jika tidak, maka tidak perlu sampai dianjurkan untuk menjauhi penggunaan air tersebut cuma atas dasar sangkaan. Namun jika telah sampai hukum yakin, maka ini masalah lain lagi.

Demikian beberapa keterangan singkat dan contoh tentang beberapa keraguan, untuk bisa menetapkan berbagai macam keraguan dalam keseharian, perlu berpatokan pada kaedah keraguan, insya Allah akan dioretkan dalam lembaran lain. Wallahu’alam, mr-mei2013

------
Refferens

Mubarok Jaih, Kaidah Fiqh (sejarah dan kaidah-kaidah asasi), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2002.

Djazuli, kaidah-kaidah fikih, kaidah-kaidah hukum islam dalam menylesaikan masalah-masalah yang praktis,cet.1, (Jakarta :kencana, 2006)

Usman Muclis, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan fiqhiyah (pedoman dasar dalam istinbath hokum islam), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2002

Asjmuni A. Rahman, Kaidah-kaidah Fiqih (Qawai’idul Fiqhiyyah), Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh: Sejarah dan Kidah Asasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2002.