Senin, 05 Mei 2014

Ketika istri Aktif organisasi



      Ketika istri Aktif organisasi


Ketika istri minta ijin untuk aktif di Aisyiyah, saya dengan sadar mengijinkannya. Tentu saja ijin yang saya maksudkan adalah dengan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai istri, bagi suami, anak-anak, dan orang tua tentunya. Karena bagaimanapun juga tugas utama seorang istri di dalam keluarga adalah  mengurus suami dan anaknya. Yang dalam kesehariannya, sebagai istri ia harus bersikap patuh, taat,  serta senantiasa hormat, dengan kecintaannya yang tulus, baik di hadapan suami maupun di kala suami berada di tempat yang jauh. Bukan hanya itu, ia juga senantiasa berusaha untuk tetap  menarik sebagai  tambatan hati bagi suaminya. menjadi pelipur lara di kala suami menghadapi kesusahan, menjadi penenang hatinya di kala gelisah, dan menimbulkan harapan di saat suami berputus asa. 


“Sebaik-baik istri adalah yang dapat menyenangkan hatimu bila kamu melihatnya, taat kepadamu bila kamu suruh, serta dapat menjaga kehormatan dirinya dan hartamu, di kala kamu sedang tidak di rumah.” HR ath-Thabrani.
 Sedang  keaktipannya di luar rumah saya pandang sebagai  tanggung jawabnya terhadap sesama, terhadap lignkungannya, sebagai kholifah fil ardi, sama halnya dengan suami atau orang laki-laki. Siapa saja yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS an-Nahl: 97)
 “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS at-Taubah: 71)



 Apabila istri-istrimu minta izin kepadamu pergi ke masjid, maka izinkanlah.” (HR al-Jamaah kecuali Ibnu Majah) namun tetap perlu diingat ‘Janganlah kamu menghalang-halangi perempuan-perempuan ke masjid-masjid Allah. Dan hendaklah mereka keluar tanpa dengan bau-bau yang harum.” (HR Ahmad dan Abu Daud), “Janganlah kamu menghalang-halangi para wanita keluar pergi ke masjid, sedangkan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud) “Sebaik-baik masjid bagi perempuan ialah ruang dalam dari rumah mereka.” (HR Ahmad)

Demikian bagian alasan kenapa kemudian saya mengijinkannya untuk aktif di luar rumah, di Aisyiyah dan kemudian berlanjut di TB Care Aisyiyah. Karena kegiatan tersebut merupakan bagian kewajiban yang harus diambil perannya. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran (3): 104) Amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai amal usaha tersebut, merupakan sebagian dari berbagai bentuk ajaran Agama Islam yang dikategorikan sebagai perbuatan yang dihukumi fardlu kifayah.

Di sisi lain karena juga anak-anak sudah besar, sudah tidak lagi perlu mendapat perhatian khusus seperti sebelumnya ketika masih kanak-kanak. Kini mereka sudah besar, sedikit banyak sudah bisa mengurus diri sendiri, sudah  bisa masak sendiri untuk keperluan makannya saat perut terasa lapar, setidaknya mereka sudah bisa masak mie atau goreng telor. Waktu yang senggang itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sesama, berbagi yang bermakna, dalam beberapa slogan yang sering saya tulis “ berbuatlah walaupun kecil, bukankah pohon yang besar itu berasal dari yang kecil”
Namun yang tetap menjadi catatan adalah bahwa kegiatan tersebut tidak kemudian meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri. Itu lebih utama dan harus mendapatkan prioritas sebelum meluangkan waktu aktif di luar rumah-berorganisasi, atau kegiatan lain semacamnya. Karena bagaimanapun juga kalau kembali kepada fitrahnya sebagai istri dapat dikatakan keridhaan suami dapat mengantarkan istri ke surga. 
Dan anak-anak tetap perlu mendapat bimbingan, tidak lantas lupa karena keatipannya di luar rumah. ) Sabda Nabi SAW, “Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah. Ibu-bapaknyalah yang menjadikan anak-anak itu menjadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HRBukhari dari Abu Hurairah) Oleh karena itu, suami dan istri mempunyai kewajiban yang sama dalam pengasuhan dan pendidikan anak sebagai amanah Allah yang diberikan kepada mereka berdua.

di sisi lain, seorang istri juga punya tanggung jawab kepada orang tua, menghormati orang tua sendiri dan orang tua suami adalah kewajiban utama yang dipikulkan kepda setiap wanita Islam. Allah berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemelharaanmu, maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan ”ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS al-Isra’ (17): 23-24)

Kiamat masih lama



Kiamat masih lama

Para mufasyirin banyak yang berpendapat bahwa Qs Al-Isyra ayat 1, ditafsirkan sebagai negeri syam, didalamnya termasuk Palestina, suriah, Yordania dan Lebanon. Disampaikan oleh Rasulullah Muhammad Saw, bahwa negeri tersebut adalah pilihan Allah SWT dengan penduduknya orang-orang pilihan, di pertempuran akhir zaman nanti, orang muslim minta untuk bergabung ke sana. Hal sesuai sabda nabi “hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abdullah bin Hawalah. ““Nanti akan dibariskan bala tentara. Tentara di Syam, tentara di Yaman dan tentara di Irak. Ibnu Hawalah berkata:”Pilihkan untuk saya ya Rasulallah jika saya menemukan hal itu” beliau menjawab: ‘Pergilah kamu ke Syam karena sesungguhnya ia adalah pilihan Allah SWT,  dan penduduknya adalah hamba-hamba-Nya yang pilihan”.

Akhir-akhir ini, negeri tersebut banyak terjadi kemelut kekuasaan, negeri dimana terjadi gejolak peperangan. Jika memang negeri pilihan Allah SWT, kenapa sering kali perebutan kekuasaan. Jika memang negeri pilihan Allah SWT kenapa perang salib, berkali-kali terjadi di syam. Jika memang negeri pilihan Allah SWT kenapa saat ini di suriah  bergejolak, saling membunuh sesamanya, sesama orang-orang suriah yang muslim. Jika memang negeri pilihan Allah SWT kenapa selama 40 mereka dikekang oleh Rezim Hafez Assad. Begitu mendapat gantinya, anaknya (Bashar), kondisinya tidak lebih baik. 

Kesemuanya menandakan bahwa kiamat masih lama, jangankan kiamat yang namanya perang akhir zaman saja belum tahu kapan datangnya. Karena menurut mufassirin saat itu orang-orang muslim minta bergabung ke sana. Saat ini justru sebaliknya, lari dan keluar dari sana.

Masih ada duafa



              Masih ada duafa

Saat ngobrol santai di rumah, istri cerita mengenai teman-teman sepengajiannya yang  ingin melaksanakan umroh.  Katakan saja salah satunya adalah ibu goniati, yang  diberikan Allah SWT kecukupan harta, katanya ia berangkat karena anak-anaknya sudah besar-besar dan mandiri, sudah tidak tergantung lagi  kepadanya , dan baginya tidak ada lagi tanggung jawab  yang memberatkan, sehingga ia ingin melaksanakan umroh sekaligus pelesiaran ke beberapa tempat dengan biaya enam puluh jutaan rupiah. Sesuatu biaya yang cukup mahal, melebihi biaya haji reguler yang berkisaran tiga puluhan juta rupiah. Spontan saya bilang bukan sudah tidak ada tanggung jawab lagi, kan masih ada tetangga, masih banyak anak yatim dan orang-orang terlantar lainnya, du’afa misalnya yang bertebaran di negeri yang katanya terkebelakang ini.

Di media indonesia kolom editorial, edisi  sabtu 22 maret 2014, ada kisah kaum papa  yang perlu mendapat simpati dan perhatian. Dituliskan bahwa  aisyah tinggal di gerobak beca dengan ayahnya-nawawi,  yang sakit paru-paru. Aisyah hidup di gerobak beca bersama ayahnya yang tergolek lemah. Ia setiap hari berpindah-pindah tempat dengan harapan ada yang berbelas kasihan untuk menyambung hidupnya- membeli makanan dan obat warungan ayahnya. 

Aisyah tidak sekolah lagi, keinginannya untuk menjadi cerdas dan hidup lebih baik sudah pupus ditinggalkan, demi merawat sang ayahnya. Meski hidup dalam penderitaan, ia tak mau menunjukkan raut kesedihan. Aisyah bocah yang amat tegar,  ia terus memelihara harap­an. Ia tetap ingin ayahnya sembuh dan bisa bersekolah kembali.
Membaca kisahnya menjadi miris menyaksikan kehidupan Aisyah dan ayahnya, dan Aisyah hanyalah satu dari begitu banyak fakir miskin dan anak telantar yang semestinya menjadi tanggung jawab bersama. Data statistik terakhir menunjukkan sedikitnya 5 juta anak masih hidup telantar di negeri ini di tengah-tengah bolbil mewah berseliweran.

Kisah yang dialami Aisyah menunjukkan kepada umat yang diberikan kelebihan rezeki  akan  kondisi paling nyata dari derita anak-anak telantar dan fakir miskin tersebut, dan ditanggnya ada tanggung jawab.  Kisah Aisyah juga menunjukkan kepada sisi kualitatif dari jutaan angka bisu kemiskinan dan ketelantaran. Pasti banyak anak telantar dan fakir miskin yang kondisinya lebih parah daripada Aisyah yang belum terungkap. Dan semua merupakan tanggung jawab bersama, bukankah kecukupan rezeki yang diberikan Allah SWT tersebut ada bagian untuknya. Nah disinilah letak korelasinya.
Seseorang yang diberikan rezeki yang cukup*1, tidaklah lantas ia bebas menggunakannya menurut keinginannya semata. Meskipun tanggung jawab utama keluarganya sudah tuntas, terselesaikan. Anak-anaknya sudah besar, mandiri dan kecupan harta pula. Karena masih banyak tanggung jawab yang menjadi kewajibannya, kaun duafa-fakir miskin *2 dst. dalam syariat  peduli kepada sesama merupakan bagian dari ajaran Islam. Pribadi-pribadi muslim yang dipenuhi rasa simpati dan empati kepada orang lain lebih dicintai oleh Allah SWT. Sebaliknya, mereka yang bersifat sombong akan hartanya dan individualis mendapat akan mendapat murka-Nya.
Allah SWT berfirman Qs 28:77




Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qs Al Qashas 77.

Dalam surah tersebut kata berbuat baik mengandung banyak makna, salah satunya adalah peduli. Peduli dalam bentuk berbagi atau memberikan kelebihan rezeki kepada orang lain,  berupa sedekah dan zakat. Jika bersedekah itu bersifat anjuran, sedangkan zakat itu wajib sebagai tanda menyucikan hartanya.


Allah SWT telah menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi siapa saja yang peduli. Firman Allah SWT Qs 2: 261



 Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Qs Al-Baqarah: 261
Rasulullah SAW sendiri termasuk orang yang paling peduli pada sesama. Hingga kepada keponakannya, Ali bin Abi Thalib, beliau memberikan wasiat : ”Wahai Ali! Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lain” (HR. Bukhari).
Siapa saja yang perlu dipedulikan, Allah SWT berfirman  Qs  9 :60




Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, QS. At Taubah: 60

 Begitu halnya dengan tanggung jawab dengan  anak yatim, seperti sabda asulullah Saw "Sebaik-baik rumah tangga muslim ialah yang di dalamnya ada anak yatim yang dilayani dengan baik" (H.R. Ibnu Majah)
Maka terhadap anak yatim maka janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap   pengemis janganlah menghardik”.{QS.  Ad-Dhuha : 9 – 10 )
Semoga saja siapa saja-ummat,  selalu peduli terhadap fakir-miskin, juga kepada anak-anak yatim, sehingga tidak termasuk golongan yang mendustakan agma, seperti yang difirman dalam Qs : Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak  yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin “{QS. Al-ma’un : 1-3}

----------------muchroji m ahmad
*1. Kecukupan yang dimaksud adalah kecukupan pada kebutuhan primer, yaitu makan, minum, tempat tinggal, termasuk segala yang mesti ia penuhi tanpa bersifat boros atau tanpa keterbatasan. Kebutuhan yang dimaksud di sini adalah baik kebutuhan dirinya sendiri dan orang-orang yang ia tanggung nafkahnya.
*2. Fakir miskin, secara singkat dapat dikatakan bahwa fakir itu tidak mempunya pekerjaan dan berpenghasilan, sedang ia membutuhkan biaya hidup. Sedang miskin, punya pekerjaan tetapi tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya, meskipun hanya sekedar untuk makan saja. Dia adalah orang yang tidak memiliki kekayaan yang bisa mencukupi kebutuhannya. Keadaannya tidak diketahui sehingga ada yang memberinya sedekah, sedangkan ia sama sekali tidak meminta-minta kepada orang lain.” (Muttafaq ‘alaih)

Mengabaikan Shalat



Mengabaikan Shalat 

Di pagi yang masih bening, di duapuluh lima maret 2014 ada cerita yang menggelitik  bagi saya, karena diriwayahkan bahwa seseorang terpaksa meninggalkan sholat karena suatu urusan. Yang timbul di benak adalah bahwa ia lebih takut akan urusannya dibanding Alloh SWT yang memerintahkannya sholat, dengan kata lain karena suatu urusan ia berani meninggalkan sholat. Yang menarik lagi adalah alasannya, ia meninggalkan sholat dengan dosanya menjadi tanggungan yang punya urusan dengannya. Menariknya ia lebih takut kepada yang punya urusan dengannya dibanding dengan Alloh SWT, sampai-sampai berani meninggalkan sholat. Sementara tidak ada alasan lain yang mendukungnya, kerena sarana yang dibutuhkan ada, seperti tempat sholat, air untuk wudhu dan begitu juga waktunya, jadi karena semata-mata ngobrol suatu urusan.
Padahal menyia-nyiakan sholat saja-bukan meninggalkannya, tepi mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya termasuk yang merugi, kalau tidak ingin dikatakan celaka. Mereka disebut orang-orang yang shalat, tapi ketika mereka meremehkan dan mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya, baginya adalah  “wail”, adzab yang berat. Ada juga yang mengatakan bahwa wail adalah sebuah lembah di nerakan Jahannam. Jika gunung-gunung yang ada di dunia ini dimasukkan ke sana, niscaya akan meleleh semuanya karena sangat panasnya. Itulah tempat bagi orang-orang yang meremehkan shalat dan mengakhirkannya dari waktunya.
Alloh SWT berfirman,  Qs 63:9



Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Alloh. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Al Munafiqun 9

Demikian terhadap orang yang lalai-mengakhirkan sholatnya, apalagi sampai meninggalkannya, Alloh SWT berfirman dalam Qs  Maryam 19 : 59




Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, [Qs 19:59]

Tentu yang dimaksud di sini  adalah shalat lima waktu,  meninggalkan sholatnya karena  disibukkan oleh harta perniagaannya,  kehidupan dunianya, sawah ladangnya, urusan pekerjaannya dan anak-anaknya dari mengerjakan. Padahal amalan sholat termasuk yang pertama diperiksa, Sabra Rosululloh Saw, “Amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat dari seorang hamba adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka telah sukses dan beruntunglah ia. Sebaliknya, jika rusak, sungguh telah gagal dan merugilah ia.” HR Al Baihaqi
Sabada Rosululloh lainnya :
“Sesungguhnya ikatan (pembeda) antara kita dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka telah kafirlah ia.” HR Ahmad,
 “Batas antara seorang hamba dengan kekafirannya adalah meninggalkan shalat.” HR Muslim
, “Barangsiapa tdak mengerjakan shalat ‘Ashr, terhapuslah amalnya.” HR Al Bukhari no. 553)
Juga, “Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja, sungguh telah lepaslah jaminan dari Alloh.” HR Ahmad,
Alloh  SWT berfirman, “”Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian”. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.” (Al Mudatsir 42-48)

Semoga siapapun muslim tidak meninggalkan sholat karena urusan dunianya yang tidak ada alasan baginya untuk meninggalkan, kecuali yang dibolehkan karena ilat yang bisa dijama’, untuk ashar dengan magrib tidak bisa, sehingga tidak termasuk yang  dikumpulkan dengan empat orang itu karena ia telah menyibukkan diri dengan harta, kekuasaan, pangkat jabatan, dan perniagaan dari shalat. Jika ia disibukkan dengan hartanya, ia akan dikumpulkan bersma Qarun. Jika ia disibukkan dengan kekuasaannya, maka ia akan dikumpulkan dengan Fir’aun. Jika ia disibukkan dengan pangkat jabatannya, ia akan dikumpulkkan dengan  Haman, dan Jika ia disibukkan dengan perniagaannya, akan dikumpulkan bersama Ubai bin Khalaf, seorang pedagang kafir di Makkah saat itu.” Wallohu’alam. mr