Hati-hati dengan hutang
Hari ini kedatangan saudara, disamping dalam rangka
silaturrahim idul ditri 1435 H, ia juga menceritakan masalah hutang-piutang
yang sedang dihadapinya. Saya tentu tidak perlu menceritakan bentuk hutang
piutang yang bagaimana yang sedang dihadapinya. Hanya saja hutang merupakan
salah satu masalah yang harus mendapatkan perhatian, tidak boleh dipandang
main-main, karenanya syariat meminta untuk mencatatnya setiap kali kejadian.
Hutang juga yang membuat Rasulullah Saw, menunda menyolati mayat orang yang
meninggal, karena hutangnya belum diselesaikan, dan Rasululloh
Saw, meminta keluarganya untuk menyelesaikannya dahulu. Dan karena hutang juga
seseorang tertahan ketika akan masuk surga, bahkan orang tidak akan masuk surga
karena dosanya sama dengan durhaka kepada orang tua, ketika ia berhutang tapi
tidak punya niat untuk membayarnya. Meski ia mempunyai uang tapi tidak ada
niatan menyelesaikannya, dan itu memang disengaja dan sudah menjadi niat untuk
tidak melunasinya.
Seseorang memang sulit untuk bebas dari beban hutang,
karena sulitnya menghindar dari hubungan muamalah dengan sesamanya, salah
satunya adalah transaksi jual beli. Karena pada proses jual beli tidak selalu
dilakukan secara tunai, di saat seseorang tidak punya uang padahal ia sangat
membutuhkannya, maka iapun meminjam uang untuk bisa memenuhi kebutuhannya,
inilah yang kemudian disebut dengan utang. Namun sekali lagi hati-hati dengan
hutang. Rasulullah saw bersabda: “Berhati-hatilah
dalam berutang, sesungguhnya berutang itu suatu kesedihan pada malam hari dan
kerendahan diri (kehinaan) pada siang hari ” (HR. Baihaki)
Namun apabila manusia yang berutang tidak mau
memperhatikan atau tidak mau membayarnya, maka hal itu akan membawa keburukan
bagi dirinya, apalagi dalam kehidupan di akhirat nanti. Hal ini karena utang
yang tidak dibayar akan mengurangi nilai kebaikan seseorang yang dikakukannya
di dunia, kecuali bila ia memang tidak mempunyai kemampuan untuk membayarnya.
Rasulullah saw bersabda: “Utang itu ada dua macam, barangsiapa yang mati meninggalkan utang,
sedangkan ia berniat akan membayarnya, maka saya yang akan mengurusnya, dan
barangsiapa yang mati, sedangkan ia tidak berniat akan membayarnya, maka
pembayarannya akan diambil dari kebaikannya, karena di waktu itu tidak ada emas
dan perak ” (HR. Thabrani).
Mereka merupakan orang yang masuk dalam kategori
bangkrut, bukan karena miskin, bukan juga karena tidak sholat, tidak menunaikan
zakat atau pergi haji ke baitulloh, tapi karena tidak mau membayar hutang, yang oleh Rasululloh Saw,
diakhirat kelak akan dibayar dengan amal baiknya, sehingga ia tidak mempunyai
kebaikan lagi. Tahukah kalian siapa yang bangkrut itu, tanya Rasululloh Saw.
Lalu para sahabat kerkata ‘ bagi kami bangkrut itu ialah orang yang kehilangan
hartanya dan seluruh miliknya. Tidak kata Rasululloh Saw, yang bangkrut itu
ialah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala puasanya, pahala
zakatnya dan hajinya, tetapi ketika pahala-pahala itu ditimbang datanglah orang
mengadu’ ya Alloh dahulu orang ini pernah menuduhku berbuat sesuatu padahal aku
tidak pernah melakukannya. Kemudian Alloh SWT menyuruh orang yang mengadukannya
itu untuk membayar orang yang mengadu tersebut. kemudian datang orang lain lagi
yang mengadu ‘ ya Alloh SWT hakku pernah diambil dengan sewenang-wenang, lalu
Alloh SWT menyuruh lagi membayar dengan amal salehnya kepada orang yang mengadu
itu. Setelah itu datang lagi orang yang mengadu sampai seluruh pahala sholat,
haji dan puasanya itu habis dipakai untuk membayar orang yang pernah haknya
dirampas, yang pernah disakiti hatinya, yang pernah dituduh tanpa alasan yang
jelas. Semua ia bayarkan sampai tidak
ada yang tersisa lagi pahala amal salehnya. Tetapi orang yang mengadu ternyata
masih datang juga. Maka Alloh SWT
memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang
itu. Kata Rasululloh Saw selanjutnya ‘ itulah orang yang bangkrut di hari
kiamat, yaitu orang yang rajin beribadah tetapi dia tidak memiliki akhlak yang
baik. Dia merampas hak orang lain dan menyakiti hati mereka.
Ancaman Alloh SWT bagi yang berhutang tanpa niat
membayarnya bagaiman dosa durhaka kepada orang tua. Yang dosanya termasuk yang
tidak diampuni, sama halnya musyrik menyekutukan Alloh SWT. Jangan membenci orang tuamu, barang siapa yang
mengabaikan kedua orang tua, maka dia kafir. Hr. Muslim. Keridaan Alloh SWT
tergantung keridaan orang tua, dan murka Alloh SWT tergantung kepada murka kedua orang tua. Hr Al Hakim.
Terhapusnya semua amal yaitu syirik kepada Alloh SWT dan durhaka kepada orang
tua. Hr Tabrani. Sesungguhnya aroma surga itu tercium dari jarak perjalanan
seribu tahun, dan demi Alloh SWT tidak akan mendapatinya barang siapa yang
durhaka dan memutuskan silaturrahim. Hr. Tabrani.
Dari itu, jangan main-main dengan hutang piutang, bila
mempunyai rezeki segerakan untuk menyelesaikannya. Agar tidak terlalu lama
sehingga sayang untuk membayarnya, atau mengabaikannya untuk menundanya
kembali, atau lupa baik jumlah besarannya, atau justru lupa akan hutangnya itu.
Dengan menyegerakannya Alloh SWT akan menambah dan memudahkan rezeki
selanjutnya. Karena itupun tanda suatu syukur mendapatkan rezeki.
------------mr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar