Selasa, 30 September 2008

Khasiat Kurma Bagi Kesehatan

Khasiat Kurma Bagi Kesehatan










Kurma biasanya banyak ditemui di bulan Ramadan. Buah hitam manis asal negeri padang pasir Arab Saudi ini selain dikenal sebagai makanan kesukaan Nabi, ternyata juga menyimpan segudang manfaat bagi kesehatan tubuh.
  • Kurma efektif meningkatkan kadar trombosit bagi penderita demam berdarah.
  • Memperkuat daya tahan tubuh.
  • Meningkatkan stamina pria dan perempuan.
  • Mencegah pengeroposan tulang (oestoporosis).
  • Sumber energi bagi olahragawan atau pekerja berat.
  • Mempercepat penyembuhan dari sakit.
  • Sangat baik untuk nutrisi ibu hamil, menyusui, dan pada masa perencanaan kehamilan.
  • Baik untuk pertumbuhan tulang pada anak-anak.
  • Meningkatkan kadar sel darah dan mencegah anemia.
  • Melancarkan buang air besar.
  • Kurma adalah buah berkadar serat tinggi dan memiliki sejumlah vitamin serta mineral yang diperlukan tubuh manusia.
  • Juga memiliki kadar potasium tinggi, dua setengah kali lipat lebih banyak dari satu buah pisang.
  • Kurma dapat melindungi badan dari penumpukan kadar kolesterol.
  • Buah dengan kandungan bebas sodium, kolesterol, dan tanpa lemak.
  • Aman bagi penderita diabetes (bila tidak berlebihan).
  • Baik diberikan sebagai treatment batuk, sakit tenggorok, demam, diare, bronkitis, dan sakit perut.
  • Mencegah penyakit kanker dan jantung.
  • Penting untuk menjaga penglihatan dan mencegah kebutaan dan rabun senja.
  • Anak-anak dan perempuan dianjurkan untuk mengonsumsi kurma untuk menjaga pertumbuhan dan kekuatan tulang.

Kurma selain mudah didapatkan, juga berkhasiat untuk kesehatan.

Waspadai Penyakit Pasca Lebaran

Waspadai Penyakit Pasca Lebaran
Penulis : Purwanti










Setelah berpuasa sebulan penuh, akhirnya hari Lebaran tiba juga. Nikmatnya potongan ketupat dan opor ayam, kue-kue kering yang senantiasa memanggil untuk segera disantap, atau deretan gelas yang berisi minuman manis dan segar yang menunggu untuk diminum. Waspadalah, penyakit pasca Lebaran senantiasa mengintai Anda kapanpun, dimanapun.

Diare

Ini akibat dari pola makan yang tidak tertata apik saat Anda berpuasa, menu "balas dendam" yang dilancarkan saat berbuka bisa menjadi pemicunya. Terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tak sempat menyiapkan hidangan berbuka dirumah, hingga akhirnya memilih menu siap saji yang ada di pinggir jalan yang belum tentu terjamin kebersihan dan kehigienisan pembuatannya. Selain makanan, penyebab diare lainnya bisa jadi karena organ pencernaan yang belum siap menerima asupan makanan dan minuman yang jumlahny tidak sedikit. Maka, ketika Lebaran tiba perut langsung "dihantam" dengan banyaknya makanan yang terhidang di atas meja. Untuk menekan hal ini, sebaiknya Anda kembali menormalkan pola makan Anda seperti semula.

Batuk dan Radang Tenggorokan

Ketika Anda berbuka, apa yang pertama kali Anda pilih untuk segera membatalkan puasa Anda?. Sebagian besar Anda pasti menjawab es teh atau es buah dan gorang-gorengan. Nikmat memang, apalagi sebagai pengganjal perut sesaat menjelang makan besar. Namun justru inilah yang bisa jadi menjadi pemicu Anda terkena batuk atau radang tenggorokan. Terlalu banyak makan gorengan bisa mengiritasi tenggorokan sehingga menimbulkan lendir dan untuk mengeluarkan lendir tersebut secara refleks Anda akan batuk dan suara menjadi parau.

Maag

Bagi Anda yang memiliki penyakit ini, waspada terhadap makanan yang biasa terhidang di saat lebaran. Nikmatnya ketupat dengan opor ayam, atau sambal goreng ati dengan rendangnya yang gurih memang sayang untuk dilewatkan. Namun akibatnya, setelah terbiasa berpuasa selama 12 jam disiang hari Anda melancarkan misi balas dendam ketika lebaran akan membuat lambung Anda tak mampu mengolah makanan yang masuk.

Hipertensi

Bagi penderita hipertensi, perubahan pola makan saat lebaran bisa membuat lonjakan tekanan darah tak terhindarkan. Mereka tak bisa menghindari makanan yang asin dan berlemak. Kasus kejadian stroke akibat darah tinggi alias hipertensi setelah Ramadan biasanya meningkat. Sebaiknya, mulai saat ini atur pola makan sehat Anda agar tak ada halangan bagi Anda menikmati hari kemenangan.

Diabetes

Hidangan serba manis seperti kue-kue hidangan Lebaran, atau minuman segar dengan rasanya yang manis tentu tak dapat Anda hindari. Terlebih ketika sedang bersilaturahim kerumah teman maupun kerabat, tak ada makanan yang bisa Anda tolak tawarannya. Kurangi asupan makanan yang manis-manis, agar gula darah Anda terkontrol. Pilih juga makanan dengan kandungan karbohidrat kompleks, karena secara perlahan jenis karbohidrat ini diserap perlahan oleh tubuh, sehingga kadar gula darah dalam tubuh naik perlahan. Karbohidrat jenis ini juga mengandung banyak serat dan vitamin. Produk karbohidrat kompleks seperti yang terdapat pada nasi, roti, kentang, jagung, ubi, pasta, dan singkong. Namun tetap yang harus diingat adalah asupannya yang sesuai kebutuhan.

Sekedar Berbaju Baru

Sekedar Berbaju Baru

By Republika Contributor
Nak, Lebaran Tak Sekedar Berbaju Baru

Gema takbir menggema di semua sudut kota menyambut hari kemenangan di hari Idul Fitri. Dengan sarung dan mukena di tangan, terlihat sekumpulan orang menuju mesjid dan lapangan untuk menunaikan shalat Ied.

Anak-anak terlihat gembira dengan sepatu dan baju baru yang dibelikan orangtuanya. Bagi sebagian orang, membeli baju baru untuk hari Lebaran seolah menjadi kewajiban. Tak jarang, para orangtua bekerja lebih keras selama bulan puasa agar anak-anaknya bisa memakai baju baru saat Lebaran.

Padahal merayakan Idul Fitri bukan sekedar baju dan sepatu baru. Jangan sampai Lebaran hanya identik dengan segala sesuatu yang bersifat materi saja.

Lebaih banyak tekankan makna bulan Ramadhan kepada anak-anak terlebih dahulu, dibandingkan perayaan pada hari Lebaran. Sehingga ketika anak berpuasa di bulan Ramadhan, mereka lebih memfokuskan bagaimana melakukan ibadah terbaik, bukannya memikirkan pakaian baru dan lain-lain.

Pengamat sekaligus Pendidik Anak, Resti Margiasih Panitie mengatakan, orang tua juga sebaiknya perlu juga memberikan pemahaman ke anak-anak tentang arti lebaran apa adanya. Jelaskan bahwa lebaran itu tidak harus beli baju lebaran, terpenting selama bulan Ramadan berpuasa dan menjelang sholat Ied menunaikan zakat fitrah.

“Kemudian, untuk menambah pengalaman anak, orang tua bisa mengajak anaknya saat pembagian zakat untuk kaumfakir miskin dan anak yatim piatu menjelang menunaikan ibadah sholat Ied,” katanya.

Kegiatan menyaksikan peristiwa semacam dapat menumbuhkan rasa empati dan kepedulian sosial anak. Juga memberi pemahaman, masih banyak anak yang kurang beruntung. Sehingga anak bisa merasa bersyukur karena berada dalam keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan mereka.

Selanjutnya, sesudah melaksanakan sholat Idul Fitri, maka orangtua dapat mengajak anak untuk berkunjung ke tetangga dan sanak saudara. Misalnya, bersilaturahmi ke rumah kakek-nenek serta Om dan Tante. Dari pengalaman tersebut, diharapkan anak bisa belajar untuk menghormati terhadap orang yang lebih tua dan belajar tentang arti saling memaafkan. (ri)


Tips

  • Ajak anak untuk melakukan berbagai kegiatan bermanfaat di bulan Ramadhan seperti mengikuti pesantren Ramadhan atau berbuka puasa bersama anak yatim piatu di panti asuhan. Kegiatan tersebut akan memfokuskan anak pada ibadah puasa dan mencari pahala sebanyak-banyaknya.
  • Sebagian orangtua membelikan baju Lebaran dengan syarat tertentu, misalnya anak bisa berpuasa selama satu bulan penuh. Tak ada salahnya hal ini dilakukan sebagai pendorong semangat anak.Asalkan tetap memberi pengertian bahwa inti dari Idul Fitri ialahhati yang bersih.
  • Ajak anak-anak untuk bersilaturahmi dan bermaaf-maafan kepada tetangga dan sanak saudara. Hal itu akan mengajarkannya saling menghormati dan berjiwa besar untuk meminta dan memberi maaf, tidak hanya di hari Lebaran saja. (ri)

Ibadah

Ibadah

By Syafiq Basri
Hakikat Ibadah

Dikisahkan, pada malam-malam yang sepi dan hening -- sering dalam dinginnya kota Madinah yang menusuk tulang -- Nabi Muhammad SAW berdiri berjam-jam, menengadahkan tangan, rukuk, khusuk, dan bersujud lama sekali di hadapan ''Kekasih''-nya, Allah SWT. Akibatnya, bukan cuma mata Beliau yang memerah, tapi kakinya pun bengkak. Aisyah, istri Beliau, menyoal, buat apa semua itu. ''Bukankah Anda seorang yang ma'shum, yang sudah diampuni dosanya?'' tanya Aisyah.

Nabi menjawab singkat: Afalam akuunu abdan syakura.... Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur? Apa yang dilakukan Nabi SAW tersebut jelas merupakan contoh ibadah yang ideal. Ibadah yang didasarkan pada rasa cinta dan keikhlasan seorang hamba kepada penciptanya. Bukan amal karena ingin balasan surga, karena ibadah jenis itu adalah ibadahnya pedagang yang selalu berhitung ''untung-rugi''. Bukan pula karena takut kepada Allah, karena ibadah model ini, menurut Imam Ali bin Abi Thalib adalah ibadahnya budak. Ibadah Nabi SAW adalah ibadah karena cinta. Ibadah yang benar-benar ikhlas. Ibadah seorang yang bebas merdeka, bukan budak yang takut dipecat majikannya.

Beramal demi sebuah ganjaran, sebetulnya adalah ibadah untuk diri kita sendiri. Untuk ego kita. Oleh sebab itu, jika kita mengharap pahala -- dari amal ibadah yang kita lakukan -- dengan sendirinya pahala itu untuk kepentingan kita. Padahal ibadah yang ikhlas itu untuk Allah semata, bukan untuk ego kita.

Begitu pula sebaliknya: menghindari yang haram karena takut neraka, tidaklah seikhlas yang menghindarinya karena mencari ridha Allah. Seorang anak yang ikhlas meladeni ayahnya, melakukan hal itu bukan karena takut dipukul sang ayah atau supaya diberi uang, melainkan karena cinta pada orangtua. Kita, barangkali akan merasa sulit mengikuti ibadah yang dilakukan oleh Nabi SAW. Meminjam istilah Al-Ghazali, kita masih tergolong manusia dalam tahap 'awam' sementara masih ada tahap khusus dan tahap khususnya khusus, khuwash-al-khawash. Seperti piramid, makin tinggi tahapan itu, makin sedikit jumlah manusianya.

Kendati begitu, kita barangkali masih tergolong ikhlas, kalau kita, misalnya, berderma untuk menghindari musibah. Karena itu juga perintah Allah. Tapi ini tergolong ikhlasnya awam, sebab kita baru mau bersedekah karena janji ganjaran yang berlipat ganda atau agar terhindar dari musibah dan marabahaya. Tentu saja orang mesti berusaha setahap demi setahap mencari tingkatan yang lebih tinggi, hingga tiba di tahap khawash-al-khawash. Kita harus selalu berusaha meningkatkan amal ibadah dari hari ke hari dan dari waktu ke waktu, hingga menjadi sempurna seperti yang dilakukan oleh panutan kita Nabi SAW. Bukankah berusaha meneladani Beliau sudah merupakan ibadah? (ah)

Berbahagialah untuk Hidup Hari ini

By Nurrahman Effendi
Berbahagialah untuk Hidup Hari ini

Dalam bukunya, The Modern Man In Search of Spirit, Dr Carl Gustav Jung menulis, selama 30 tahun orang-orang dari berbagai negara berperadaban datang menemui saya untuk konsultasi. Saya telah mengobati ratusan pasien yang sebagian berusia setengah baya, 35 tahun ke atas. Dan, tak seorang pun di antara mereka yang tidak mengembalikan persoalannya kepada agama sebagai pandangan hidup.

Maka, bisa saya katakan bahwa setiap dari mereka jatuh sakit karena kehilangan apa yang telah diberikan agama kepada orang-orang yang beriman. Dan, jika belum mampu mengembalikan keimanannya yang sejati, mereka tidak akan bisa disembuhkan.
Agama diyakini sebagai obat paling manjur bagi krisis mentalitas dan kepribadian. Orang-orang rela melakukan perjalanan jauh yang melelahkan untuk mengunjungi tempat tersuruk di pegunungan dan pelosok dunia, demi mencari kedamaian, ketenangan, dan pelipur kehausan spiritual.

Namun, kebanyakan dari mereka hanya mendapatkan kelelahan fisik, marabahaya, dan biaya yang tak sedikit. Namun, tak jua menemukan obat penawar kedahagaan spiritual yang dicarinya.
Dan, beruntunglah orang yang mengakui tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan-Nya. Allah memberikan kemudahan bagi setiap Muslim untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Karena, Allah memang tidak menghendaki kesukaran bagi hamba-Nya. ''Dan Kami akan memudahkan bagimu ke jalan kemudahan (kebahagiaan dunia dan akhirat).'' (QS. Al-A'la [87]: 8).

Kebahagiaan itu tidak diukur hanya dengan materi. Orang yang susah, mengidentikkan bahagia kalau punya rumah gedung, mobil mewah, makan yang enak-enak, dan gaji jutaan rupiah. Namun, tak sedikit orang yang bergelimangan harta mengeluh kepenatan batin, fisik ambruk sering keluar masuk rumah sakit, dan pikiran selalu didera masalah yang datang bertubi-tubi.
Padahal, Nabi SAW tidak berlebihan mengidentifikasi standar kebahagiaan. ''Jika seseorang dapat tidur nyenyak, sehat badannya, dan ada makanan untuk satu hari, maka dia telah memiliki segalanya.''

Benar adanya apa yang Rasulullah katakan. Terkadang pikiran dan cara pandang kita yang salah telah mengaburkan segalanya. Membuat kita terjebak dalam sikap pragmatis. Seperti tamsil yang mengatakan bahwa langit tampak lebih sejahtera dan mapan, sedangkan bumi miskin dan rendah. Padahal, di bumilah kaki kita berpijak. Di bumilah kehidupan kita berjalan. Syukurilah nikmat yang kita terima hari ini agar kita bisa mencicipi kebahagiaan. (ah)

Lailatul Qadar

By Badruddin Hsubky
Lailatul Qadar

Lailatul qadar, sering juga disebut Malam Kemuliaan. Inilah malam turunnya takdir Allah yang baik bagi hamba-Nya. Ibadah di malam mulia ini lebih baik dari beribadah seribu bulan (Q. S. 87: 2). Pada malam lailatul qadar para malaikat dan Jibril berdesakan turun ke bumi membawa segala urusan yang baik. Rizki, ilmu pengetahuan, kebahagiaan, keberkahan, dan sebagainya diberikan kepada hamba-hambaNya yang beribadah di malam yang mulia ini (Q. S. 87: 3 dan 89: 16). ''Di saat lailatul qadar,'' sabda Nabi SAW, ''Jibril dan malaikat yang lainnya turun ke bumi, seraya memohon ampunan dan keselamatan bagi setiap hamba Allah yang beribadah di malam lailatul qadar.'' Karena kemuliaannya, banyak orang Islam yang lalu menantikan lailatul qadar, dengan berbagai kegiatan ibadah. Keadaan ini akan bertambah khusuk bila tiba sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Mereka bersandar pada hadis Nabi riwayat Aisyah ra: ''Jika telah datang sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW lebih mempererat ibadahnya, dan beliau membangunkan seluruh keluarganya.''

Hadis di atas memotivasi umat Islam agar bertambah giat beribadah. Terlihat, di berbagai masjid, umat Islam khusuk beribadah, ada yang tadarus Alquran, salat tarawih, salat malam, mengkaji ilmu-ilmu keislaman serta berbagai kegiatan ibadah lainnya. Ini karena Rasulullah SAW telah memberi gambaran bahwa untuk mendapatkan lailatul qadar harus beribadah secara sungguh-sungguh di bulan yang penuh berkah ini. Minimal ada dua syarat untuk mendapatkan malam lailatul qadar. Pertama, fal yastajibu li, hendaknya memenuhi segala ketentuan-ketentuan Allah dan menjauhi berbagai larangan-Nya secara konsekuen dan konsisten. Kedua, fal yu'minu bi, memantapkan keyakinan kepada Allah atas segala janji-janji-Nya.

Dua kriteria di atas merupakan syarat akan dipenuhinya segala permohonan. Firman-Nya, ''Aku akan mengambulkan permohonan orang-orang yang berdoa, bila mereka memohon kepadaKU.'' (Q. S. 2: 186). Lalu, apa hikmah dari malam lailatul qadar? Orang yang mendapat lailatul qadar, dalam hidupnya akan senantiasa mendapat bimbingan dan petunjuk ke jalan lurus, al-shirath al-mustaqim. Artinya, ia akan mendapat aspirasi dan inspirasi untuk menatap hidup masa mendatang yang lebih baik. Kita amat kerap berikrar: Tunjukilah kami jalan lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka (Q. S. 1: 5-7). Petunjuk jalan yang lurus itu akan tersingkap di saat tiba lailatul qadar. Semoga.

Keselamatan dalam Perjalanan

Perjalanan

By D.Sirojuddin AR
 Keselamatan Perjalanan

Beberapa hari menjelang dan sesudah Lebaran Idul Fitri, berita kecelakaan kendaraan begitu sering memenuhi media massa. Beberapa kecelakaan lalulintas ini umumnya akibat kecerobohan pengendara yang main kebut, kurang perhitungan atau ngantuk. Namun, kerapkali, kecelakaan hadir tanpa diundang. Biasanya akibat srempetan bus yang ugal-ugalan, karena sopirnya harus mengejar setoran. Tanpa peduli keselamatan nyawa orang lain, ia menyebabkan korban bergelimpangan sia-sia. Tapi, korban manakah yang tahu sebelumnya bahwa dirinya akan celaka? Tidak ada yang tahu! Yang tahu, tentu saja, hanya Allah SWT, karena hanya Dialah yang menentukan nasib selamat atau celaka seseorang. Itu sebabnya, kita dianjurkan ''mengasuransikan'' nyawa kita kepada Sang Maha Pencipta sebelum berangkat (menempuh suatu perjalalan): mohon keamanan dan diperlekas sampai ke tujuan.

Bahkan kita disunatkan salat safar (perjalanan) dua rakaat. Sayang, yang terakhir ini selalu ditekankan hanya kepada calon jemaah haji sebelum melangkahkan kaki dari rumahnya. Selain doa dan salat, kita disarankan memperbanyak sedekah yang -- sebagaimana ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW -- dapat mencegah kecelakaan (tadfu'ul bala'). Selain investasi pahala di akhirat, sedekah juga merupakan asuransi keselamatan di dunia. Tentang keindahan dan kehebatan 'tuah' sedekah ini, oleh Qatadah disebutkan, ''Sedekah mampu memadamkan dosa seperti air memadamkan api.'' Itu sebabnya, banyak kita dapati kyai-kyai yang, sebelum bepergian, sengaja membagi-bagikan sedekah buat fakir miskin.

Dikisahkan, suatu kali mobil yang ditumpangi oleh seorang kyai dari Bogor terguling-guling di jalan tol Jagorawi. Ia dan beberapa penumpang lainnya selamat dan hanya sedikit lecet. Konon, karena kyai tersebut suka bersedekah. Nyawa adalah sesuatu yang misterius. Dalam agama kita, beberapa hal wajib dijaga dan dipertahankan, yaitu al-din (agama atau keyakinan), al-nasl (keturunan), al-'aql (akal), dan al-nafs (jiwa atau nyawa). Memelihara nyawa adalah dengan memberinya hak-hak hidup dengan makan minum yang baik, istirahat, kesehatan, dan lain-lain. Dengan demikian, berdosalah menyia-nyiakan amanat ini -- misalnya gantung diri, minum racun, mogok makan, dan enggan berobat.

Almarhum Buya Hamka pernah mengatakan, sekiranya kita mau naik pesawat, kita ''titipkan'' dahulu nyawa kita lewat asuransi, itulah yang justeru dianjurkan agama. Yang jadi tekanan di sini adalah, waspada dan sebisa mungkin berhati-hati agar keselamatan nyawa kita setiap saat terpelihara. Kemurahan (rukhsah) dari Allah dengan menjamak atau mengqasar salat atau boleh tidak berpuasa dalam safar, sebenarnya berdampak pada kenyamanan dan keselamatan dalam suatu perjalanan. (ah.mr-republika

Hakekat Cinta

By Syaefuddin Simon
Hakikat Cinta

''Pernahkah Anda melihat orang yang berbuat jahat terhadap orang yang amat dicintainya?'' seseorang bertanya pada Abu Dzar al-Ghiffari, sahabat Rasulullah SAW. ''Pernah, bahkan sering,'' jawab Abu Dzar. ''Dirimu sendiri itu adalah orang yang paling kamu cintai. Dan kamu berbuat jahat terhadap dirimu bila durhaka kepada Allah,'' jelasnya. Dengan mengacu pada pendapat Abu Dzar tadi, sebenarnya banyak di antara kita yang tega berbuat jahat terhadap 'orang' yang amat dicintainya. Tapi anehnya, kita -- yang gemar berbuat dosa -- lupa bahwa apa yang kita lakukan sesungguhnya merupakan perwujudan kebencian terhadap diri sendiri. Cinta adalah fitrah yang diberikan Allah untuk semua makhluk guna mempertahankan eksistensinya. Manusia berkembang biak karena cinta.

Kelestarian lingkungan menjadi kepedulian manusia karena cinta. Dan yang lebih penting, cinta -- ini yang perlu kita sadari -- merupakan refleksi keberadaan alam malakuti yang abadi. Itulah sebabnya, bila dua sejoli sedang dimabuk cinta, maka apa yang terbayangkan dan diangankannya, cinta mereka akan abadi. Tapi sayang, keabadian cinta yang diangankannya hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat duniawi, yang justru menghambat cinta malakuti.

Salah satu unsur penting yang menghambat perjalanan cinta malakuti adalah cinta dunia (hubb al-dunya). Cinta dunia, dilukiskan oleh Sayyidina Ali, sebagai biang dari segala bencana. Bila hati manusia sudah terperosok dalam cinta dunia, maka logika-logika aneh pun muncul dari pikirannya.

Salah satu logika anehnya, kata Abu Dzar, ia amat berharap rahmat dan ampunan dari Allah, padahal dalam hidup sehari-harinya, ia amat jauh denganNya. ''Rahmat dan ampunan Allah,'' tegas Abu Dzar, ''tak dihambur-hamburkan begitu saja hingga setiap orang akan mendapatkannya.'' Kata Abu Dzar, setan punya senjata pamungkas, berupa godaan pada manusia untuk mengharap rahmat Allah, sementara ia terus berusaha menjauhkannya dari ibadah dan amal saleh. Korban senjata pamungkas ini paling suka memaafkan dirinya sendiri. ''Rahmat Allah Mahaluas. Dosaku pasti dimaafkanNya,'' kata korban. Padahal ia tetap saja tak mau bertobat.

Orang yang berbuat dosa, tulis Imam Ghazali dalam Ihya Ulum al-Din, bukan hanya mencelakakan dirinya, tapi juga menghina Allah, karena ia menyelewengkan amanah yang telah diberikan kepadanya. Lidah dan tangan yang Allah berikan kepada manusia untuk dipakai berzikir serta beramal saleh, misalnya, ia diselewengkan untuk mengumpat dan mengambil hak orang lain. Meski demikian, bila kita segera bertobat dengan sungguh-sungguh, Allah masih membuka pintu maafNya. Tapi perlu diingat pula, menunda-nunda tobat termasuk sikap yang menghina Allah juga. Naudzubillah mindzalik! (ah)mr-republika

Musiban dan Ampunan

By Danarto
Musibah dan Ampunan

Tidak ada satu pun musibah (cobaan) yang menimpa seorang muslim, melainkan dosanya dihapus Allah Ta'ala karenanya, sekalipun musibah itu hanya karena tertusuk duri. Nabi Muhammad saw

Musibah dan ampunan bagi Allah merupakan satu-kesatuan permasalahan. Tidak mungkin dipisahkan. Maka Allah perpesan kepada manusia yang beriman, jika mendapat kesenangan, janganlah menyambutnya dengan kegembiraan yang berlebihan. Sebaliknya, jika tertimpa kesusahan, janganlah menerimanya dengan kesedihan yang berlebihan pula. Di balik seluruh persoalan, berkah Allah berada di belakangnya. Kemana pun kita bersembunyi untuk menghindar dari persoalan ketentuan Allah menunggu kita. Sering para kyai menganjurkan, berdamailah hadapilah seikhlasnya dengan persoalan yang menghadang, sekalipun persoalan itu besar.

Hadis riwayat Muslim di atas mengingatkan akan sebuah kisah tentang kemurnian jiwa seorang sahabat Rasulullah. Dalam buku Mereka yang Kembali karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisy, diceritakan tentang Tsa'labah bin Abdul Rahman yang lari dan bersembunyi di pegunungan antara Mekah dan Medinah. Apa pasal? Pada suatu hari Nabi mengutusnya untuk suatu keperluan. Ketika pergi itu, Tsa'labah melewati sebuah rumah dan ia melihat tak sengaja seorang perempuan yang sedang mandi.

Dirundung perasaan berdosa yang bisa mendorong turunnya wahyu tentang peristiwa yang menyangkut dirinya, ia memutuskan untuk menghindari Rasulullah. Empat puluh hari sudah Rasul tak melihatnya dan merasa kehilangan, ketika itulah Malaikat Jibril turun dari langit menemui Nabi sambil berkata: ''Wahai, Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu memberikan salam kepadamu dan berfirman bahwa seorang lelaki umatmu berada di antara pegunungan ini dan telah memohon perlindungan kepada Allah.''

Serta-merta Nabi meminta Umar dan Salman membawa kembali Tsa'labah. Maka Tsa'labah dipertemukan kembali dengan Nabi namun begitu mendengar ayat suci yang sedang dilantunkan Nabi, pingsanlah Tsa'labah. ''Dosaku terlalu besar, wahai Rasulullah,'' keluhnya setelah siuman. ''Akan tetapi, kalam Allah itu lebih besar lagi,'' jawab Nabi. Di rumahnya kembali, Tsa'labah jatuh sakit selama delapan hari. Rasulullah meletakkan kepala Tsa'labah di pangkuannya tapi ia berusaha menolaknya. ''Kenapa kamu geser kepalamu dari pangkuanku?''

''Karena kepala ini penuh dosa.''''Apa yang kamu keluhkan?'' ''Seperti ada gerumutan semut-semut di antara tulangku, dagingku, dan kulitku.''''Apa yang kamu inginkan?''''Ampunan Tuhanku.'' Maka Malaikat Jibril turun lagi menemui Nabi: ''Wahai, Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu memberi salam untukmu dan berfirman: ''Andai hamba-Ku ini menghadap-Ku dengan kesalahan sebesar bumi, Aku menyambutnya dengan ampunan-Ku sebesar bumi pula.''

Lalu Nabi memberi tahu Tsa'labah tentang wahyu itu yang membuatnya terpekik lalu meninggal. Ketika Rasul selesai menyalati jenazahnya, beliau berjalan berjingkat-jingkat seolah tak ada tempat di tanah untuk menjejakkan kaki. Seorang sahabat bertanya apa sebab Nabi berjalan begitu, yang dijawab beliau: ''Malaikat yang turut melayat Tsa'labah banyak sekali.'' (ah)mr-republika


Takbir

By Dr Mulyanto M.Eng
T a k b i r

Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan puasa, dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang telah diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Al Baqarah: 185)

Di puncak ibadah puasa dan lengkapnya bilangan Ramadhan, Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk mengagungkan asma-Nya, bertakbir atas petunjuk yang diberikan-Nya serta mensyukuri atas segala nikmat dari-Nya. Ibnu Katsier dalam tafsirnya mengartikan wa li tukabbiru Allaha ala maa hadaa kum dengan mengagungkan Allah atas hidayah dan tuntunan yang diajarkan lewat Rasul kepada manusia. Disunnatkan bertakbir ketika Idul Fitri untuk merayakan hari lulusnya umat Islam dari kewajiban puasa Ramadhan. Secara sosiologis ibadah sunnat ini melembaga dalam bentuk takbiran. Dengan rasa suka kaum muslimin bertakbir dengan pengeras suara di atas becak, truk, atau mobil sambil berkeliling kota. Takbir dalam Islam dapat dipandang sebagai ruh ibadah. Dalam salat di setiap perubahan gerak diawali dengan takbir. Ketika salat jamaah, maka takbir adalah komando bagi makmum untuk segera mengikuti gerakan imam salat. Paling tidak 85 kali sehari kaum Muslimin bertakbir mengagungkan asma Allah.

Takbir adalah sebuah al-ikrar suatu deklarasi ketundukan ego manusia pada kekuatan Mahabesar yang ada di luar diri mereka, ketaklukan pada sesuatu yang mendominasi hidup dan kehidupan mereka. Takbir adalah pengakuan jujur ketidak-berdayaan makhluk yang lemah kepada Khaliknya. Sekaligus pertanda kepasrahan diri manusia muslim kepada Rabb mereka. Maka dalam titik relijiusitas itu, manusia muslim sadar bahwa dalam kosmos yang tak terbatas ini dirinya sangat kecil. Diri manusia ibarat sebuah sel dalam tumbuhan raksasa. Dia hanya sebutir debu di tengah kabut galaksi Bima Sakti. Dia hanya seorang aktor dalam panggung nasib yang telah direkayasa Sang Sutradara Agung. Dia hanya seorang hamba yang terikat dan telah ber-syahadah untuk menjalankan seluruh perintah Allah.

Karenanya getaran takbir adalah obat mujarab untuk membersihkan karat-karat kepongahan jiwa. Air jernih yang mengguyur hati dan memunculkan kesegaran spiritual-transendental. Membunuh arogansi dan menyuburkan sikap tawadlu. Menjadi wajar kalau takbir menuntut dikumandangkan dengan kesiapan dan kesungguhan batin. Dan puncak semua kesadaran itu adalah terjadinya transformasi imam pada dimensi kasat mata. Batu uji empiris jiwa yang bertakbir adalah 'amal bil arkan. Maka adalah absurd kalau takbir tak pernah memunculkan refleksi sosiologis. Adalah dusta belaka kalau kebesaran Allah hanya diwujudkan dalam kata-kata dan sekedar kata-kata. Padahal takbir menuntut diperdengarkan dalam bentuknya yang utuh, yakni amal nyata menegakkan dienullah dalam diri, keluarga dan masyarakat. Sangat besar kemurkaan Allah bagi mereka yang menyatakan apa yang tidak diperbuatnya (Q.S. 61:3). Dalam penghujung Ramadhan ini marilah kita bersiap diri untuk bertakbir dengan segenap totalitas maknanya. Wallahu 'alam bishawab. (ah)mr-republikaq

Warisan Ramadhan

By Subagio S. Waluyo
Warisan Ramadhan Ramadhan telah berlalu. Hari-hari indah yang penuh rahmat, berkah, dan maghfirah itu telah lewat pula. Namun, apakah kita harus mengakhiri pula tujuan ibadah itu, yakni untuk mencapai derajat muttaqien (orang-orang yang takwa)? Apakah untuk mencapai muttaqien hanya diperoleh lewat Ramadhan? Dan apakah kita sudah cukup merasa puas kalau kita memasuki Idul Fitri sebagai pemenang dan terlahir kembali sebagai bayi yang baru lahir? Untuk mencapai derajat muttaqien seperti yang diwajibkan Allah lewat puasa (Q. S. 2:183) bukan semata-mata hanya diperoleh di bulan Ramadhan. Bunyi ayat tersebut (Q. S. 2: 183) memang mewajibkan kita berpuasa (Ramadhan) untuk mencapai takwa. Namun, perlu diingat bahwa ada puasa-puasa maupun ibadah-ibadah lain yang juga dapat mengantarkan kita menjadi muttaqien. Bukankah untuk mencapai ketakwaan (di bulan Ramadhan) itu kita peroleh karena kita melakukan berbagai amalan, di antaranya qiyamul lail, zikir, doa, tilawah Quran, infak, i'tikaf, istighfar, dan amalan saleh lainnya? Jadi untuk mencapai derajat muttaqien tidak cukup hanya dilakukan lewat puasa Ramadhan sebulan penuh sementara amalan-amalan lain terbengkalai.

Karena itu setelah kita berhasil menjalani ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh, sudah seharusnya meneruskan amalan-amalan yang kita lakukan selama bulan Ramadhan itu pada bulan-bulan lainnya. Sebagai misal, setelah berpuasa wajib, kita masih bisa menjalani puasa sunat, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Syawwal, puasa pertengahan bulan di bulan-bulan hijriah, dan sebagainya. Kita boleh pilih puasa mana yang ingin kita jalani. Selain itu, kita juga bisa bersedekah memberi makan orang lain, misalnya kepada fukara dan masakin, atau menjamu orang yang berpuasa sunat di masjid-masjid, musalla-musalla, atau di rumah kita? Bukankah orang yang memberi buka kepada orang yang berpuasa, pahalanya sama dengan yang berpuasa?

Di samping itu, kita juga bisa mengkhatamkan Alquran sebulan sekali kalau kita mau melakukannya. Kita bisa memperbanyak doa, zikir, istighfar, dan bersabar di tengah-tengah kesibukan kita. Bahkan, kita bisa menyisihkan waktu malam kita untuk sekadar salat qiyamul lail. Singkatnya, kita bisa melakukan semua amalan yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan pada bulan-bulan lain. Ramadhan biarlah berlalu. Namun janganlah kita lewatkan pula hari-hari pada bulan lain dengan tidak mewarisi amalan-amalan Ramadhan. Kita harus mengupayakan hari-hari sepanjang tahun adalah seolah-olah Ramadhan. Alangkah indahnya hidup ini manakala banyak di antara kita yang menghidupkan Ramadhan sepanjang tahun. Bukankah kita semua ingin mencapai derajat takwa selama hayat masih di kandung badan? (ah)mr-republika

Bersalaman

0 Bersalaman

Bagi masyarakat yang telah mengenal tradisi bersalaman, biasanya mereka melakukannya dengan maksud atau beberapa motivasi. Pertama, bersalaman untuk meminta maaf atas kesalahannya. Kedua, bersalaman untuk tanda persahabatan. Ketiga, bersalaman karena kedua belah pihak telah lama tak berjumpa. Keempat, bersalaman karena untuk mempererat tali silaturrahmi. Sejalan dengan motivasi di atas, dalam praktik keseharian, tradisi bersalaman demikian mengakar kuat dilakukan oleh anak kepada orang tua, murid kepada guru, bawahan kepada atasan, dan oleh masing-masing sahabat terdekat.

Tradisi bersalaman dalam kondisi demikian sangat dianjurkan oleh agama. Bahkan ada satu hadis yang menjelaskan tentang terampuninya dosa seseorang yang senantiasa memelihara tradisi bersalaman. ''Bila dua orang muslim saling berjumpa, lalu keduanya bersalaman, kata Nabi SAW, maka kedua orang itu akan diampuni dosanya sebelum keduanya berpisah.'' Dari hadis ini dapat dipahami bahwa bersalaman dalam ajaran agama tak hanya menjadi tradisi. Lebih dari itu, ia telah dilegitimasi oleh nilai nilai agama yang syarat dengan muatan-muatan sakral (ibadah). Bagi yang melakukan kegiatan bersalaman, yang bersangkutan tidak hanya meraih rasa syahdu atau keasyikan yang diluapi kegembiraan, tetapi ia akan memperoleh pahala sekaligus terhapus dosanya.

Di Lebaran Idul Fitri ini, kita merasakan betapa semaraknya kegiatan bersalaman di tengah masyarakat. Di antara mereka memang ada yang dengan tulus dan ikhlas melakukan tradisi bersalaman ini. Mereka tanpa pandang bulu berbaur bersalaman baik dengan anak-anak, tua jompo, miskin dan kaya, dengan harapan dapat saling memaafkan, memperkuat dan membangun kembali tali ukhuwah dan persahabatan.

Di sela-sela kegembiraan dan keikhlasan umat Islam menjalankan tradisi bersalaman, ternyata masih banyak di antara kita yang menyalahgunakan tradisi tersebut. Bersalaman yang semula bernilai sakral diubah bentuk sehingga kehilangan maknanya. Ia tidak lagi menjadi media ibadah yang dapat mempercepat tali silaturrahmi, tapi menjadi alat kepentingan kelompok terentu untuk mengembangkan relasi yang menarik margin keuntungan. Tak pelak lagi, tradisi bersalaman menjadi sarat dengan muatan materi secara pandang bulu dan menjadi elit. Tradisi bersalaman dilakukan oleh kelompok ini dengan cara membawa parsel atau bingkisan yang berharga mahal, yang diberikan kepada orang yang sebenarnya tidak layak disantuni. Tradisi bersalaman yang demikian, jelas bertentangan dengan misi silaturahmi dan merusak sendi-sendi kebersamaan, karena sikap ini

cenderung berpihak kepada kelompok kuat, sementara kaum lemah dilecehkan. Dalam negara kita yang masih terdapat umat yang mendambakan bantuan sosial dan sentuhan kasih, hendaknya tradisi bersalaman tidak berjalan memihak yang menyebabkan kaum kuat semakin besar kharismanya, sementara kaum kecil semakin terkucil. (ah)mr-republika

Nyaman Dengan Islam

Nyaman Dengan Islam

By Republika Contributor
Intelektual Spanyol Nyaman Dengan Islam

Ribuan warga Spanyol terutama kaum intelektual, akademisi, dan aktivis anti globalisasi mengaku menemukan kenyamanan dan kedamaian di dalam Islam.

Penerimaan terhadap Islam meningkat terlepas dari kampanye kebencian media Barat," ujar Abdul Nour Barado, kepala Masyarakat Islam Catalonia seperti yang dikutip oleh IslamOnline.net.

Perkiraan menyatakan antara 3.000 hingga 4.000 warga Catalonoia memeluk Islam akhir-akhir ini. "Bisa jadi angka yang sesungguhnya lebih tinggi dari itu," ujar Barado.

Media lokal melaporkan, mereka mencatat jumlah cukup masif di kalangan intelektual, akademisi, dan aktivis anti globalisasi yang menjadi Muslim di Spanyol.

Catalonia pertama kali menerima Islam yaitu pada tahun 1960, saat itu jumlah Muslim masih sangat sedikit. Kini ribuan warga Catalonia percaya dan jumlah yang bergabung dengan Islam berlipat ganda.

Catalonia,propinsi otonom di Spanyol meliputi area seluas 31,950 km² dengan jumlah populasi resmi sebesar 6,3 juta. Ibu kota negara Barcelona, terletak dalam propinsi itu. Wilayah itu merupakan rumah bagi sekitar 10.000 imigran Maroko, terlebih secara geografis berdekatan dengan Maroko.

Negara Eropa selatan ini diperkirakan memiliki warga minoritas Muslim sekitar 1,5 juta dari populasi total sebesar 40 juta penduduk. Islam menjadi agama kedua setelah Nasrani dan telah diakui oleh undang-undang kebebasan beragama yang dikeluarkan pada 1967.

Bukan hanya Catalonia, lebih banyak warga Spanyol di Palencia, propinsi Utara--tepatnya di bagian utara komunitas otonom Castile dan Leen, juga banyak yang mengaku menemukan kedamaian dalam Islam.

"Sekitar 4.000 orang di Palencia menerima Islam setiap tahun," ujar Saed Al Ruttabi, kepala Dewan Islam Palencia. Ia mengatakan jika mereka sering kali mengawali dengan pencarian pribadi dan menemukan kesan mendalam sebelum berpindah ke Islam.

"Dan ketika mereka melakukan itu, mereka menemukan jika keimanan dalam Islam sangat berbeda dengan presepsi awal yang mereka miliki," ungkap Saed.

Saed juga menambahkan jika dari 150.000 Muslim di Palencia, hanya 90.000 yang memiliki latar belakang imigran. Ini mencerminkan trend global, tidak hanya di Spanyol, melainkan di seluruh Eropa dan juga Amerika Serikat.Namun jumlah muslim yang bertambah menciptakan 'masalah budaya' di negara Eropa Selatan itu.

"Muslim baru (muallaf) cenderung tidak mendatangi sholat jamaah di masjid mayoritas Imigran Muslim," ujar Barado merujuk pada perbedaan budaya. "Ini karena para muallaf mempercayai jika masjid semacam itu telah menjadi pusat masyarakat untuk Muslim Imigran," kata Barado lagi.

Sementara Mohamed Halhul, jurubicara Dewan Kebudayaan Islam Catalonia malah melihat sisi baik hal tersebut. "Perbedaan antara Muslim imigran dan muallaf adalah tanda positif dalam sebuah negara demokrasi," tekan Mohamed./it.mr-republika


Rencana Pmakaman Muslim Picu Kemarahan Camden.

Rencana Pemakaman Muslim Picu Kemarahan Camden.

Rencana untuk membangun pemakaman Muslim di lahan pemakaman Anglikan bersejarah di Sidney Barat Daya--seperti yang dilaporkan oleh harian The Sidney Morning Herarld-- memicu penentangan penuh amarah dari warga lokal.

"Sejarah saya dikubur di sana," ujar Len English, dari Persekutuan Gereja St Thomas. "Nenek dan kakek sya, orang tua, tante, paman, saudara, sepupu, keluarga kami di distrik ini sudah 200 tahun lalu. Mereka datang dari Taman Camden dan tinggal di sini," ungkap Len.

Asosiasi Muslim Libanon (LMA) telah membayar $ 1,5 juta kepada Pemakamanan Anglikan St Thomas, di Narellan untuk lahan pekuburan, tepatnya di dekat Camden.

"Gereja tidak berhak menjual tanah pemakaman di lahan pertama," ujar Len yang memiliki 33 kerabat dikuburkan di sana. "Saya akan mendatangi anggota dewan kota lokal, kalau tidak ke Walikota Camden," kata Len.

"Kami semua tahu mereka harus memakamkan keluarga mereka yang meninggal. Tapi saya pikir mereka dapat mencari area sekitar dan menemukan lahan lain seperti agama yang lain di sini," imbuh Len panjang lebar.

"Kami memiliki pemakaman Katolik, pemakaman Gereja Inggris, kami juga punya pemakaman umum tak jauh di luar Camden," ungkap Len. "Saya tidak bermaksud menentang imigran.

Sementara persiden LAM, Keysar Trad mengatakan pemakaman menjadi kebutuhan mendesak bagi Muslim karena mulai kehabisan jatah di pemakaman lain. "Sangat sulit mencari lahan lain," ungkap Keysar. "Kami harus membeli lahan itu dari pemeluk agama lain sedangkan mereka sendiri membutuhkan pula," imbuhnya.

Ia mengatakan jika pemerintah telah gagal mengalokasikan lahan bagi Muslim di Sidney. "Itu membuat kami mencari lokasi alternatif, dan akhir-akhir ini kami harus membayar untuk itu," kata Keysar yang juga ingin mempertahankan keberadaan makam Muslim yang sudah ada di pemakaman.

Kota Camden pernah mencuat di berita ketika warga lokal menentang keras rencana pembangunan sekolah Muslim di kota. Namun, di sisi lain mereka memberkati konstruksi pendirian sekolah Katolik di area tersebut./it.mr-republika

i'tikaf di London Timur

0 I'tikaf di London Timur


Lingkungan di luar The East London Mosque terlihat hiruk-pikuk khas kesibukan rutinitas di Ibu kota Inggris itu. Namun di dalam masjid suasana jauh berbeda. Puluhan Muslim berdiam diri dan tinggal di dalam ketenangan masjid untuk melakukan I'tikaf dalam sepuluh hari terakhir Ramadan.

"Lihat sekitar anda. Orang-orang ini datang dari latar belakang dan etnis berbeda. Anda dapat menemukan orang Arab, India, Pakistan dan Somalia," ujar Ayoub Khan, sekretaris jendral masjid seperti yang dikutip oleh IslamOnline.com.

Hanya saja masjid yang menjadi landmark di jantung Timur London itu hanya dapat mengakomodasi 100 Muslim yang ingin melakukan i'tikaf. Ketika lebih dari dua ratus lelaki ingin mendaftar untuk melakukan i'tikaf, pihak masjid pun melakukan pemungutan untuk menentukan siapa yang bakal mendapat jatah di dalam masjid.

Berdiam diri selama sepuluh hari lebih dalam masjid membantu para jamaat i'tikaf untuk melepaskan diri dari urusan dunia dan menghabiskan waktu khusus untuk beribadah dan bermohon.

"Pihak masjid memberikan makanan tiap hari, Al Qur'an dan buku-buku Islami," ujar Ayoub yang juga bertanggung jawab atas program i'tikaf.

Aula masjid yang digunakan untuk i'tikaf dibagi dalam ruang-ruang yang sama sebagai ruang pribadi setiap 100 lelaki Muslim. Semua ruang tersebut mengarah ke ruang aula pusat dimana para jamaah melakukan sholat.

"Saya harap pada akhir Ramadan, saya akan khatam (selesai membaca satu kitab penuh) membaca Al Qur'an," harap Mohamed Malik yang duduk di salah satu sudut aula. Seperti jamaah lain, Malik mulai beri'tikaf di dalam masjid setiap hari seusai pulang kerja.

"Saya pergi bekerja setiap hari pada pukul 8 dan kembali ke masjid setelah pukul 5," ungkap pria asal Bengali berusia 41 tahun itu. "Sisa setiap hari dan malam saya gunakan untuk berdoa dan membaca Al Qur,an,"

Sementara bagi Usama Al Aazami, waktu untuk melakukan i'tikaf adalah waktu yang paling berharga di sepanjang tahun. "I'tikaf memberimu prespektif hidup yang sama sekali berbeda," ujar pria berusia 24 tahun itu. "Anda menjauh dari hal-hal duniawi dan mencurahkan hidup, badan, pikiran dan jiwa untuk berdoa kepada Allah dan meminta pengampunan. Pengalaman batin yang luar biasa" kata Usama lagi./it.mr-republika

Makmur dan Teratur

Makmur dan Teratur

Oleh: Zaim Uchrowi

Apa yang paling membedakan keberadaban dan ketidakberadaban suatu masyarakat atau bangsa kalau bukan keberaturan?
Saat manusia bergerak dari alam primitif ke alam tradisional, keberaturan menjadi pembedanya. Mulanya manusia bertindak semaunya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, siapa pun bebas berburu dan mengumpulkan makanan dari alam. Manusia bebas bertindak apa pun untuk memenuhi hajatnya. Faktor penentunya hanya alam serta prinsip siapa kuat ia akan mendapatkan yang diinginkannya. Itu bukan saja terjadi pada Pithecantropus erectus. Itu juga terjadi pada manusia keturunan Adam.

Secara berangsur kemerdekaan seperti itu bergeser. Alam tak setiap saat berbaik hati untuk memenuhi semua kebutuhan manusia. Dengan dibiarkan begitu saja, alam tak akan memberikan kesejahteraan yang terbaik. Alam perlu dikelola begitu rupa sehingga manusia dapat mengambil manfaatnya secara optimal. Hewan-hewan pun diternakkan. Tumbuhan dibudidayakan. Mulai ada pola-pola yang dibangun sehingga terwujud keberaturan dalam kehidupan manusia.

Setelah banyak orang yang beternak dan bertani, maka berkembang kesepakatan antarmanusia menyangkut batas-batas wilayah pertanian yang boleh dikelola masing-masing. Selain itu, berkembang pula kesepakatan bagaimana mengelola hubungan antarmanusia, bahkan juga hubungan manusia dengan alam hingga dengan Sang Pencipta alam semesta ini. Norma-norma mulai terbangun.

Kehidupan mulai dijalankan di atas pola-pola yang disepakati bersama. Masyarakat tradisional sudah dituntut untuk mematuhi pola-pola bersama. Meskipun demikian, secara umum, kebebasan yang dimiliki masyarakat tradisional masih sangat luas.

Peradaban terbangun dari kata asal 'adab' yang berarti 'kehalusan dan kebaikan budi pekerti'. Kehalusan dan kebaikan budi pekerti adalah pola-pola perilaku yang disepakati bersama. Istilah Inggris tentang peradaban adalah 'civilization' yang berasal dari kata 'civil'.

'Civil' berarti 'warga kota'. Di masa silam, 'warga kota' dipandang mempunyai perilaku yang lebih berpola. Kota secara umum lebih rapi, bersih, serta teratur dibanding desa. Kota juga lebih makmur dan sejahtera. Tapi, urusannya jelas bukan soal kota-desa. Urusannya adalah soal teratur dan makmur yang mempunyai hubungan timbal balik. Makmur sama dengan teratur. Yang teratur jadi makmur, yang makmur jadi teratur.

Yang lalu menjadi pertanyaan: di mana posisi bangsa dan umat ini dalam urusan makmur dan teratur? Sudah mendekati masyarakat maju, tradisional, atau justru masih primitif?

Jalur 'busway' di Jakarta cermin kemajuan. Namun, banyaknya kendaraan 'nyelonong' di sana cermin keprimitifan. Trotoar cermin kemajuan, tapi ketidakberaturan kaki lima, motor, dan lainnya di atas trotoar itu cermin keprimitifan. Tidak mau antre, buang sampah seenaknya, korupsi, hingga ketidaktertataan wilayah dan permukiman adalah sisa-sisa kebebasan yang primitif. Kebebasan semestinya adalah kebebasan dalam memilih pola-pola yang telah disepakati bersama tanpa paksaan, dan bukan untuk berbuat semaunya sendiri. Agama sebenarnya menyiapkan manusia agar berperilaku teratur sehingga kehidupannya makmur. Tapi, sudah sampaikah umat dan bangsa ini pada pemahaman nilai agama seperti itu ketika kenyataannya belum menjadi umat dan bangsa yang makmur dan teratur?

Mutiara Perjalanan Oleh: Ahmad Tohati

Mutiara Perjalanan

Oleh: Ahmad Tohati

Jauh berjalan, banyak dilihat. Itu pepatah lama. Dalam hidup ini, saya pernah berjalan jauh sampai ke Iowa, sebuah negara bagian di tengah Amerika Serikat. Di sana, banyak yang saya lihat, antara lain pemandangan ini. Suatu pagi, kelihatan seorang perempuan tua tertatih dengan kursi rodanya. Seorang lelaki pejalan kaki melampauinya. Sambil terus melangkah, si pejalan kaki bertanya kepada perempuan tua itu, "Apakah Anda memerlukan pertolongan saya?" Yang ditanya menjawab, "Tidak, terima kasih." Dan, si pejalan kaki berlalu.

Karena saya mengikuti perempuan tua itu, saya bisa melihat hal serupa terjadi sampai tiga kali. Pada kali terakhir, perempuan itu menerima tawaran bantuan karena jalan mulai agak menanjak. Jadilah, seorang pejalan kaki membantunya mendorong kursi roda.

Pengalaman sederhana itu terbayang kembali di hari-hari terakhir ini. Yakni, ketika jalan raya di depan rumah saya mulai dipadati kendaraan para pemudik. Sebagian besar datang dari barat dan lainnya dari timur. Dan, sejak beberapa tahun terakhir, pemudik motor meningkat luar biasa jumlahnya.Nah, para pemudik motor itu!

Rasanya mata kita mulai terbiasa melihat pemandangan yang mengundang simpati. Sering kali, satu motor terlihat begitu sarat beban. Penumpangnya bisa sepasang suami istri plus satu, dua, bahkan tiga anak. Ini belum ditambah dengan barang bawaan yang biasanya tidak sedikit. Dan, mereka harus menempuh perjalanan hingga 400 kilometer, bahkan lebih. Mereka menempuh juga panas matahari, angin, dan mungkin juga hujan.

Sesungguhnya, perjalanan jauh dengan motor adalah hal biasa bila dilakukan dengan wajar, terutama menyangkut jumlah penumpang dan barang bawaan. Juga, tidak melibatkan anak-anak. Ya, lihat wajah anak-anak itu ketika mereka terimpit di antara punggung ayah dan perut ibu pada jok motor yang hanya pas untuk dua orang. Dan, adiknya duduk di atas tas di bagian depan, bertumpu pada setang motor dan menjadi penadah angin. Bahkan, pemandangan ini bisa lebih mengenaskan bila anak itu balita atau malah masih bayi.

Tentu, kita percaya bahwa si orang tua yang mudik naik motor itu tidak bermaksud menyengsarakan anak-anak. Hal itu terpaksa dilakukan karena mereka ingin menghindari kesulitan yang lebih besar bila mereka memilih bus atau kereta api. Selain kepadatan penumpang yang tidak tertahankan, mereka pasti dimangsa calo yang membuat biaya perjalanan menjadi amat mahal.

Maka, mudik dengan motor adalah pilihan terbaik meski terpaksa membawa anak-anak berpanas berangin sepanjang ratusan kilometer. Imbauan Kak Seto Mulyadi yang amat peduli terhadap perlindungan hak-hak anak pun rasanya tidak akan mendapat tanggapan yang berarti. Itulah fakta yang hadir di depan mata kita hari-hari belakangan ini. Hanya berhenti di hari Lebaran, kemudian menggejala kembali pada hari-hari arus balik. Tapi, apakah ada orang bertanya kepada mereka, "Apakah Anda memerlukan bantuan saya?" Mereka patut mendapat sapaan seperti itu karena sesungguhnya mereka adalah para ibnu sabil dan banyak di antara mereka benar-benar membutuhkan uluran tangan.

Alangkah baik bila para takmir masjid sepanjang jalur arus mudik memberikan hak para ibnu sabil itu. Sediakan tempat istirahat yang layak di sekitar masjid. Juga, apa salahnya menyediakan minuman karena pemudik tidak wajib puasa. Baik juga bila disediakan perlengkapan PPPK karena angka kecelakaan biasanya naik di hari-hari mudik.

Atau, ini: pemudik bermobil yang punya satu dua tempat duduk kosong, tawarkan kepada ibu yang memangku anaknya di atas jok motor. Bila mobil Anda diberi plakat, misalnya, 'Ke Gombong, Bisa Ikut Satu Orang', mungkin ada yang berminat. Dan, pemilik mobil akan diacungi jempol oleh para malaikat. Dan, untuk melihat mutiara perjalanan, kita tidak perlu pergi ke mana-mana, cukup melihatnya di negeri sendiri.mr-republika

Posisi Takwa Itu Mahal Ahmad Syafii Maarif

Posisi Takwa Itu Mahal Ahmad Syafii Maarif

Dalam upaya mengkritik diri sejujur-jujurnya, saya ingin mengatakan bahwa saya belum yakin apakah posisi takwa sebagai tujuan yang hendak diraih dalam puasa dan ibadah lainnya telah menjadi milik saya setelah berpuasa selama hampir 70 tahun. Dalam surat Albaqarah ayat 183, Alquran memang menggunakan ungkapan la'allakum tattaqun (semoga kamu berhasil meraih posisi takwa) dengan menjalankan puasa itu.

Istilah takwa merupakan salah satu konsep kunci dalam Alquran di samping iman dan Islam. Tidak kurang dari 242 kali konsep itu dalam berbagai bentuk dapat dilacak dalam kitab suci ini. Dengan demikian, fungsinya sangat sentral. Dari segi akar kata, takwa berasal dari tiga huruf w-q-y yang bermakna menjaga diri, baik dari kehancuran moral maupun dari kemurkaan Allah akibat penyimpangan perilaku seseorang dari jalan lurus.

Takwa adalah salah satu buah iman yang tulus. Iman yang tidak tulus adalah sebuah sandiwara, tidak punya bekas yang positif dalam mengarahkan perilaku kita ke jalan yang diridhai. Sebab itu, pemaknaan takwa dengan takut (kepada Allah) tidaklah terlalu tepat. Sebab, rasa takut akan menjauhkan seseorang dari yang ditakuti. Sementara itu, takwa kepada Allah justru sebaliknya, kita rindu untuk senantiasa mendekat kepada-Nya. Dalam perjalanan hidup, saya rasa rindu kepada Allah hanya datang kadang-kadang. Artinya, kualitas iman saya ternyata belum memadai.

Apa indikator takwa itu? Berbagai ayat Alquran telah menjelaskannya. Kita ambil yang paling sering dibaca pada bulan Ramadhan: ayat 133-136 surat Ali Imran yang artinya, "Dan, cepat-cepatlah kamu menuju ampunan dari Tuhanmu dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, disediakan bagi mereka yang telah berhasil meraih posisi takwa.

[Yaitu] orang-orang yang memberikan infak, baik di saat lapang maupun di saat sempit, dan orang-orang yang mampu mengendalikan marah serta bersedia memaafkan [kesalahan] orang lain. Dan, Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan [juga], mereka yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri [segera] mengingat Allah dan mohon ampun atas segala dosanya. Dan, siapakah yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan, mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, padahal mereka mengetahui. Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Dan, [itulah] sebaik-baik balasan bagi orang yang beramal."

Cobalah simak baik-baik beberapa indikator takwa dalam ayat 34-35 di atas. Rasanya, saya sendiri belum pernah memiliki indikator itu secara utuh dan sempurna. Bolong dan kendalanya banyak sekali. Tentu, karena tingkat ketakwaan saya masih saja rendah. Padahal, usia sudah 73 tahun, liang kubur sudah sangat dekat. Inilah yang mencemaskan, inilah yang merisaukan. Dalam beribadah dan beramal, saya rasanya hanyalah seorang minimalis, Allah-lah yang Mahatahu akan segala kelemahan dan kekurangan diri saya.

Kadang-kadang, muncul pertanyaan ini, apakah hidup saya ini bernilai di sisi Allah? Jika jawabannya negatif, tentu berarti sebuah kegagalan, sesuatu yang sangat menakutkan. Tetapi, tentu saja kita tidak boleh berputus harap akan ampunan Allah atas segala dosa, kekurangan, dan kelemahan yang mengitari diri. Di sinilah barangkali fungsi doa yang harus terus-menerus kita sampaikan kepada Maha Pencinta hidup dan mati. Dalam masalah doa, memang saya tidak pernah lupa, sekalipun tidak selalu disertai hati yang khusuk, bening, dan rindu. Kadang-kadang, doa hanya asal dibaca, tidak sungguh-sungguh, sedangkan rahmat Allah kepada saya sekeluarga telah turun berjibun, tidak henti-hentinya, datang dari berbagai penjuru.

Hentakan Alquran adalah ini, "Belumkah datang saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk secara khusuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan? Dan, janganlah mereka jadi seperti orang-orang yang telah diberi kitab sebelumnya. Kemudian, mereka melalui masa yang panjang, lantas hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik/durhaka." (Alhadid: 16). "Ya Allah, bimbinglah aku ke jalan yang lempang agar terhindar dari jurang kedurhakaan. Amin!"

Semua yang ditulis ini adalah pengalaman hidup yang saya lalui, tidak dibuat-buat, karena itulah kenyataannya. Dengan harapan, agar para pembaca akan jauh lebih manis dari apa yang saya rasakan. Posisi takwa bagi saya ternyata masih terlalu mahal untuk diraih, sekalipun telah berpuasa puluhan tahun.

Kebersamaan Idul Fitri 1429 H

Kebersamaan Idul Fitri 1429 H

Dr Susiknan Azhari
Dosen Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tiap tahun saat menyambut Idul Fitri umat Islam sering dikhawatirkan dengan perbedaan permulaan jatuhnya awal Syawal versi pemerintah dan versi berbagai organisasi besar Islam. Perbedaan ini timbul karena masing-masing menggunakan metode yang berbeda dalam penentuan awal bulan dalam kalender Hijriah, khususnya dalam penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijah.

Ada yang menggunakan hisab (perhitungan) saja, ada yang hanya menggunakan rukyat (pengamatan) saja, ada yang berusaha mengintegrasikan antara hisab dan rukyat. Bahkan, ada yang mencukupkan dengan wiridan dalam kamar untuk mendapatkan ilham.

Hisab
Pada prinsipnya hasil hisab tidak ada artinya tanpa adanya kriteria. Di Indonesia sekurang-kurangnya ada dua kriteria untuk menentukan awal bulan kamariah, yaitu hisab wujudul hilal dan hisab imkanur rukyat. Bagi hisab wujudul hilal awal bulan kamariah terjadi apabila memenuhi tiga unsur, yaitu telah terjadi peristiwa ijtimak (konjungsi), ijtimak terjadi sebelum ghurub (ijtimak qabla al-ghurub), dan matahari terbenam terlebih dahulu dibandingkan bulan (moonset after sunset).

Bila ketiga unsur itu terpenuhi maka keesokan harinya dianggap masuk tanggal baru. Sementara itu, imkanur rukyat yang dipedomani Departemen Agama RI awal bulan kamariah terjadi apabila memenuhi empat unsur, yaitu telah terjadi peristiwa ijtimak, ijtimak terjadi sebelum ghurub, tinggi hilal pada saat matahari terbenam minimal 2 derajat, dan umur bulan minimal delapan jam. Bila keempat unsur ini terpenuhi maka keesokan harinya dianggap masuk tanggal baru.

Lalu, bagaimana mengetahui unsur-unsur tersebut? Di sinilah peran penting hisab sebagai metode untuk menginformasikan unsur-unsur dimaksud. Karena itu tidak mengherankan hasil hisabnya sama, tetapi keputusan akhirnya bisa berbeda. Contoh konkretnya sebagaimana yang terjadi pada saat menentukan awal Syawal 1428 H yang lalu.

Untuk kasus awal Syawal 1429 H baik perspektif hisab wujudul hilal yang digunakan Muhammadiyah maupun hisab imkanur rukyat yang dipedomani Departemen Agama RI kesimpulannya sama bahwa 1 Syawal 1429 H jatuh pada hari Rabu tanggal 1 Oktober 2008. Ini dikarenakan hasil hisab kontemporer menunjukkan belum memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan kedua teori tersebut sehingga usia bulan Ramadhan disempurnakan menjadi tiga puluh hari.

Perhatikan data berikut ini : ijtimak terjadi pada hari Senin 29 September 2008 pukul 15.13 WIB, ketinggian hilal pada saat matahari terbenam di Yogyakarta –00º 51' 51" (bulan terbenam terlebih dahulu dibandingkan matahari), dan umur bulan = 17.36 – 15.13 = 2 jam 23 menit.

Rukyat
Penentuan awal bulan melalui rukyat pun masih dibedakan atas rukyat lokal dan rukyat global. Pada rukyat lokal hanya mengakui hasil rukyat satu wilayah (wilayatul hukmi). Paham ini dipedomani oleh Nahdlatul Ulama dan Majelis Ulama Indonesia.

Dalam Ahkamul Fuqaha nomor 369 poin 5b dijelaskan bahwa NU dalam menetapkan awal bulan kamariah khususnya Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah menggunakan matlak lokal. Keputusan ini kemudian diperkuat dengan hasil keputusan Bahsul Masail Muktamar XXX NU di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, pada 21–27 November 1999 M/13–19 Syakban 1420 H, yang menyebutkan: umat Islam Indonesia maupun Pemerintah Republik Indonesia tidak dibenarkan mengikuti rukyat al-hilal internasional karena berbeda mathlak dan tidak berada dalam kesatuan hukum.

Sementara itu, paham rukyat global diikuti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengakui hasil rukyat dunia. Dengan kata lain di mana pun ada yang berhasil melihat hilal maka wajib diikuti.

Pemahaman itu muncul dikarenakan hadis-hadis yang berkaitan dengan rukyat bersifat umum. Ini menunjukkan bahwa rukyat yang dimaksud adalah rukyat dari siapa saja, sedangkan ikhtilaful matali' (perbedaan matlak) yang digunakan oleh sebagian ulama sebagai alasan untuk berbeda dalam berpuasa dan beridul fitri merupakan fakta untuk penetapan hukum sesuai dengan perkembangan sosio-historis yang dijumpai oleh ulama terdahulu.

Pada saat itu kaum Muslimin tidak dapat menginformasikan berita hasil rukyat ke seluruh penjuru dunia yang amat luas dalam waktu satu hari karena sarana komunikasi sangat terbatas. Namun, pada saat sekarang sarana komunikasi yang tersedia dapat digunakan untuk menyebarkan berita ke seluruh penjuru dalam beberapa detik, seperti internet, telepon, televisi, dan radio.

Dalam hal ini HTI berkomunikasi secara langsung dengan anggota Hizbut Tahrir lainnya, baik yang berada di Indonesia maupun yang di luar negeri. Sementara itu, untuk menentukan Idul Adha HTI mengikuti Makkah dengan menjadikan wukuf di Arafah sebagai standarnya.

Kaitannya dengan hasil rukyat di Indonesia dan Saudi Arabia, persoalan yang muncul hingga kini para pelaku rukyat belum dapat membuktikan hasil rukyat secara otentik. Selama ini baru sebatas pengakuan yang diperkuat dengan sumpah dan disahkan oleh para hakim/mufti.

Sebetulnya jika hasil rukyat di Saudi Arabia otentik maka akan membantu umat Islam sedunia dalam merumuskan kalender Islam internasional. Hasil penelitian Ayman Kordi, salah seorang ahli falak dari King Saud University, menyimpulkan bahwa selama 40 tahun hasil rukyatul hilal yang diumumkan Pemerintah Saudi Arabia 87 persen salah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan (Bangla Post, London 18 September 2008).

Berdasarkan kurve rukyat hilal dan pengumumam yang disampaikan oleh Mohammad Syawkat Odeh, pendiri Al-Masyru' al-Islamiy li Rashdi al-Ahillah di Yordania, tertanggal 21 Ramadan 1429 H/21 September 2008 bahwa mayoritas negara-negara di kawasan Timur Tengah akan beridul fitri pada Rabu, 1 Oktober 2008. Keputusan ini didasarkan pada hasil hisab bahwa di Makkah ijtimak terjadi pada hari Senin 29 September 2008 pukul 11.12 waktu setempat (sebelum Dzuhur), bulan terbenam pada pukul 18.04 waktu setempat, dan matahari terbenam pukul 18.12 waktu setempat.

Negara-negara dimaksud di antaranya adalah Saudi Arabia, Mesir, Irak, Kuwait, Qatar, Sudan, UEA, dan Suriah. Begitu pula masyarakat Muslim di London akan berlebaran berdasarkan hasil hisab pada hari Rabu 1 Oktober 2008 sebagaimana disampaikan oleh Qamar Uddin. Libya yang memulai puasa pada hari Ahad 31 Agustus 2008 akan beridul fitri pada Selasa 30 September 2008 dengan berpegang pada teori ijtimak qabla al-fajr.

Selanjutnya, bagi masyarakat Muslim Indonesia yang perlu dicermati adalah pelaksanaan rukyat pada 29 September 2008 di berbagai pos observasi yang ditentukan. Para hakim perlu berhati-hati menerima laporan rukyatul hilal.

Jika para hakim memahami dan konsisten dengan teori imkanur rukyat yang dipedomani Departemen Agama RI, akan menolak hasil rukyatul hilal yang dilaporkan pada saat itu karena belum memenuhi visibilitas hilal. Begitu pula Menteri Agama wajib menolak laporan hasil rukyatul hilal pada sidang isbat nanti jika ada yang mengaku berhasil melihat hilal pada hari Senin 29 September 2008.

Jika langkah ini dapat ditempuh kebersamaan beridul fitri antara pemerintah dan ormas-ormas Islam besar dapat terwujud. Semoga saja itu terjadi.

Ikhtisar:
- Awal Syawal 1429 H yang digunakan Muhammadiyah maupun hisab imkanur rukyat yang dipedomani Depag jatuh pada Rabu 1 Oktober 2008.
- Hasil rukyat yang otentik di Saudi Arabia otentik akan membantu umat Islam sedunia merumuskan kalender Islam internasional.
- Kemungkinan besar Lebaran tahun ini sama.

Sedih dan Bahagia di Hari Raya

Sedih dan Bahagia di Hari Raya

Muh Ghafur Wibowo
Dosen Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta


Allah SWT telah melimpahkan berbagai perasaan di dalam hati manusia sebagai respons atas segala sesuatu yang dialami atau dirasakannya. Ada perasaan gembira, marah, benci, sayang, bahkan juga sedih dan bahagia.

Salah satu hikmah terbesar dari adanya berbagai macam perasaan tersebut adalah agar manusia merasakan dan mengakui kebesaran Allah Yang Maha Agung. Dua macam perasaan yang sering menghinggapi manusia di dalam hari-harinya adalah sedih dan bahagia.

Sedih (al-hazanu) muncul dari sesuatu yang tidak diinginkan, tidak disukai, tidak disenangi, atau rasa benci di dalam hati (Yamin, 2008). Adapun bahagia (as-sa’aadah) sebaliknya muncul dari sesuatu yang diinginkan, yang disukai, atau yang disenangi oleh hati.

Kedua perasaan tersebut dapat muncul karena hal-hal yang bersifat material (misalnya harta benda) maupun nonmaterial (termasuk spiritual). Ketika bulan Ramadhan berlalu digantikan oleh bulan Syawal (Hari Raya Idul Fitri), perasaan apa yang berkecamuk di dalam hati seorang Muslim?

Akankah ia bersedih hati ditinggalkan Ramadhan ataukah ia berbahagia karena kepergiannya? Kedua perasaan ini bisa saja hadir bersamaan, bisa pula hadir secara sendirian, tergantung pada pemahaman dan cara pandang yang digunakan.

Sedih di hari raya
Bagi hamba yang paham betul tentang berbagai keutamaan bulan Ramadhan, maka pasti kepergiannya menyebabkan kesedihan yang teramat sangat. Bagaikan seorang ayah dan ibu yang akan ditinggal pergi oleh anaknya merantau ke tempat yang jauh dalam waktu yang sangat lama. Muncullah pertanyaan, masihkah akan bertemu kembali suatu saat nanti?

Ramadhan adalah bulan penuh rahmat dan ampunan dari Allah SWT. Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan pelipatgandaan pahala amal ibadah yang tidak ditemui di bulan-bulan lain. Bulan Ramadhan adalah sayyidusy syuhuur atau rajanya bulan. Berpisah dengannya tentu merupakan sebuah kehilangan yang teramat besar, mengingat tak ada yang bisa memastikan tahun depan masih bertemu kembali.

Para sahabat Rasulullah SAW dahulu justru sangat bersedih ketika Ramadhan akan segera berakhir. Seperti sabdanya sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Mas’ud: Sekiranya para hamba (kaum Muslim) mengetahui kebajikan-kebajikan yang dikandung bulan Ramadhan, niscaya umatku mengharapkan Ramadhan terus ada sepanjang tahun. (HR Abu Ya’la, ath-Thabrani, dan ad-Dailami). Pada detik-detik terakhir menjelang usainya Ramadhan, mereka merasakan kesedihan mendalam karena harus berpisah dengan bulan mulia itu. Bahkan, sebagian mereka menangis karena akan berpisah dengannya.

Kesedihan Rasul dan sahabat juga muncul karena kekhawatiran jika amal-amal mereka selama Ramadhan tidak diterima oleh Allah. Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada bentuk amal itu sendiri. Mereka memahami bahwa Allah hanya akan menerima setiap amal kebaikan dari hamba-hamba-Nya yang bertakwa (QS [5]:27). Yakinkah kita termasuk hamba-Nya yang benar-benar bertakwa?

Oleh karena itu, mereka berdoa (memohon kepada Allah) selama enam bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian berdoa lagi selama enam bulan berikutnya agar semua amalnya diterima. Jangan sampai mereka termasuk orang-orang yang disebutkan Rasulullah: "Betapa hina seseorang jika Ramadhan datang, kemudian pergi, sedangkan ia belum diberi ampunan." (HR at-Tirmidzi).

Bahagia di hari fitri
Sebagai kebalikan dari perasaan sedih, rasa bahagia muncul ketika ada sesuatu yang diinginkan, yang disukai, atau yang disenangi di dalam hati. Kebahagiaan yang dirasakan seorang Muslim ketika ia menjumpai Idul Fitri adalah karena keyakinan akan balasan Allah SWT atas orang-orang yang bertakwa.

Sungguh keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya. Maka di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka.

Berbagai nikmat Ramadhan yang diterima di antaranya adalah kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, ampunan atas segala dosa dan pembebasan dari api neraka. Karena itu, sudah selayaknya setiap hamba memperbanyak dzikir, takbir, dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ketakwaan.

Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur. (QS Albaqarah:185).Jadi, kebahagiaan yang dirasakan seorang Muslim di hari Lebaran bukanlah karena pakaian baru, rumah tertata, atau mobil mengkilap. Kebahagiaan yang hakiki di hari raya ini adalah karena diraihnya berbagai keutamaan Ramadhan yang telah Allah janjikan.

Kebahagiaan muncul karena kemenangan yang diraih atas peperangan melawan hawa nafsu dan godaan setan selama Ramadhan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dipesankan Imam Syafi’I: Idul Fitri bukanlah diperuntukkan bagi orang yang mengenakan sesuatu yang serbabaru, tetapi dipersembahkan bagi orang yang ketaatannya bertambah. Dengan demikian, aneh rasanya jika ada orang yang tidak melaksanakan berbagai ibadah di bulan Ramadhan, tetapi ia paling semangat dalam merayakan Idul Fitri.

Kebahagiaan dan kesedihan merupakan urusan hati. Ini karena hati merupakan pusat kesadaran manusia (Khalil, 2007) sehingga guncangan dalam hati dapat memengaruhi keseimbangan emosional manusia. Sebagai jawabannya, guncangan dalam hati hanya bisa ditenangkan melalui kedekatan pada Allah Yang Maha Tenang. Karenanya, sangat penting bagi setiap Muslim untuk kembali merenungkan hakikat Idul Fitri agar bisa menghadirkan rasa sedih dan bahagia di hari raya secara proporsional.

Malam Kemuliaan

Malam Kemuliaan

Oleh: KH Tarmizi Taher

Tanpa terasa kita telah masuk dalam 10 hari terakhir ibadah puasa Ramadhan tahun ini. Masa di mana Allah SWT menurunkan Lailatul Qadar. Lailatul Qadar diturunkan Allah SWT untuk Muslim yang rajin beribadah kepada-Nya dan beramal untuk kemanusiaan.

Kita beribadah dalam kuantitas dan kualitas yang banyak serta berharap mendapatkan Lailatul Qadar. Namun, kapan malam Qadar itu datang? Yang beruntung mendapatkannya adalah mereka yang setiap malam di bulan Ramadhan tekun beribadah dan beramal saleh.

Lailatul Qadar bisa berarti malam penetapan atau pengaturan Allah SWT bagi perjalanan kehidupan manusia di hari mendatang; malam yang sangat mulia dan tiada bandingnya karena malam tersebut dipilih sebagai waktu turunnya Alquran serta menjadi titik tolak segala kemuliaan yang dapat diraih; atau malam yang bercahaya karena malaikat-malaikat Allah SWT turun ke bumi. Begitulah sebagian gambaran keistimewaan Lailatul Qadar.

Tiada malam yang mendapat sebutan lebih indah selain Lailatul Qadar. Malam itu disebutkan memiliki kebaikan yang melebihi seribu bulan (QS Al Qadr [97]: 3). Di samping itu, Allah SWT juga menggambarkan keagungannya dengan mengajukan pertanyaan, ''Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?'' (QS Al Qadr [97]: 2). Pertanyaan semacam ini muncul di Alquran sebanyak 13 kali.

Semua objek yang dipertanyakan tentang malam mulia itu merujuk pada sesuatu yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal manusia.

Banyak dari kita berusaha untuk mendapatkan malam yang penuh kemuliaan itu. Tetapi, Allah SWT tidak memberitahukan kepastian datangnya Lailatul Qadar. Kerahasiaan ini membuat kita akan giat beribadah lebih banyak, bahkan akan menghidupkan seluruh malam Ramadhan kita dengan ibadah.mr-republika

Kewajiban Berzakat

Kewajiban Berzakat

Oleh: Alwi Shahab

Selama bulan Ramadhan, makin kerap dikumandangkan seruan pada orang berpunya untuk melaksanakan zakat, rukun Islam keempat. Kini juga semakin banyak badan amil zakat beroperasi di berbagai daerah. Kita menjadi prihatin ketika terjadi musibah pembagian zakat di Pasuruan, Jatim, yang mengakibatkan 21 orang meninggal dunia terhimpit-himpit saat mengantre. Musibah itu menunjukkan bahwa pelaksanaan zakat masih perlu disempurnakan dan makin banyaknya kemiskinan.

Adanya kewajiban berzakat agar tidak terjadi jurang yang dalam antara si kaya dan si miskin yang berdampak pada kecemburuan sosial. Begitu pentingnya nilai zakat, sehingga ada 26 kata zakat yang dikaitkan dengan shalat.

Nabi pernah menyatakan yang intinya adalah apabila kaum Muslimin mengeluarkan zakat secara jujur, diramalkan akan tiba waktunya tidak terdapat lagi orang yang miskin menerima zakat. Karena itulah, ketika Khalifah Abu Bakar melihat ada sebagian umat yang membangkang tidak mau mengeluarkan zakat, langsung ia memeranginya. Abu Bakar melihat pembangkangan ini sebagai kelemahan iman, mereka lebih mengutamakan dan hendak meninggalkan disiplin rohani yang ditetapkan Alquran.

Sayangnya, dewasa ini masih banyak umat Islam--termasuk mereka yang shalat dan berpuasa--tidak mengeluarkan zakat. Mereka seolah-olah tidak mengenal kasihan dan simpati terhadap yang lemah. Hanya mementingkan kepentingan sendiri, mengumpulkan kemewahan. Mereka telah melupakan kenyataan, seperti yang dikatakan Syekh Mohamad Iqbal, tokoh Muslim dari Pakistan, bahwa dalam Alquran lebih dari 600 kali kita diperintahkan untuk berzakat, menolong mereka yang kekurangan, miskin, dan tidak punya perlindungan. Kalau diteliti secara ekonomi, perintah zakat ini justru membantu mereka yang berpunya, karena dapat mendorong terciptanya daya beli masyarakat. Mari kita melihat lagi daftar bulanan kita, dan pastikan zakat pada urutan pertama.mr-republika

Ketika Penglihatan Itu Hilang Oleh:Dian Syarief

Ketika Penglihatan Itu Hilang Oleh:Dian Syarief

Banyak hikmah yang dipetik ketika lupus merenggut 95 persen penglihatan saya. Merasakan hangatnya mentari, hembusan angin, dan belajar membedakan gelap terang menjadi hal penting yang sebelumnya terabaikan ketika penglihatan masih berfungsi normal. Bahkan, kini suara nyamuk pun terdengar nyaring dan bau terbakar pun cepat tercium.

Ada kesedihan yang menyergap ketika pertama kali meraba huruf timbul braille. Diperlukan ketekunan untuk meraba huruf demi huruf agar dapat membaca sebuah kata. Betapa mudahnya dahulu ketika masih dapat melihat, kalimat demi kalimat cepat terserap, serta membaca terasa begitu cepat dan nikmat. Alangkah kikuknya ketika pertama kali harus menggunakan tongkat putih sebagai alat bantu untuk berjalan dan mendeteksi yang ada di sekeliling. Tidak mudah memang membiasakan diri menjadi orang tanpa penglihatan.

Ironisnya, justru dahulu saya paling takut ketika tengah malam terbangun dari tidur dalam keadaan gelap gulita karena listrik padam. Menyenggol, menumpahkan, atau memecahkan suatu barang telah menjadi hal biasa. Bahkan, ketika tanpa sadar mendekatkan wajah terlalu dekat ke kompor. Lemari pakaian yang semula rapi, kini kerap berantakan seusai berjuang mencari pakaian yang ingin dikenakan. Pun, ketika nyaris menginjak seekor kalajengking karena tak terlihat.

Namun, selalu saja ada pertolongan dari-Nya. Sungguh, memang Dia selalu menjaga dan memelihara makhluk-Nya.
Kini, saya bukan melihat TV, tapi mendengarkan TV. Bukan membaca buku, tetapi mendengar buku melalui audio book. Tidak membaca Alquran, tapi mendengarkan Alquran. Tidak melihat warna baju, tapi meraba seratnya dan membayangkan modelnya.

Ada satu aset yang masih dapat dimanfaatkan, yaitu isual memory yang akan menuntun untuk berasosiasi dan membayangkan apa yang seharusnya terlihat. Masih ada satu lagi pertolongan yang Maha Pengasih dan Penyayang, yaitu Dia menggetarkan hati para relawan yang ikhlas berbuat sesuatu bagi sesama dengan berfungsi sebagai reader(pembaca), penunjuk arah, penunjuk jalan, dan lain-lain. Betapa berharganya penglihatan baru saya sadari ketika penglihatan itu hilang. Maka, di pengujung Ramadhan ini, sudahkah Anda mensyukuri nikmat melihat dengan menggunakan mata Anda untuk hal-hal yang bermanfaat?mr-republika

Minal Aidin Wal Faizin Oleh Muhammad Arifin Ilham

Minal Aidin Wal Faizin Oleh Muhammad Arifin Ilham

Kemenangan hakiki adalah kembali suci (lihat QS 91: 9). Setiap Bani Adam pasti berdosa dan sebaik-baik mereka yang berdosa adalah bertobat, demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Dan, orang bertakwa bukanlah orang yang tidak pernah bersalah; pernah bersalah kemudian insaf dan tidak pernah lagi mengulangi perbuatan dosanya (lihat QS 3:135). Pertama dan terakhir, itulah tanda taubatan nashuha. Tidak ada lagi keinginan melakukan dosa.

Orang bertakwa dan ahli ibadah pun diingatkan oleh Allah untuk tidak merasa paling suci karena Allah paling mengetahui siapa yang paling suci dan siapa kita sebenarnya (53;32). Tentu, peringatan Allah ini disebabkan sayangnya Allah pada mereka agar tidak 'GR' karena kealiman mereka. Dan, justru dengan peringatan ini, Allah ingin agar mereka yang bertakwa untuk tetap istikamah dengan ketakwaan mereka.

Sungguh kesempatan yang bersejarah dalam hidup ini dan lebih baik dari pada dunia dengan segala isinya adalah kesempatan bertaubat. Inilah karunia Allah yang paling besar, "Andaikan bukan karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun di antara kamu diberi kesempatan bertaubat kepada-Nya." ( QS 24:21). Karena itulah, jangan pernah menunda dan meremehkan kesempatan itu.

Bagi kita, Ramadhan adalah karunia dan rahmat besar itu. Ramadhan itu bermakna pembakaran. Tentu, sesuatu itu adalah yang dibakar oleh hal-hal yang tidak bermanfaat. Kalaupun dibakar, itu barang baik; tentu untuk lebih baik lagi, seperti besi dibakar agar menjadi gergaji, palu, atau pisau. Demikian pula kita di-Ramadhan-kan selama sebulan penuh karena Allah ingin agar orang-orang beriman itu memiliki pribadi yang canggih, yaitu pribadi bertakwa (lihat QS 2: 183).

Mari, kita becermin lagi menjelang berakhirnya bulan suci ini. Semoga tahun depan kita masih bisa bertemu Ramadhan lagi. Selamat Hari Raya Idul Fitri.mr-re[ublika

Enam Hari di Bulan Syawal Oleh Ali Muakhir

Enam Hari di Bulan Syawal Oleh Ali Muakhir

Tanpa terasa, bulan Ramadhan telah berakhir. Selepas Ramadhan, bukan berarti anjuran melakukan ibadah terhenti. Rasulullah SAW bersabda dalam satu hadisnya menganjurkan umat Muslim melanjutkan ibadahnya dengan melakukan shaum sunah enam hari di bulan Syawal.

Shaum enam hari bulan Syawal selepas mengerjakan puasa wajib bulan Ramadhan banyak keutamaan dan imbalan pahala bagi yang mengerjakannya. Di antara keutamaannya adalah Allah akan menulis bagi yang mengerjakannya pahala shaum selama satu tahun penuh (jika ia berpuasa pada bulan Ramadhan).

Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis sahih dari Abu Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringi dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh." (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah). Rasulullah telah menjabarkan lewat sabda beliau, "Barangsiapa mengerjakan puasa enam hari bulan Syawal selepas Idul Fitri berarti ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Dan setiap kebaikan diganjar 10 kali lipat."

Para ahli fikih mazhab Hambali dan Syafi'i menegaskan bahwa puasa enam hari bulan Syawal selepas mengerjakan puasa Ramadhan setara dengan puasa setahun penuh, karena pelipatgandaan pahala secara umum juga berlaku pada puasa-puasa sunah. Juga setiap kebaikan dilipatgandakan pahalanya 10 kali lipat.

Salah satu faidah terpenting shaum enam hari bulan Syawal adalah menutupi kekurangan puasa wajib pada bulan Ramadhan. Sebab, puasa yang kita lakukan pada bulan Ramadhan pasti tidak terlepas dari kekurangan atau dosa yang dapat mengurangi keutamaannya. Pada hari akhir nanti akan diambil pahala shaum sunah tersebut untuk menutupi kekurangan puasa wajib.mr-republika

Selasa, 23 September 2008

Mitos Kafein (Part I)

Mitos Kafein (Part I)
Penulis : Purwanti











Kafein tanpa kita sadari sudah menjadi bagian dalam hidup kita. Produk-produk yang mengandung kafein seringkali kita konsumsi seperti kopi, teh, cola, hingga obat-obatan. Ada berbagai macam mitos yang timbul mengenai kafein ini, seperti dalam situs webMD kami membaginya kepada Anda :

1. Kafein merupakan salah satu zat adiktif

Pernyataan ini sebagian benar, sebagian lagi salah. Tergantung bagaimana Anda menilai apa yang Anda maksud dengan kata "adiktif". Kafein merupakan stimulan yang langsung menuju ke pusat sitem saraf, dan mengonsumsi kafein yang cukup teratur dapat menyebabkan ketergantungan ringan.

Jika Anda ingin menghilangkan kebiasaan Anda mengonsumsi kafein, cobalah dalam waktu seminggu untuk tidak mengonsumsi segala macam hal yang tidak mengandung kafein (kopi, teh, coklat, minuman bersoda, hingga obat-obatan). Atau Anda bisa mengurangi dosisnya secara perlahan. Untuk beberapa hari Anda akan merasakan beberapa gejala putus zat (dalam hal ini kafein) seperti :

  • Sakit kepala
  • Kelelahan
  • Kecemasan
  • Cepat marah
  • Depresi
  • Sulit berkonsentrasi

Tapi jangan khawatir, gejala tersebut hanya berlangsung beberapa waktu. Setelah beberapa lama tubuh Anda akan terasa ringan. Gejala yang muncul dari memutus kecanduan terhadap kafein tidak "seberbahaya" sakaw pada pecandu alkohol atau narkoba.

2. Kafein Penyebab Insomnia

Tubuh secara cepat akan menyerap kafein. Tapi juga akan membuangnya dengan cepat. Prosesnya melewati liver (hati), kafein memiliki waktu singkat untuk "beredar" di dalam tubuh. Ini berarti membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam, untuk menghilangkan efek kafein dalam tubuh Anda. Setelah 8-10 jam, sebesar 75% kafein akan pergi. Untuk sebagian besar orang, sekitar 1-2 cangkir kopi di pagi hari tidak akan menganggu tidur malam Anda.

3. Kafein Meningkatkan Risiko Osteoporosis, Penyakit Jantung dan Kanker

  • Osteoporosis : Pada dosis yang cukup tinggi (lebih dari 744 miligram per hari), kafein dapat meningkatkan kehilangan kalsium dan magnesium yang terbawa dalam urin. Tetapi beberapa studi terbaru menyatakan bahwa hal tersebut tidak meningkatkan risiko kehilangan kepadatan tulang, terutama jika Anda mendapatkan cukup kalsium dari produk-prosuk susu, kacang-kacangan dan produk lainnya.
  • Kardiovaskular : Bagi orang yang sensitif ketika mengonsumsi makanan yang mengandung kafein, akan merasakan peningkatan pada debaran jantungnya dan tekanan darah yang naik hingga merasa pusing. Tapi pada studi yang cukup besar menunjukkan bahwa kafein tidak ada hubungannya dengan kolesterol tinggi, detak jantung yang berdetak tidak beraturan, atau meningkatkan penyakit kardiovaskular yang lain. Tapi jika Anda memiliki tekanan darah tinggi, sebaiknya Anda mengonsultasikan kepada dokter Anda tentang asupan kafein yang baik untuk Anda.
  • Kanker : Mereview dari 13 studi yang melibatkan sekitar 20 ribu relawan mengungkapkan bahwa kafein tidak memiliki kaitan dengan kanker. Faktanya, kafein justru dapat mencegah beberapa jenis kanker.