Minggu, 05 April 2015

Mua’syaroh bil ma’ruf



Mua’syaroh bil ma’ruf
Setiap kali melihat acara pernikahan, setelah ijab kobul pihak mempelai laki-laki diminta untuk membaca sigot taklik, disana disebutkan untuk menggauli istri dengan muasyaroh bilma’ruf menurut ajaran Islam. pasangan muslim dan muslimah yang melakukan pernikahan, paham betul bahwa tujuan menikah yang utama adalah untuk mendapatkan ridha Allah. Setelah itu untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawahdah wa rahmah dan meneruskan keturunan dengan memperoleh anak-anak yang saleh dan salehah.
Sepasang suami-istri yang dipersatukan oleh ikatan pernikahan juga sadar bahwa keluarga adalah organisasi kecil yang memiliki aturan dalam pengelolaannya. Karena itu, khususnya suami harus memperlakukan istrinya dengan mua’syaroh bil ma’ruf, harus bisa menjaga dan merawat istrinya. Takutlah kepada Allah dalam memperlakukan istrinya, karena ia sudah mengambilnya dengan amanat Allah dan ia halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah; dan kewajibannya adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik, serta menggauli dengan ma’ruf. Allah berfirman, “Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nisa: 19) Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya; dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (Tirmidzi)
Banyak tafsiran berkenaan dengan mua’syarah bilma’ruf, ada yang memaknainya dengan ‘ perbaikilah ucapan, perbuatan, penanmpian sesuai dengan kemampuanmu sebagaimana kamu menginginkan dari pasanganmu. Ada yang mengartikan ‘ pergauilah istri kalian sebagaimana perintah Alloh SWT dengan cara yang baik,  ada yang mengatakan wajib atas orang beriman berbuat baik terhadap istri mereka, menggaulinya dengan cara yang baik, tidak meyakitinya baik dengan ucapan maupun perbuatan. Namun yang pasti dari kesemuanya bertujuan agar pasangan suami-istri itu mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Karena itu, para ulama menetapkan hukum melakukan “muasyarah bil ma’ruf” sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh para suami agar mendapatkan kebaikan dalam rumah tangga.
Oleh karenanya suami yang mendambakan kebaikan dalam rumah tangganya perlu mendalami tabiat perempuan secara umum dan tabiat istrinya secara khusus. Jika menemukan ada sesuatu yang dibenci dalam diri istri, demi kebaikan keluarga temukan lebih banyak kebaikan-kebaikannya. jangan sampai mencelakan istri dengan kekerasan, baik secara fisik maupun mental. Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.,” Apa hak istri terhadap suaminya?” Rasulullah saw. menjawab, “Memberi makan apa yang kamu makan , memberi pakaian apa yang kamu pakai.
Jika terjadi perselisihan, maka ingatlah bahwa perselisihan mereka adalah gangguan Iblis. Rasulullah saw. pernah menerangkan kepada para sahabat, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengirim pasukannya, maka yang paling dekat kepadanya, dialah yang paling besar fitnahnya. Lalu datanglah salah seorang dari mereka seraya berkata: aku telah melakukan ini dan itu, Iblis menjawab, kamu belum melakukan apa-apa. Kemudian datang lagi yang lain melapor, aku mendatangi seorang lelaki dan tidak akan membiarkan dia, hingga aku menceraikan antara dia dan istrinya, lalu Iblis mendekat seraya berkata, “Sangat bagus kerjamu” Hr Muslim
Begitulah, Iblis menjadikan menceraikan pasangan suami-istri sebagai prestasi tertinggi tentaranya, maka berhati-hatilah jangan sampai tergelincir pada rayuan iblis.  Sebagaimana pernah ia lakukan kepada Nabi Adam, saat ia gagal maka godaan itu ia alihkan kepada istrinya Hawa sampai ia kemudian melanggar larangan Allah SWT, demikian juga dengan Nabi Ayub AS, juga digoda lewat istrinya. Kepada suami perhatikanlah istri yang dapat membuatnya tenang, nyaman, aman terasa disayang dan dilindungi. Bila ada WIL (wanita idaman lain) janganlah dituruti, cukuplah istri sebagai pelabuhan hati. Begitu juga bila ada PIL (pria idaman lain) janganlah diminum, cukuplah suami sebagai obat. Ketika biduk rumah tangga oleng, jangan saling melepas tangan, sebaliknya justru semakin erat berpegangan tangan, dan yakinlah semua dapat diatasi bersama. Mr-

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
WA AUFUU BIL ‘AHDI INNAL ‘AHDA KAANA MAS’UULAA
وَأَوْفُواْ بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً
“ Tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut.
SIGHAT TA’LIK YANG DIUCAPKAN SESUDAH AKAD NIKAH SEBAGAI BERIKUT :

Sesudah akad nikah, saya :
………………………………………. bin ……………………………………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : ………………………….. binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.
Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut :
Apabila saya :
1. Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,
Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.
Kertahayu  12 oktober  2009  m
                 12 Rabiul awal 1410 h

Tidak ada komentar: