Mua’syaroh bil ma’ruf
Setiap kali melihat acara pernikahan, setelah ijab
kobul pihak mempelai laki-laki diminta untuk membaca sigot taklik, disana
disebutkan untuk menggauli istri dengan muasyaroh bilma’ruf menurut ajaran
Islam. pasangan muslim dan muslimah yang melakukan pernikahan, paham betul
bahwa tujuan menikah yang utama adalah untuk mendapatkan ridha Allah. Setelah
itu untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawahdah wa rahmah dan meneruskan
keturunan dengan memperoleh anak-anak yang saleh dan salehah.
Sepasang suami-istri yang dipersatukan oleh ikatan
pernikahan juga sadar bahwa keluarga adalah organisasi kecil yang memiliki
aturan dalam pengelolaannya. Karena itu, khususnya suami harus memperlakukan
istrinya dengan mua’syaroh bil ma’ruf, harus bisa menjaga dan merawat istrinya.
Takutlah kepada Allah dalam memperlakukan istrinya, karena ia sudah mengambilnya
dengan amanat Allah dan ia halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah; dan kewajibannya
adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik, serta menggauli
dengan ma’ruf. Allah berfirman, “Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik.”
(An-Nisa: 19) Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik akhlaknya; dan sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik terhadap istrinya.” (Tirmidzi)
Banyak tafsiran berkenaan dengan mua’syarah bilma’ruf,
ada yang memaknainya dengan ‘ perbaikilah ucapan, perbuatan, penanmpian sesuai
dengan kemampuanmu sebagaimana kamu menginginkan dari pasanganmu. Ada yang
mengartikan ‘ pergauilah istri kalian sebagaimana perintah Alloh SWT dengan
cara yang baik, ada yang mengatakan
wajib atas orang beriman berbuat baik terhadap istri mereka, menggaulinya
dengan cara yang baik, tidak meyakitinya baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Namun yang pasti dari kesemuanya bertujuan agar pasangan suami-istri itu
mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Karena itu, para ulama
menetapkan hukum melakukan “muasyarah bil ma’ruf” sebagai kewajiban yang harus
dilakukan oleh para suami agar mendapatkan kebaikan dalam rumah tangga.
Oleh karenanya suami yang mendambakan kebaikan dalam
rumah tangganya perlu mendalami tabiat perempuan secara umum dan tabiat
istrinya secara khusus. Jika menemukan ada sesuatu yang dibenci dalam diri
istri, demi kebaikan keluarga temukan lebih banyak kebaikan-kebaikannya. jangan
sampai mencelakan istri dengan kekerasan, baik secara fisik maupun mental.
Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.,” Apa hak istri terhadap
suaminya?” Rasulullah saw. menjawab, “Memberi makan apa yang kamu makan ,
memberi pakaian apa yang kamu pakai.
Jika terjadi perselisihan, maka ingatlah bahwa perselisihan
mereka adalah gangguan Iblis. Rasulullah saw. pernah menerangkan kepada para
sahabat, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia
mengirim pasukannya, maka yang paling dekat kepadanya, dialah yang paling besar
fitnahnya. Lalu datanglah salah seorang dari mereka seraya berkata: aku telah melakukan
ini dan itu, Iblis menjawab, kamu belum melakukan apa-apa. Kemudian datang lagi
yang lain melapor, aku mendatangi seorang lelaki dan tidak akan membiarkan dia,
hingga aku menceraikan antara dia dan istrinya, lalu Iblis mendekat seraya berkata,
“Sangat bagus kerjamu” Hr Muslim
Begitulah, Iblis menjadikan menceraikan pasangan
suami-istri sebagai prestasi tertinggi tentaranya, maka berhati-hatilah jangan
sampai tergelincir pada rayuan iblis. Sebagaimana pernah ia lakukan kepada Nabi
Adam, saat ia gagal maka godaan itu ia alihkan kepada istrinya Hawa sampai ia
kemudian melanggar larangan Allah SWT, demikian juga dengan Nabi Ayub AS, juga
digoda lewat istrinya. Kepada suami perhatikanlah istri yang dapat membuatnya
tenang, nyaman, aman terasa disayang dan dilindungi. Bila ada WIL (wanita
idaman lain) janganlah dituruti, cukuplah istri sebagai pelabuhan hati. Begitu
juga bila ada PIL (pria idaman lain) janganlah diminum, cukuplah suami sebagai
obat. Ketika biduk rumah tangga oleng, jangan saling melepas tangan, sebaliknya
justru semakin erat berpegangan tangan, dan yakinlah semua dapat diatasi
bersama. Mr-
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
WA AUFUU BIL ‘AHDI INNAL ‘AHDA KAANA
MAS’UULAA
وَأَوْفُواْ بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً
“ Tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu
kelak akan dituntut.”
SIGHAT TA’LIK YANG DIUCAPKAN SESUDAH AKAD
NIKAH SEBAGAI BERIKUT :
Sesudah
akad nikah, saya :
………………………………………. bin ……………………………………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : ………………………….. binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.
………………………………………. bin ……………………………………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : ………………………….. binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.
Kepada
istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut :
Apabila saya :
Apabila saya :
1.
Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,
Dan
karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan
kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan
tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu
rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu
kepadanya.
Kepada
Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti)
tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk
keperluan ibadah sosial.
Kertahayu 12 oktober 2009 m
12 Rabiul awal 1410 h
Tidak ada komentar:
Posting Komentar