Rabu, 01 April 2015

Dianggap cerai



Dianggap cerai

Banyak orang yang berprinsip bila ditinggal suami dalam jangka waktu lama, entah merantai, atau keperluan lainnya, dan tidak memberi kabar, tidak memberi napkah, dan banyak tidak lainnya. Istri atau keluarga dari istri menganggap ia sudah bercerai, rumah tangganya sudah selesai, tidak ada kaitan lagi dengan suami tersebut. dan kemudian ia memilih laki-laki lain menjadi suaminya dengan menikah lagi. Pendapat yang demikian tentu saja keliru, dan tidak dibenarkan dalam syariat.

Bagaimanapun lamanya suami pergi, sampai tidak ada kabar dan tidak juga memberi napkah, tidak lantas hubungan suami-istti dengan sendirinya selesai, atau dianggap cerai. Karena  sesungguhnya talak termasuk akad lazim, yang dia sah jika dijatuhkan oleh pihak suami. Karena itu tidak ada istilah talak atau cerai otomatis, baik karena suami istri berpisah lama untuk bekerja, atau karena sudah tidak cinta, atau sebab lainnya. Selama suami tidak mengucapkan kata talak atau cerai maka tidak ada perceraian.

seorang wanita-istri  bisa dianggap telah ditalak atau cerai bila suami menjatuhkan talak kepadanya,  ketika menjatuhkan talak, suami sehat akal, tidak dipaksa, tidak gila, tidak mabuk, atau semacamnya. Atau istrinya sedang suci (tidak sedang haid) dan belum digauli, atau sedang hamil, atau sudah menapause. Tidak  semata berpisah lama – apapun sebabnya – tidaklah otomatis terjadi perceraian. Dalam banyak pendapat disampaikan bahwa ‘Semata-mata berpisah antara suami dan istri, belum terjadi talak, meskipun waktunya lama. 

Dalam suatu riwayah masa perang dinyatakan dalam sebuah keterangan yang diriwayatkan Baihaqi,

كتب عمر إِلى أُمراء الأجناد في رجال غابوا عن نسائهم يأمرهم أن يُنفقوا أو يُطلّقوا، فإِنْ طلَّقوا بعَثوا بنفقة ما مضى
Umar radhiyallahu ‘anhu, mengirim surat kepada para pemimpin pasukan, memerintahkan untuk para suami yang meninggalkan istrinya, agar mereka memberikan nafkah atau mentalaknya. Jika mereka mentalak istrinya, mereka harus mengirim jatah nafkah selama dia tinggalkan dulu. Ibnul Mundzir mengatakan bahwa surat ini shahih dari Umar bin Khatab. HR. Baihaqi dan dishahihkan al-Albani 

Bahkan salah satu murid Imam Malik yang bernama Ibnul Qosim, beliau meninggalkan istrinya di Mesir, untuk belajar kepada Imam Malik di Madinah kurang lebih selama 17 tahun.  mereka tetap suami istri, meskipun perpisahan itu  tanpa ada komunikasi diantara mereka. 

Riwayah itu menunjukkan bahwa perpisahan suami istri dalam waktu lama tidak menjadikannya otomatis berpisah atau bercerai. Ini bisa juga terjadi ketika suami atau istri mencari kerja di negeri orang sebagai tenaga kerja, TKI-TKW. Islam sangat mensyariatkan untuk tetap mempertahankan kebersamaan keluarga. Alloh SWT perintahkan para suami untuk selalu bersikap baik dan tetap berkeluatga. ‘Pergaulilah mereka dengan cara yang baik. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai satu sifat, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa: 19).

Sebaliknya Islam juga mensyariatkan agar istri taat kepada suami, selama tidak memerintahkan maksiat. Dari Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Apabila wanita melaksanakan shalat 5 waktu, menjalankan puasa ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya, maka dibisikkan kepadanya, ’Silahkan masuk ke dalam surga dari pintu mana saja yang anda inginkan.’ HR. Ahmad 1661, Ibnu Hibban
 
Suami menjaga istri dan istri mentaati suami, hanya bisa terjadi dengan sempurna ketika mereka hidup bersama. ini bisikan yang sangat indah, ’Silahkan masuk ke dalam surga dari pintu mana saja yang diinginkan.’
Baru bisa dikatakan cerai-atau berpisah dalam berkeluarga bila istri mengadukan halnya kepada pengadilan agama, dimana ia dicatat saat menikah. Dengan   ditinggal suami dengan waktu lama, tidak ada kabar dan tidak juga memberi napkah sebagai alasannya. Bila permohonannya dikabulkan, maka barulah terjadi perceraian, bila tidak maka tetap ia dalam naungan suami-istri berkeluarga. Dan tidak sah nikahnya, haram hukumnya, sama halnya menikahi wanita yang masih bersuami- nikah subhat namanya.

Namun jika istri ridha berpisah jauh dengan suami dalam kurun waktu lama, dan dia sanggup bersabar untuk tidak melakukan gugat cerai, insyaa Allah akan menjadi pahala bagi sang istri. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. ‘Musibah akan terus-menerus menimpa seorang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan: pada dirinya, anaknya dan harta bendanya, hingga nanti bertemu Allah tidak tersisa kesalahan sama sekali. (HR. Ahmad

Tidak ada komentar: