Sabtu, 03 Maret 2012

mema'afkan

Alinsan mahallul khoto'i wannisyan - manusia itu tidak luput dari kesalahan dan lupa. Disadari atau tidak dalam keseharian beraktivitas seseorang sering melakukan kesalahan  kepada orang lain. Untuk menebus kesalahan itu, ia harus minta ma'af, namun sering kali untuk memulainya terasa sulit, karena itu pertanda mengakui kalau dirinya salah dan keliru. Katika ia berani, orang lain justru tidak mema'afkannya, karena untuk mema'afkan seseorang memang perlu jiwa besar, perlu keikhlasan yang tulus.

Sahabat nabi sekaliber Abu Bakar as-Shiddiq RA, sahabat terdekat Rasullah SAW, sempat bersumpah untuk tidak memaafkan kesalahan  Misthah bin Utsatsah dan tak lagi memberi nafkah kepadanya untuk selamanya, karena dianggap telah menuduh putrinya, Aisyah RA, yang juga istri Rasulullan SAW, berzina.  Atas sikapnya yang tak mau memaafkan itu, maka turunlah firman Allah SWT :

''...Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian?Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.'' Qs An-Nuur ayat 22. Setelah turun ayat itu, Abu Bakar kemudian berkata, ''Ya, demi Allah, sesungguhnya aku senang jika Allah mengampuniku.' Ia lalu kembali memberikan nafkah kepada Misthah seperti sebelumnya.

Rasulullah SAW -pun berkali-kali mengalami penyiksaan, pengkhianatan, percobaan pembunuhan, dan serangkaian rangkaian rencana buruk dari kaum kafir, Seperti diriwayatkan Anas RA,  suatu hari, seorang perempuan Yahudi mendatangi Rasulullah SAW, dengan membawakan daging kambing yang telah diberi racun. Nabi SAW pun memakan daging kambing itu. Akhirnya, terungkaplah bahwa daging kambing itu telah dibubuhi racun oleh wanita tersebut.Namun Rasulullah dengan keagungan akhlaknya tetap mea'afkannya.

Abdullah al-Jadali berkata, ''Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, 'Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.'' (HR Tirmidzi; hadis sahih).
Umat Islam diperintahkan untuk memaafkan kesalahan orang lain kepadanya. Rasulullah SAW  bersabda, ''Orang yang hebat bukanlah orang yang menang dalam pergulatan. Sesungguhnya orang yang hebat adalah orang yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah.  Memaafkan  dan mengampuni juga merupakan perbuatan yang diperintahkan Sang Khalik kepada umatnya.

Dalam surah al-A'raaf ayat 199, Allah SWT berfirman, ''Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.''  Pada surah al-Hijr ayat 85, Allah SWT kembali berfirman, ''Maka maafkanlah -mereka- dengan cara yang baik.''
muchroji m ahmad

aqikah

Dalam pengertian yang sederhana aqikah dapat dimaknai-menyembelih kambing dalam rangka menyambut kelahiran anak-bayi. Pada umumnya masyarakat menyembelih dua ekor untuk kelahiran anak laki-laki dan satu ekor untuk perempuan. Mayoritas ulama menyatakan hukumnya sunnah, atau dianjurkan bagi yang memiliki kecukupan harta. 
Menurut mazhab Maliki, mengenai jumlah hewan yang dipotong yaitu sama, satu ekor kambing untuk anak laki-laki atau perempuan. Dengan alasan Rasulullah Muhammad Saw, metong seekor kambing untuk mengaqikahkan cucu beliau Hasan dan husen.

Madzhab Hanifi, berpendapat hukum aqikah  sunnah-pun tidak, menurutnya memotong hewan kurban pada hari raya Idul Adha dan tiga hari sesudahnya telah membatalkan anjuran Nabi untuk melaksanakan aqiqah. Namun demikian ia tidak melarangnya apalagi menilai haram dalam menyembelih binatang sebagai tanda syukur menyambut kelahiran seorang anak.

Madzhab Syafii dan Hanbali menganjurkan menyebelih dua ekor kambing bila anak yang lahir laki-laki, dan seekor kambing bila perempuan, dilaksanakan pada hari ketujuh, tetapi tidak ada halangan melaksanakannya sebelum maupun sesudah hari ketujuh dari kelahiran anak itu, selama anak itu belum baligh. Sedang Madzhab Hanbali membolehkan melaksanakan aqiqah oleh yang bersangkutan sendiri walau setelah ia dewasa, karena dalam pandangannya, tidak ada batas waktu bagi pelaksanaannya.

Dagingnya dimasak, sebagian disantap di rumah dan sebagian lainnya dikirim ke rumah-rumah yang akan diberikan atau mengadakan acara aqiqah di rumah dengan mengundang orang untuk memakannya.mr feb2011

bunuh diri

Zaman semakin modern, semakin canggih, semua serba mudah, namun jangan lupa tantangannyapun semakin beragam. Siapa yang siap menghadapinya tentu akan mudah melewatinya, bagi yang belum siap, maka akan menjadi masalah tersendiri seruret dan secanggih kemodernannya. Banyak yang punya keinginan tidak tersahuti, manjdi stress dan jalan pintasnya mati bunuh diri. Dan ini semakin hari semakin banyak dan beragam caranya, dari yang gantung diri, minum racun sampai lompat dari gedung super modern berpuluh-puluh lantai.
Lantas bagaimana orang yang mengakhiri perjalanan hidupnya dengan bunuh diri. Tuntunan agama Islam melarang kerasn perbuatan tak terpuji tersebut. Menurut yang sempat saya pahami, manusia bahkan seluruh jiwa raganya adalah milikmAllah SWt yang diamanatkan kepada masing-masing manusia, sehingga tidak bisa seenaknya saja memperlakukannya. Begitu jugadengan nyawanya,  tidak boleh seenaknya, memisahkannya dari badannya kecuali atas ijin Allah SWT, firman Allah Qs 53:44

وَأَنَّهُ هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا
 dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan, Qs 53:44

لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

 Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. QS. Al Hadiid 57:2

Dari itu seseorang tidak boleh menghilangkan nyawanya dengan apapun dan alasan apapun. Dalam hadist kudsi Allah SWT berfirman “Dia mendahului Aku, maka Aku haramkan baginya surga.”mr jan20

shalat penuh makna

Dalam fiqh Islam, rukun shalat merupakan salah satu ketentuan sarat sahnya sholat seseorang, artinya bila bacaannya benar maka shalatnya sah, tidak perlu ia tahu arti bacaannya. Namun demikian tentu saja shalat yang berkualitas dan khusu’ dibarengi dengan tahu dan mengerti dari bacaan itu sendiri. Dengan demikian ia akan jauh lebih khusu’ dengan memahami bacaannya, dibanding dengan asal ucap tanpa tahu artinya, padahal sholat itu sendiri merupakan dialog dengan Allah SWT, berupa pengakuan seorang hamba, pujian dan do’a.
Tanpa tahu maknanya, tentu saja shalat yang dilakukan akan terasa hambar. Sekali lagi karena tidak mengerti apa yang diucapkannya. Itula barangkali kenapa seseorang yang begitu rajin shalatnya dan tepat waktu, tapi sipat dan perangainya masih sama saja dengan yang lainnya, yang shalatnya tidak serajin dia. Karena shalat yang dilakukannya itu tanpa makna, tidak  paham maknanya, sehingga sulit untuk bisa meresapi prinsip-prinsip untuk menjadi seorang muslim yang baik.


وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusus' Qs 2:45 


Shalatlah dengan bermakna  untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Ditunaikan  dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu', dengan memperhatikan apa yang dibaca dan tahu maknanya. Muchroji m ahmad