Pulang ke orang tua
Oretan kali ini berjudul pulang atau kembali ke orang
tua, maksudnya kembalinya istri ke orang tua karena permintaan cerainya. Dalam
syariat dibolehkan dan tidak mesti suami menceraikan istrinya, istri juga dapat
minta cerai kepada suaminya, seperti janji yang dibacakan suami saat
nikah-sigot ta’lik. Bila istri sudah tidak nyaman lagi hidup bersama dengan
suaminya karena berbagai macam alasan, ia diboehkan mengguat cerai suaminya.
Dalam banyak informasi biasanya karena masalah ekonomi, suami tidak mampu
menghidupi kebutuhan keluarga sesuai harapan, sehingga istri minta
berpisah-cerai. Atau juga karena ada PIL pria idaman lain, atau WIL bagi suami.
Yang banyak diinformasikan, berawal dari sering
ketemu, sering curhat, sms-an, dengan teman sekantor, sperjalanan kerja, atau
ketemu dengan tidak sengaja, dst. Kesemuanya disampaikan banyak media menjadi
adanya ujian berkeluarga sampai terjadi perceraian. Ketidak harmonisan dengan
suaminya diceritakan, mulai dari perhatian, kasih sayang, kehangatan
berkeluarga dst, yang kemudian ia dapatkan dari kenalan sekantornya atau teman
seperjalanan, dan berkembang menjadi selingkuh dan minta bercerai dengan
suaminya. Atau juga karena masalah pekerjaan, dimana ia mempunyai jabatan dan
pekerjaan melebihi kerjaan suaminya, sampai pada tingkat besaran gaji yang
diterimanya, sehingga ia merasa lebih mampu dari suaminya, dan ingin mencari
pasangan yang lebih baik lagi, setidaknya setingkat dengannya. Dst banyak awal
masalah yang mendasari minta cerainya istri.
Dalam syariat tujuan berumah tangga sangatlah mulia,
agar ia hidup tentram dalam kasih sayang, mengerjakan semua kegiatan yang
diridhoi Alloh SWT yang sudah diatur dalam Al-Qur’an dan Al Hadist sambil
menunggu menghadapNya, sebagai pertanggung jawaban. Firman Alloh SWT ‘Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya
ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu
rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Alloh) bagi kaum yang berpikir. (QS. ar-Rum [30]: 21)
Dari itu menurut syariat rumah tangga yang ideal
adalah rumah tangga yang diliputi sakinah (ketenteraman jiwa), mawaddah (rasa
cinta), dan rohmah kasih sayang, yang sering menjadi do’a saat pernikahan
berlangsung, baik dari keluarga, handai tolan dan teman-teman yang datang.
Untuk mewujudkannya seorang suami atau istri harus saling memahami kekurangan
dan kelebihannya, harus tahu pula hak dan kewajiban, memahami tugas dan
fungsinya masing-masing, melaksanakan tugasnya itu dengan penuh tanggung jawab,
ikhlas, serta mengharapkan ganjaran dan ridho dari Alloh Ta’ala.
Sehingga, upaya untuk mewujudkan pernikahan dan rumah
tangga yang mendapat keridhoan Alloh dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi,
mengingat keadaan manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan,
sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak
jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tenteram, dan bahagia mendadak
dilanda kemelut perselisihan dan percekcokan, seperti yang disampaiakn di awal
oretan ini.
Islah adalah kunci untuk mendamaikan bila terjadi
perselisihan dalam keluarga, suami dan istri adalah lebih dahulu saling
introspeksi, menyadari kesalahan masing-masing, dan saling memaafkan, serta
memohon kepada Alloh agar disatukan hati, dimudahkan urusan dalam ketaatan
kepada-Nya, dan diberikan kedamaian dalam rumah tangganya. Jika cara tersebut
gagal, maka harus ada juru damai dari pihak keluarga suami maupun istri untuk
mendamaikan antara keduanya. Bukan curhat kepada teman kerja, apalagi teman
yang secara kebetulan ketemu dalam perjalanan atau suatu cara.
Apabila masalah antara suami istri semakin memanas,
hendaklah keduanya saling memperbaiki urusan keduanya, berlindung kepada Alloh
dari setan yang terkutuk, dan meredam perselisihan antara keduanya, serta
mengunci rapat-rapat setiap pintu perselisihan dan jangan menceritakannya kepada
orang lain. Bagaimanapun juga berdamai
lebih baik bagi keduanya daripada berpisah dan bercerai. Berdamai lebih baik
bagi anak daripada mereka terlantar (tidak terurus). Perceraian adalah rayuan
iblis dan termasuk perbuatan Harut dan Marut.Alloh berfirman ‘Maka mereka mempelajari dari keduanya (Harut
dan Marut) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya.
Dan mereka tidak dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan
izin Alloh. (QS. al-Baqoroh [2]: 102)
Apabila suami marah sementara istri ikut emosi, atau
sebaliknya hendaklah keduanya berlindung kepada Alloh, berwudhu, dan sholat dua
roka’at. Apabila keduanya sedang berdiri, hendaklah duduk; apabila keduanya
sedang duduk, hendaklah berbaring, atau hendaklah salah seorang dari keduanya
mencium, merangkul, dan menyatakan alasan kepada yang lainnya. Apabila salah
seorang berbuat salah, hendaklah yang lainnya segera memaafkannya karena
mengharapkan wajah Alloh semata.” Rosululloh bersabda
‘“Sesungguhnya iblis meletakkan
singgasananya di atas lautan. Kemudian ia mengirimkan bala tentaranya. Tentara
yang paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang menimbulkan fitnah
paling besar kepada manusia. Seorang dari mereka datang dan berkata: ‘Aku telah
lakukan ini dan itu.’ Iblis menjawab: ‘Engkau belum melakukan apa-apa.’” Nabi
melanjutkan: “Lalu datanglah seorang dari mereka dan berkata: ‘Tidaklah aku
meninggalkannya sehingga aku berhasil memisahkan ia (suami) dan istrinya.’”
Beliau melanjutkan: “Lalu iblis mendekatkan kedudukannya. Iblis berkata:
‘Sebaik-baik pekerjaan adalah yang telah engkau lakukan.’” ( HR. Muslim
[no.2813 (67) )
Bila memang sudah tidak bisa lagi diislahkan, maka ketika
seorang suami akan menjatuhkan talak, ia harus berpikir tentang maslahat
(kebaikan) dan mafsadat (kerusakan) yang mungkin timbul akibat perceraian agar
jangan sampai membawa kepada penyesalan yang panjang. Ia harus berpikir tentang
dirinya, istrinya, dan anak-anaknya, serta tanggung jawabnya di hadapan Alloh pada
hari kiamat. bagi istri, bagaimanapun kemarahannya kepada suami, hendaklah ia
tetap sabar dan janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya.
Terkadang ada istri meminta cerai disebabkan masalah kecil atau karena suaminya
menikah lagi (berpoligami) atau menyuruh suaminya menceraikan madunya.
Hal ini tidak dibenarkan dalam agama Islam. Jika si
istri masih terus menuntut cerai, maka haram atasnya aroma surga, berdasarkan
sabda Nabi :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.
“Siapa saja wanita yang menuntut cerai kepada suaminya
tanpa ada alasan yang benar, maka haram atasnya aroma surga.” Hadits shohih:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2226), Tirmidzi (no. 1187), Ibnu Majah (no.
2055),
Dengan demikian, meskipun istri diperbolehkan
menggugat cerai suaminya, sebaiknya ia tidak boleh meminta cerai dari suaminya
tanpa alasan syar’i. setiap suami dan istri wajib menunaikan hak dan
kewajibannya sesuai dengan syari’at Islam dan bergaul dengan cara yang baik.
hendaklah selalu melaksanakan kewajiban yang Alloh bebankan kepadanya, menjauhi
apa-apa yang dilarang, dan selalu berdo’a kepada Alloh agar dikaruniai pasangan
dan keturunan yang sholih dan sholihah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar