Selasa, 28 Juni 2016

ITQUN MINANNAAR



ITQUN MINANNAAR 

 Para ulama membagi fase Ramadhan menjadi tiga, sepuluh pertama disebut  hari penuh rahmah, pertengannya magfiroh dan sepuluh terakhir itqun minan Nar.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dimana Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Awal bulan Ramadhan adalah Rahmah, pertengahannya Maghfirah dan akhirnya Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka)

Rasulullah Bersabda: “Adalah Rasulullah SAW jika telah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Hikmah di balik meningkatnya  ibadah nabi saw itu adalah karena sepuluh hari yang terakhir  merupakan penutup bagi bulan Ramadhan, sedangkan amal perbuatan itu tergantung pada penutupannya atau akhirnya.

·         Pertama, menghidupkan malam, Aisyah ra berkata: “Tidak pernah aku melihat beliau (Nabi SAW) melakukan ibadah pada malam hari hingga pagi harinya dan berpuasa selama satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadhan.” (HR. Muslim)

·         Kedua, Membangunkan keluarganya, Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib: ia berkata: “Rasulullah SAW membangunkan keluarganya di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Turmudzi).

·         Ketiga, “mengencangkan ikat pinggang, Maksudnya, beliau menjauhkan diri dari menggauli istri-istrinya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas disebutkan bahwa beliau melipat ranjangnya dan menjauhkan diri dari menggauli istri.Namun, jika diri Anda sedang ‘bergejolak’ tentunya lebih baik Anda menunaikan ‘hajat’ terlebih dahulu, barulah Anda kembali fokus dalam menghidupkan malam-malam di sepuluh hari yang terakhir ini.

·         Keempat, mandi antara Maghrib dan Isya, Aisyah, berkata:
“Di bulan Ramadhan, Rasulullah biasanya tidur dan bangun malam, namun jika telah masuk sepuluh hari terakhir, beliau mengencangkan ikat pinggang, menjauhi istri-istrinya, dan mandi di waktu antara Magrib dan Isya.”

·         Kelima, Iktikaf, Aisyah berkata: “Nabi SAW melakukan iktikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau meninggal. Kemudian, istri-istrinya yang melakukan iktikaf sepeninggal beliau.” (HR. Bukhari-Muslim)
Tujuan nabi melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir ialah untuk menghentikan berbagai rutinitas kesibukannya, mengosongkan pikiran, mengasingkan diri demi bermunajat kepada Allah, berdzikir dan berdoa kepada-Nya.

Salah satu jaminan Rasul kepada orang yang berpuasa adalah bahwa pada periode 10 yang terakhir Allah akan membebaskan mereka dari ancaman belenggu api neraka. Maknanya adalah 10 malam terakhir itu memang merupakan babak final dari pelatihan Ramadhan yang sangat menentukan. Yang pada akhirnya manusia dituntut harus mampu :
ü  Menahan hawa napsu baik itu nafsu serakah, ambisi kekuasaan, dll.
ü  Lepas dari api Syaithoniyah  yang  terbuat dari api. Nabi bersabda ‘ sesungguhnya syaithan itu masuk kedalam diri anak Adam itu melalui peredaran darah mereka.
ü  Lepas dari api Hasad, dendam dan permusuhan. Sesuai dengan sabda Nabi “Jauhi oleh kalian sifat hasad ! karena sesungguhnya hasad itu akan memakan amal kalian seperti halnya api memakan kayu bakar “

Senin, 27 Juni 2016

Jangan menikahinya



Jangan menikahinya

Sebaiknya jangan menikahi wanita yang tidak sesuai tuntunan, bukanlah AlQur’an memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya. Laki-laki baik untuk wanita baik-baik, begitu sebaliknya. Firman Alloh SWT “Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. Qs. An Nur:26
sudah sepantasnya bagi seorang pria untuk memilih seorang wanita yang akan ia jadikan pendamping sekaligus seorang ibu bagi anak-anaknya kelak. Namun, dalam menentukan wanita untuk dinikahi ini, seorang pria harus benar-benar tahu mana wanita yang baik dan bukan.

Tak hanya sekedar baik, wanita yang dinikahi haruslah seorang wanita sholehah yang senantiasa menjaga kehormatannya dan selalu taat pada perintah agama. Jika mendapatkan seorang istri dengan ciri tersebut, tentulah rumah tangga akan terasa damai, tentram dan bahagia.
Wanita yang tidak baik itu diantaranya :
·         Al Annanah, wanita yang suka mengeluh dan mengadu, yang membuat suami sulit mencapai sakinah dalam keluarga. Sebab suka mengeluh tidak mendatangkan solusi apapun. Banyak mengeluh tudaklah baik bagi perkembangan keluarga,  yang bisa menguras emosi suami. Sedangkan mengadu sering merusak hubungan baik dengan sesama, baik kerabat maupun sahabat. Apalagi jika yang suka diadukan istri adalah orang tua suami.

·         Al Mananah, wanita yang suka mengungkit-ungkit kebaikan dan jasanya. wanita tipe ini membuat seorang laki-laki terhambat menjalankan perannya sebagai pemimpin keluarga. Jika ia berbeda pendapat dengan istrinya, sang istri mengungkit kebaikan dan jasanya. Apalagi jika secara ekonomi sang suami “lebih rendah” dari istrinya.

·         Al Hananah , wanita yang suka menceritakan dan membanggakan orang di masa lalu. Jika ia janda, ia membangga-banggakan mantan suaminya. Jika ia belum pernah menikah sebelumnya,  ia membangga-banggakan ayahnya dan membandingkan dengan suaminya. Atau mungkin membangga-banggakan saudaranya atau temannya di hadapan suami. kalau  ia pernah pacaran membangga-banggakan pacarnya di hadapan suami.

·         Al Haddaqah, wanita yang keinginan belanjanya besar, mudah tertarik suatu barang atau produk, boros dan konsumtif. Kabarnya banyak suami yang menjadi korupsi karena banyaknya tuntutan dan permintaan wanita tipe ini. Ia tidak boleh melihat orang lain lebih, atau punya kelengkapan rumah dan pakaian yang baru, ia berambisi untuk memilikinya. Wanita ini memiliki tipe :

·         Al Barraqah, suka berhias sepanjang hari. Meskipun demi tampil menawan di hadapan suami, berhias sepanjang hari termasuk sikap berlebihan. Berlebihan dalam belanja kosmetik dan berlebihan dalam pemanfaatan waktu yang mengabaikan kewajiban-kewajiban lainnya. Apalagi jika niatnya bukan untuk suami. Wanita ini biasanya tidak mau makan dan suka mengurung diri sendirian., sebagai wanita penyedih. dia tidak akan makan kecuali bila sendirian dan dia akan menyimpan bagian tertentu untuk dirinya sendiri.


Asy Syaddaqah, wanita yang suka nyinyir dan banyak bicara. Apa saja menjadi bahan bicara yang diakhiri dengan komentar nyinyir. sabda Nabi saw, bahwa Allah murka kepada wanita yang paling banyak ngomong.---------mr-------

Minggu, 26 Juni 2016

Berjauhan dengan Istri



                                 Berjauhan dengan Istri



Pernikahan bukan saja mengatur masalah mahar, masalah keuangan keluarga, dst tapi mengatur banyak aspek, diantara suami istri dan kedua keluarga besar masing-masing. Saat resepsi bangak teman, keluarga yang mengucapkan do’a, diantara “ semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, disamping do’a tuntunan Rasululloh Saw “ semoga Alloh memberi keberkahan kepadamu saat senang, semoga Alloh memberikan keberkahan  kepadamu saat kesusahan, dan semoga Alloh mengumpulkanmu dalam kebaikan”  untuk bisa hidup bahagia, hidup menyenangkan dan meneruskan keturunan.
Namun tidak semua cita-cita  sesuai harapan, banyak hal yang menjadi ujian dalam menjalaninya, salah satunya adalah saat mestinya bersama-sama menciptakan rumah tangga, terpaksa harus berpisah. Berpisah karena tugas, karena pekerjaan dst, yang membuat mereka suami – istri harus berlainan tempat.  Berpa lama suami atau istri harus meninggalkan pasangan masing-masing, terutama suami kepada istri dalam merantau.

Para ulama sepakat bahwa batas maksimum suami diperbolehkan untuk berada jauh dari istrinya hanyalah empat bulan, atau enam bulan paling lama. Ini adalah periode maksimum, utamanya untuk para istri dapat bertahan ketika berpisah dari suaminya.

Dalam suatu riwayah dikisahkan, bahwa pernah terjadi kisah yang menggambarkan derita seorang istri yang merindukan sentuhan suaminya, sementara suaminya sedang tidak berada di sisinya karena tengah mengemban tugas berjihad di medan perang. Suatu malam Khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu tengah melakukan perjalanan keliling Madinah yang mana hal demikian sering dilakukannya semenjak ia menjabat khalifah. sekonyong-konyong Umar bin Khatthab mendengar seorang perempuan Arab berkata :

Malam kian larut berselimut gulita
Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, sekiranya bukan karena mengingat-Mu
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Namun, duhai Rabbi…
Rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku itu…
Terhormat lagi mulia
Pantang kendaraannya dijamah orang

Setelah itu perempuan itu menghela nafas dalam-dalam seraya berkata “Alangkah sepinya, betapa lama suamiku meninggalkan diriku…”Umar pun terpaku mendengar tuturan perempuan itu lalu ia bergumam “Semoga Allah merahmatimu.” Setelah tahu persoalannya, kemudia Umar pun menulis surat kepada suami wanita tersebut yang sedang berperang jihad dan menyuruhnya pulang.

Selanjutnya Umar mendatangi putrinya Hafshah dan bertanya “Wahai putriku, berapa lamakah seorang perempuan tahan berpisah dengan suaminya?” Lalu Hafshah menjawab, “Bisa sebulan, dua bulan atau tiga bulan. Setelah empat bulan ia tidak akan mampu lagi bersabar. Riwayat lain menyebutkan “Lima bulan, enam bulan.”

Maka sejak saat itu, khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu menetapkan jangka waktu itu sebagai ukuran lamanya pengiriman pasukan ke medan perang. Wallohu’alam----mr---------

pahala beribadah sembilan ribu tahun

Saat Imam Hasan Mujtaba ra sedang menghabiskan hari-harinya untuk beri’tikaf di masjid, seseorang mendatangi beliau dan berkata, “Wahai putra Rasulullah saw, seseorang menagih hutang padaku namun aku tidak mempunyai uang. Oleh karena itu ia ingin menuntutku sehingga aku dipenjara.”
Imam Hasan as menjawabnya, “Saat ini aku tidak punya uang untuk membayar hutangmu.”
“Maka lakukanlah sesuatu agar aku tidak dipenjara,” kata lelaki itu.

Padahal sedang beri’tikaf, dan orang yang beri’tikaf tidak boleh keluar dari masjid, Imam Hasan ra mengambil sepatunya dan hendak pergi meninggalkan masjid.
Lelaki itu berkata, “Wahai putra Rasulullah saw, apakah engkau lupa bahwa dirimu sedang beri’tikaf?”
Imam menjawab, “Aku tidak lupa bahwa aku sedang beri’tikaf. Tapi aku ingat perkataan ayahku bahwa orang yang menunaikan hajat saudaranya maka pahalanya seperti orang yang beribadah sembilan ribu tahun, berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari.”

Sabtu, 25 Juni 2016

Dinikahkan



Dinikahkan

Yang dimaksud dinikahkan di sini adalalah seorang gadis atau janda yang dipaksa menikah oleh orang tuanya atau seseorang yang berkuasa untuk itu. Seperti kejadian yang seringdiriwayahkan banyak orang pada masa-masa dahulu, yang dikenal dengan istilah jaman siti nurbaya. Meski bukan hanya dia yang dipaksa menikah oleh orang tuanya, para bangsawan kerajaanpun melaksanakannya. Bahkan para pembesar suatu daerahpun sering memaksakan kehendaknya dalam menikahkan anaknya. Alasannya beragam dari mulai menjaga hubungan dagang, tali kekerabatan, keningratan, maupun bobot, bibit dan berbagai alasan lainnya. 

Dunia semakin berkembang, pernikahan gaya siti nurbaya semakin tidak ada dan ditinggalkan, namun bukan berarti tidakada. Hanya alasannya yang berbeda, bukan tidak mungkin diz aman penuh bisnis alasan ini sering  dijadikan perimbangan. Bukan itu saja alasan hutangpun masih menjadi penyebabnya, hampir sama dengan zaman dulu kala meski tidak serupa benar. Karenanya meski semakin modern masih diketemukan menikah dengan paksaan, dengan bahasa lain dipaksa menikah.
Dalam syariat tentu saja melarangnya, haram hukumnya bagi orang tua –wali-seorang wanita untuk memaksanya menikah dengan lelaki yang tidak dia cintai. Rasululloh mengingatkan tentang tugas wali terhadap putrinya sebelum menikah,
لَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ
“Gadis tidak boleh dinikahkan sampai dia dimintai izin.” HR. Bukhari - Muslim
باب لا يُنكح الأبُ وغيره البكرَ والثَّيِّبَ ، إلا برضاهما
Ayah maupun wali lainnya tidak boleh menikahkan seorang gadis maupun janda, kecuali dengan keridhaannya. Shahih Bukhari
Orang tua-wali yang memaksakan kehendaknya dengan alasan apapun untuk menikahkan anak dengan pilihannya sendiri merupakan bentuk kezoliman. Memaksan anak perempuannya untuk merasakan kebahagiaan dengan laki-laki yang tidak dikenal dan dicintainya. Karena pada prinsipnya tujuan utama menikah adalah untuk mewujudkan kebahagiaan kedua belah pihak. Kedua pasangan suami istri, bukan kebahagiaan orang tua.
Menikahkan anak perempuan sedang ia tidak menyukainya, adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip agama. Allah tidak pernah mengizinkan wali wanita untuk memaksakan kehendaknya dalam transaksi jual beli, kecuali dengan izinnya. Demikian pula, dalam hal ini tidak boleh memaksakan anaknya untuk makan atau minum atau memakai baju, yang tidak disukai anaknya- memaksa anaknya untuk berhubungan dan bergaul dengan lelaki yang tidak dia sukainya.
Di sisi lain, jika orang tua/wali  memaksa anak perempuannya untuk menikah, maka status pernikahan tergantung kepada kerelaan pengantin perempuan.. Jika dia rela dan bersedia dengan pernikahannya maka akadnya sah. Jika tidak rela, akadnya menjadi batal. Ada seorang wanita yang mengadukan sikap ayahnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengatakan,“Ayahku memaksa aku menikah dengan keponakannya. Agar dia terkesan lebih mulia setelah menikah denganku.” Kemudian Rasululloh menyerahkan urusan pernikahan itu kepada si wanita.”
Kemudian wanita ini mengatakan,
قَدْ أَجَزْتُ مَا صَنَعَ أَبِي ، وَلَكِنْ أَرَدْتُ أَنْ تَعْلَمَ النِّسَاءُ أَنْ لَيْسَ إِلَى الْآبَاءِ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ
Sebenarnya aku telah merelakan apa yang dilakukan ayahku. Hanya saja, aku ingin agar para wanita mengetahui bahwa ayah sama sekali tidak punya wewenang memaksa putrinya menikah. HR. Ibn Majah
Jika pernikahan itu tetap berlangsung makan selagi perempuan-istri, tidak ridho maka ia tidak perlu bersama dengansuaminya,demikian juga suami tidak bisa menuntut untuk bersamanya. Namun keadaan seperti ini tidak otomatis berpisah, karena untukitu perlu adanya talak dari suaminya. Di perempuan-istri- meminta  suaminya untuk mengucapkan kata cerai. Atau dia mengajukan ke pengadilan agar diceraikan hakim (fasakh). Wallohu’alam------mr-----