Rabu, 22 Oktober 2008

Tantangan Kepemimpinan Kaum Muda

Tantangan Kepemimpinan Kaum Muda

Rama Pratama
Ketua Dewan Pimpinan Nasional GEMA Keadilan

Wacana kepemimpinan oleh kaum muda terus berembus kencang. "Saatnya kaum muda memimpin" bergerak menjadi narasi besar pada tahun ini. Gaungnya makin membumi tatkala Pemilu 2009 makin di depan mata. Kepemimpinan kaum muda menjadi sesuatu yang dirindukan kehadirannya. Lahir dari keresahan akan hegemoni kaum tua dalam lingkaran kepemimpinan nasional.

Hasrat itu kian menguat manakala menyaksikan kegagalan kaum tua dalam menata dan memberdayakan bangsa ini. Kaum tua dianggap telah membawa bangsa ini menuju jurang kehancuran yang kian dalam. Kepemimpinan kaum muda pun disodorkan sebagai solusi karena kaum muda dianggap memiliki kompetensi, integritas, kapabilitas, kreativitas, progresivitas, dan idealisme. Keterbebasan kaum muda dari dosa masa lalu melahirkan harapan adanya komitmen moral untuk membangun bangsa ini secara lebih baik.

Kaum Muda di Pentas Dunia
Sebelum 'demam Obama' melanda dunia, kita sudah disuguhkan para pemimpin baru di pentas politik dunia yang memimpin negaranya sebelum mencapai usia 50 tahun. Dari Amerika Latin muncul Evo Morales, Presiden Bolivia yang berusia 49 tahun. Mahmoud Ahmadinejad terpilih menjadi Presiden Iran pada usia 49 tahun. Barack H. Obama yang sempat sekolah di sebuah sekolah dasar negeri di Menteng, Jakarta Pusat, kini dalam usianya yang ke 47 tahun, menjadi calon kuat presiden Amerika Serikat. Mereka bukan sekedar mengisi sejarah kepemimpinan negaranya, tetapi menjadi idola baru, simbol perlawanan dan juga harapan bangsanya.

Kendala Kaum Muda
Namun kepemimpinan kaum muda tentu saja bukan sesuatu yang mudah diraih. Terlebih sistem rekruitmen politik dan kepemimpinan nasional saat ini tidak cukup leluasa memberi ruang bagi kaum muda. Kaum muda Indonesia harus mampu menjawab tantangannya sendiri. Terdapat sejumlah kendala yang bisa menghadang kaum muda untuk tampil dan berperan dalam pentas politik Tanah Air. Pertama faktor pengalaman. Umumnya kaum muda bisa dibilang miskin pengalaman dalam "memikat" hati rakyat. Seseorang bisa tampil di panggung utama politik jika dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu kemampuan "memikat" hati rakyat menjadi sangat penting.

Statistik hasil pemilihan kepala daerah membuktikan kaum tua masih cukup dominan memenangi pilkada. Masyarakat belum yakin dengan kepemimpinan kaum muda karena belum cukup informasi dan bukti tentang kemampuan kaum muda.

Kedua, faktor "perlawanan" kaum tua yang masih memegang kuat hasrat kekuasaan mereka. Sudah pasti ini akan menghambat laju kaum muda menuju pentas utama politik baik di pusat maupun daerah. Ini dibuktikan dengan sering tenggelamnya isu kepemimpinan kaum muda dengan dalih tidak ada ketentuan perundangan soal usia pemimpin. Isu pemimpin muda juga sering ditekan dengan alasan kaum muda belum terbukti berhasil dalam kepemimpinan. Dari sudut sistem politik, sinyalemen itu bisa dibuktikan dengan membedah sistem dan mekanisme partai politik yang dirancang sedemikian sehingga sulit bagi kaum muda untuk menggeser posisi kaum tua.

Faktor ketiga adalah tantangan "mengendalikan" birokrasi manakala kaum muda sudah berhasil menggenggam kekuasaan. Kita bisa belajar dari kepemimpinan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (Hade) di Jawa Barat. Dibutuhkan waktu lebih dari 100 hari pemerintahan mereka untuk melakukan reformasi birokrasi. Ini tak lepas dari fakta bahwa lebih dari 90 persen level kepemimpinan di birokrasi adalah kaum tua yang banyak terkait persoalan masa lalu.

Gagasan Perubahan
Namun demikian meski menghadapi aneka tantangan di atas, kaum muda harus terus maju karena bangsa ini membutuhkan pemimpin baru yang memiliki semangat, idealisme, integritas, dan terutama komitmen moral untuk membangun bangsa. Kaum muda harus aktif memberi pencerahan politik sehingga masyarakat terlibat dalam arus revolusi kepemimpinan di bilik-bilik suara.

Sebagai langkah awal kaum muda harus memberi bukti kepada rakyat bahwa kaum muda membawa perubahan bangsa. Kita dapat belajar dari Barack Obama yang mampu memikat hati masyarakat AS, bahkan masyarakat dunia melalui penyampaian visi dan gagasan pembangunannya.

Jadi, kaum muda harus mulai membangun citra, menunjukkan potensi diri, berupaya meraih simpati rakyat, sehingga rakyat memilihnya sebagai wakil rakyat dan pemimpin.

Kaum muda juga perlu menggalang kekuatan dan solidaritas di antara sesama pemuda untuk membenahi rekruitmen politik. Saat ini solidaritas di kalangan aktivis pemuda masih terbelah dalam isu dan kepentingan sektoral. Kaum muda belum satu kata dalam menggalang visi kepemimpinan kaum muda di Indonesia.

Di tengah itu semua, ada juga kabar menggembirakan dengan masuknya para aktivis muda ke ruang publik melalui partai politik. Boleh jadi ini jalan pintas untuk menampilkan kepemimpinan kaum muda. Namun ke depan masalah rekruitmen politik harus menjadi agenda besar kaum muda. Rekrutmen politik menjadi sangat penting karena merupakan indikator yang sensitif dalam melihat nilai-nilai dan distribusi pengaruh politik dalam sebuah masyarakat politik. Memperbaiki rekrutmen politik berarti memuluskan jalan kaum muda menuju pentas politik nasional. Kini saatnya bagi kaum muda untuk merealisasikan gagasan perubahan menuju Indonesia yang lebih baik.

Tidak ada komentar: