Minggu, 26 Oktober 2008

Ahli Sunah Wal Jamaah

Ahli Sunah Wal Jamaah

Salah satu aliran teologi dalam Islam yang timbul karena reaksi terhadap paham-paham golongan Muktazilah, merupakan nama bagi aliran Asy-ariyah dan Maturidiyah (al-Maturidi). Paham Muktazilah yang disebarkan pertama kali oleh Wasil bin Atha pada tahun 100 H/718 M mendapat pengaruh dalam masyarakat.

Pengaruh ini mencapai puncaknya pada masa khalifah Abbasiyah, yaitu al-Ma'mun (198-218H/813-833), al-Mu'tasim (218-228H/833-842M), dan al-Wasiq (228-233H/842-847M). Pengaruh ini semakin kuat ketika aliran Muktazilah dijadikan sebagai mazhab resmi yang dianut negara pada masa Khalifah al-Ma'mun pada tahun 827 H.

Dalam penyebaran paham-paham Muktazilah terjadi suatu peristiwa yang membuat lembaran hitam dalam sejarah perkembangan Muktazilah itu sendiri. Khalifah Al-Ma'mun dalam menerapkan prinsip amar ma'ruf nahi munkar (perintah untuk mengerjakan perbuatan baik dan larangan untuk mengerjakan perbuatan keji)

melakukan pemaksaan paham Muktazilah kepada seluruh jajaran pemerintahannya, bahkan juga seluruh masyarakat Islam. Dalam pemaksaan paham-paham Muktazilah ini, banyak ulama yang sebagai panutan masyarakat menjadi korban penganiayaan. Hal ini misalnya terjadi pada Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali), seorang yang berpegang teguh pada hadis Nabi saw dan tidak mau menerima logika dalam pembuktian masalah-masalah akidah, yang harus mendapatkan siksaan karena sikap kuat dan konsistennya dalam mempertahankan prinsif bahwa Alquran itu bukanlah makhluk sebagaimana yang dianut paham Muktazilah. Peristiwa in dikenal dalam sejarah teologi Islam dengan nama mihnah (ujian akidah).

Banyak dari para ulama yang mendapatkan ujian seperti ini dan di antara mereka ada yang dengan terpaksa lolos dari ujian tersebut, artinya menerima paham yang dianut khalifah. Namun Ahmad bin Hanbal dan Muhamma bin Nuh bersikeras dan tidak mau mengubah keyakinan mereka untuk mengatakan Alquran itu adalah makhluk. Sikap Ahmad bin Hanbal yang secara tegas mempertahankan keyakinannya itu di hadapan penguasa mendapat simpatik dari masyarakat. Khalifah tidak berani menjatuhkan hukuman mati terhadap Ahmad bin Hanbal karena ia mempunyai pengikut yang luas. Jika hukuman mati dilaksanakan terhadap Ahmad bin Hanbal, maka akan terjadi kekacauan di tengah-tengah masyarakat.

Istilah Ahlusunah waljamaah dinisbahkan pada aliran teologi Asy'ariyah dan Maturidiiyah karena mereka berpegang kuat pada sunah Nabi saw dan juga merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat Islam. Sedangkan Muktazilah adalah golongan yang tidak kuat berpegang pada sunah Nabi SAW dan sejak semula merupakan kelompok minoritas dalam masyarakat Islam pada waktu itu. Oleh sebab itu, sunah dalam istilah ini berarti hadis. Ahlusunah waljamaah percaya kuat dan menerima hadis-hadis sahih tanpa memilih dan melakukan interpretasi. Dengan demikian, istilah Ahlusunah waljamaah ini muncul setelah munculnya aliran teologi Asy'aariyah dan Maturidiyah.

Dengan hilangnya paham-paham teologi lain di dunia Islam, paham Ahlusunah waljamaah berkembang dan dianut secara luas terutama semenjak Muktazilah dicabut dari mazhab resmi negara di zaman al-Mutawakkil. Sekalipun paham Syiah dan pelanjut paham Muktazilah pernah berkuasa pada masa Dinasti Buwaihi dan pada awal pemerintahan Dinasti Seljuk, namun mayoritas umat Islam pada waktu itu tidak ikut terpengaruh oleh paham teologi penguasa. Bahkan di zaman Salajikah yang terkenal dengan Madrasah Nizamiyah oleh Nizam al Mulk, ajaran-ajaran al-Asy'ari lebih berkembang pesat. Para pengajar di madrasah ini adalah pengikut Asy'ariyah yang secara gencar menyebarkan ajaran-ajaran Ahlusunah waljamaah kepada murid-muridnya. dam/disarikan dari buku Ensiklopedi Islam terbitan PT Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta

Tidak ada komentar: