Rabu, 22 Oktober 2008

Kejahatan di Ruang Pengadilan

Kejahatan di Ruang Pengadilan
KETIKA orang memasuki masjid atau gereja, mereka diikat keharusan perilaku tertentu yang sangat imperatif. Seperti membuka sepatu dan membungkuk. Itu adalah wujud ketaatan kepada power mutlak yang dimiliki lembaga yang tidak bisa dilawan siapa pun juga.

Bagaimana dengan ruang sidang di pengadilan? Sebagai salah satu lembaga yang menjaga supremasi hukum, ruang pengadilan memiliki keharusan-keharusan perilaku imperatif yang tidak boleh dilanggar.

Kesucian dan kemahakuasaan ruang pengadilan juga dilindungi undang-undang. Siapa saja yang menghina, apalagi melakukan kejahatan di ruang pengadilan, bisa dikenai hukuman pidana yang dikenal dengan istilah contempt of court.

Apa yang terjadi dengan ruang-ruang pengadilan di Indonesia? Apakah di sana melekat kekuasaan yang menakutkan dan memaksa semua orang yang hadir ketakutan karena kewibawaan yang memancar dari seluruh ruang sidang, termasuk dari sosok hakim yang dibalut toga dan bertengger di atas kursi mahkamah?

Kejadian memalukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/10), menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Ruang pengadilan memperlihatkan di sana justru terjadi pembunuhan.

Seorang pengunjung sidang dibunuh pengunjung sidang yang lain. Seorang lagi luka parah dalam pertarungan dua kubu pengunjung yang memadati ruang pengadilan.

Bukan baru sekali ini kejahatan terjadi di ruang pengadilan. Di beberapa tempat kejadian serupa berlangsung terus-menerus. Di ruang sidang pengunjung bisa menganiaya saksi. Massa dikerahkan ke ruang sidang untuk meneror hakim dan jaksa. Semuanya diterima sebagai hal yang biasa-biasa saja. Ruang sidang seperti memperagakan hukum rimba, siapa kuat dia menang, siapa bersuara lebih kencang dia berjaya, dan siapa membawa massa lebih banyak dia yang berkuasa.

Perilaku yang tidak beradab di ruang sidang seperti ini tidak bisa lagi dibiarkan terus-menerus. Ruang sidang adalah ruang tentang kepastian. Ruang tentang kedamaian karena di sana orang memperoleh ketegasan tentang yang benar dan yang salah. Di sana ada kekuatan untuk memaksa yang menang untuk dihargai yang kalah untuk dihukum.

Tidak bisa dibayangkan orang-orang yang datang ke tempat pengadilan untuk memperoleh jawaban tentang kepastian yang menenangkan, tetapi di sana tidak ada kepastian tentang keamanan dan kenyamanan.

Bila hakim sungguh berwibawa, dia berhak mengusir pengunjung sidang yang ribut atau tidak mengindahkan peraturan. Pengadilan sebagai lembaga harus memiliki tenaga pengaman internal yang melengkapi tugas polisi. Polisi, diminta atau tidak, harus memperlakukan ruang dan lingkup pengadilan sebagai tempat yang amat dihormati dan berwibawa.

Yang tidak kalah penting adalah pendidikan terhadap warga untuk menghormati kewibawaan ruang pengadilan. Pengadilan pasti paham mana saja kasus sensitif dan mana yang tidak. Untuk kasus sensitif pengadilan berhak meminta pengamanan ekstra dari pihak kepolisian.

Selain itu, desain gedung dan ruang pengadilan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga mampu meredam kejahatan. Misalnya, kursi terdakwa harus berjauhan dengan kursi pengunjung.

Perilaku di ruang sidang biasanya paralel dengan wajah hukum dan penegakan hukum di sebuah negara. Semakin semrawut penegakan hukum, semakin semrawut juga kelakuan orang di ruang sidang. Itulah wajah kita.

Tidak ada komentar: