Rabu, 22 Oktober 2008

Kuda Hitam Memacu Peluang

Kuda Hitam Memacu Peluang

Prabowo Subianto (Antara/Widodo S Jusuf)Satu hari seabrek agenda. Itulah kesibukan Prabowo Subianto belakangan. Selasa pagi lalu, Prabowo membuka Rapat Pimpinan (Rapim) dan Konsolidasi Partai Gerindra, kendaraan politik yang dibidaninya. Siangnya, pensiunan jenderal bintang tiga itu sibuk menerima kader dan pengurus teras Partai Gerindra.

Kemudian, sore harinya, mantan Panglima Kostrad TNI Angkatan Darat itu dikukuhkan menjadi Ketua Dewan Partai Gerindra. Selanjutnya Prabowo melakukan orasi politik di depan ratusan fungsionaris patai berlambang kepala burung garuda itu. Di sela-sela kesibukannya, ia menyempatkan diri menggelar jumpa pers.

Pada kesempatan itu, Prabowo menyatakan bahwa Rapim dan Konsolidasi Partai Gerindra yang diikuti hampir 500 dewan pimpinan cabang tingkat kabupaten dan kota itu, antara lain, untuk mengalkulasi dukungan politik kepadanya dalam pemilihan presiden (pilpres) 2009. ''Kami melakukan cek secara benar-benar,'' kata Prabowo.

Upaya merapatkan barisan dilakukan juga lewat acara pembekalan kader bertajuk ''Orientasi Candradimuka I'' di Lapangan Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, Sabtu pekan lalu. Bekas Komandan Kopassus itu membuka acara yang diikuti 1.349 calon anggota legislatif (caleg) dan kader Partai Gerindra dari seluruh wilayah Indonesia itu.

Kerja keras Prabowo membuahkan hasil. Gerindra, yang baru berdiri pada Februari 2008, menjadi partai baru yang dikenal masyarakat. Setidaknya, berdasarkan polling yang dilakukan Lembaga Survei Nasional (LSN) pada 20-27 September lalu, elektabilitas atau tingkat keterpilihan Gerindra pada pemilu mencapai 10,4%, atau berada di posisi ketiga setelah Partai Demokrat (14,8%) dan PDI Perjuangan (12,2%).

Angka dukungan itu mengungguli partai besar, Golkar, yang hanya meraup 7,1%. Di kancah bursa calon presiden, nama Prabowo pun kian diperhitungkan. Kabar teranyar, Prabowo --bersama Fadel Muhammad-- digadang-gadang menjadi kandidat kuat calon wakil presiden untuk pendampingi Megawati Soekarnoputri, calon presiden dari PDI Perjuangan, dalam pilpres 2009.

Budi Mulyawan, anggota Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan, mengakui bahwa nama Prabowo beredar di kalangan internal partai berlambang banteng moncong putih itu. Kubu Prabowo sendiri masih wait and see menanggapi angin baik yang berembus dari partai tetangga itu. Menurut ketua umumnya, Suhardi, Gerindra hingga kini masih mendorong Prabowo sebagai calon presiden dari partainya.

Laju-tidaknya pencalonan itu sangat tergantung hasil pemilu legislatif 2009. Jika raihan suara Gerindra memungkinkan untuk mengusung calon presiden sendiri, Ketua Dewan Pembina Gerindra itu tetap akan maju. Namun, jika tidak memungkinkan, kata Suhardi, Gerindra siap berkoalisi dengan partai lain dan tak keberatan Prabowo menjadi calon wakil presiden.

Apakah akan bergandengan tangan dengan PDI Perjuangan dan menempatkan Prabowo sebagai calon pendamping Megawati? Suhardi melihat peluang ini terbuka lebar, mengingat platfom dua partai itu sama-sama nasionalis. ''Sesama nasionalis lebih mudah dalam menjalin komunikasi,'' katanya.

Nama Prabowo pun menjadi calon presiden paling fenomenal di atas kertas hasil survei dan polling beberapa lembaga survei. Berdasarkan survei dan jajak pendapat teranyar yang dilakukan dua lembaga survei berbeda, yakni National Leadership Center (NLC) dan LSN, misalnya, elektabilitas Prabowo sebagai calon presiden melesat. Ia menempati posisi tiga besar setelah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri.

Ketika responden ditanya ''siapakah yang Anda pilih jika pemilu presiden berlangsung hari ini?'', survei NLC yang berlangsung pada 15 September hingga 26 September lalu mendapatkan hasil, Prabowo mengoleksi suara 15% atau naik empat poin dibandingkan dengan survei serupa pada Juli silam. Kenaikan angka dukungan juga diraih SBY, dari 27% pada Juli lalu menjadi 34%.

Sedangkan Megawati justru anjlok dari urutan pertama pada suvei Juli lampau, yakni 28%, menjadi runner up dengan angka dukungan 22%. Hasil ini menunjukkan fenomena, menurut Taufik Bahaudin, Ketua NLC, ''Munculnya kuda hitam bernama Prabowo.'' Begitu juga ketika polling LSN mengajukan pertanyaan yang sama pada September ini, hasilnya tak jauh berbeda.

Prabowo menempati posisi ketiga dengan dukungan 14,2%. Posisi puncak tetap diduduki SBY, 30%, dan Megawati, 15,3%. Bagi Umar S. Bakry, Direktur Eksekutif LSN, angka dukungan yang mengalir ke Prabowo itu sungguh fenomenal. Sebab, ketika survei serupa berlangsung pada Mei lalu, dukungan kepada Prabowo masih di bawah 5%. Hasil LSN ini, kata Umar, tak jauh berbeda dari survei serupa yang dilakukan Lembaga Survey Indonesia, Indo Barometer, Lingkaran Survei Indonesia, dan Reform Institute.

Keterkejutan LSN atas elektabilitas Prabowo bermula ketika membaca hasil survei yang dilakukan TNS (Taylor Nelson Sofres), lembaga riset internasional yang berpusat di London, Agustus lalu. Prabowo mendapat dukungan 11%. Penasaran atas lonjakan itu, lantas LSN menggelar jajak pendapat. Hasilnya malah lebih mengejutkan: dukungan terhadap Prabowo mencapai 14,2%, melebihi angka yang didapat dari survei TNS.

Kepercayaan responden terhadap pencalonan Probowo juga terjaga di posisi ketiga ketika disodorkan pertanyaan ''siapakah calon presiden yang Anda pilih pada pilpres 2009?''. Survei NLC mendapatkan angka dukungan terhadap Prabowo sebanyak 25%, naik tiga angka dibandingkan dengan survei pada Juli lalu. Megawati, meski bertengger di posisi kedua, mengalami penurunan dukungan dari 31% menjadi 26% atau hanya unggul 1% dari Prabowo.

Sedangkan SBY mengalami penguatan dukungan dari 27% menjadi 34%. Hasil polling LSN malah lebih mengejutkan. Ketika responden diminta menyebut tiga nama tokoh nasional yang pantas menjadi Presiden RI 2009-2014, Prabowo disebut oleh 47,7% responden. Jauh mengungguli Megawati yang hanya mencapai 32,8%. SBY, lagi-lagi, bertengger di puncak dengan raihan dukungan 55,4%.

Banyak pihak menganalisis, melesatnya elektabilitas Prabowo itu tak lepas dari keberhasilan kampanye pencitraan diri lewat iklan televisi, selain hasil kerja keras menggalang kekuatan di tingkat akar rumput. Pesan yang diusung iklan politik Prabowo dianggap jauh lebih jelas ketimbang iklan tokoh nasional lainnya, seperti Soetrisno Bachir dan Rizal Mallarangeng. ''Prabowo langsung bicara jangan ini dan jangan itu. Pesan ini langsung kena,'' kata Taufik Bahaudin kepada Sukmono Fajar Turido dari Gatra.

Umar Bakry sependapat dengan Taufik. Menurut Umar, pesan yang disampaikan iklan Prabowo dapat bersentuhan langsung dengan masalah masyarakat. Ia menempatkan diri sebagai pembela petani, nelayan, pedagang tradisional, dan komitmen mencintai produk dalam negeri. Paradigma ekonomi Prabowo, kata Umar, berbeda dari SBY dan para calon presiden lainnya yang cenderung pro-pasar bebas dan kapitalis.

Prabowo akan cenderung memilih jajaran menteri perekonomiannya yang pro-rakyat. Umar Bakry bahkan memosisikan sosok putra ''begawan ekonomi'' Prof. Soemitro Djojohadikusumo (almarhum) itu sebagai Hugo Chavez (Presiden Venezuela)-nya Indonesia. ''Peduli pada warga miskin,'' ujar Umar Bakry kepada Anwar Riksono dari Gatra.

Pakar komunikasi politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Effendi Ghazali, menilai iklan Prabowo beserta Gerindra-nya telah mencapai tahap komunikasi branding (merek). Branding-nya itu adalah Prabowo dan Gerindra milik petani, nelayan, serta rakyat miskin. ''Iklan yang paling berkualitas dibandingkan dengan yang lain,'' kata Effendi.

Sementara itu, iklan politik yang dijajakan tokoh nasional lainnya, menurut Effendi, baru sebatas tahap introducing (perkenalan). Bahkan belum berhasil sebagai bridging (menjembatani). Meski begitu, Prabowo tak terlalu menanggapi serius survei dan polling yang menunjukkan kenaikan popularitasnya.

Peringkat ketiga elektabilitas itu, menurut dia, juga bukan berarti menunjukkan pencapaian yang memuaskan. "Walaupun nomor tiga, jarak saya masih jauh," ujar Prabowo. Sebab ia akan menghitung dengan saksama perihal dukungan terhadap dirinya.

Hidayat Gunadi, Mukhlison S. Widodo, dan Basfin Siregar
[Nasional, Gatra Nomor 49

Tidak ada komentar: