Minggu, 26 Oktober 2008

Amrozi Cs



Keluarga Ingin Makamkan Amrozi di Solokuro
Rencana eksekusi terhadap Amrozi cs tak membuat cemas keluarga mereka di Tenggulun, Solokuro, Lamongan. Mereka mengaku tidak merasa sedih atau kehilangan. ''Saya dan semua keluarga di sini (Tengulun, Red) termasuk Emak (Tariyem, ibu kandung Amrozi, Red) sudah terbiasa berpisah. Jadi, semua pada intinya no problem,'' kata Ali Fauzi, adik Amrozi paling bungsu.

Hanya, kalaupun semua harus terjadi, lanjut Ali Fauzi, jenazah kedua kakaknya itu tetap akan diminta untuk dibawa pulang ke Tenggulun. Dia orang pertama yang akan mengusahakan itu. Bahkan, dia mengaku tidak tertarik dengan tawaran beberapa orang yang mengaku simpati sehingga menawarkan tanah untuk pemakaman.

Alasan penolakan itu semata-mata karena mereka berdua milik keluarga. Selain itu, Ali Fauzi tidak ingin nanti ada pengeramatan terhadap makam tersebut. Sebab, dia ingin makam itu layaknya orang meninggal dunia pada umumnya. ''Hanya, yang perlu dipikirkan sekarang bagaimana cara sampai di Lamongan. Saya kira, kalau lewat darat, tidak mungkin. Demi menjaga dari segala kemungkinan, lebih baik diangkut dengan helikopter,'' imbuhnya.

Tapi, Ali Fauzi kemarin menegaskan bahwa sebenarnya dirinya tidak ingin berandai-andai. Bahkan, hingga sekarang pun dia belum percaya bahwa eksekusi mati yang akan diberlakukan kepada kedua kakak kandungnya itu bakal dilaksanakan. ''Jika dilaksanakan, itu namanya tidak adil. Banyak sekali terpidana mati, seperti kasus narkoba, yang sudah lama diputus hukuman mati hingga sekararang tidak juga dilaksanakan. Mengapa Amrozi harus secepat ini. Ada apa ini?'' tandas Ali Fauzi tetap dengan nada tenang.

Ketenangan juga berlaku bagi keluarga besar Amrozi. Ny Tariyem, ibu Amrozi, tetap menjalankan aktivitas seperti biasa. Dia tetap pergi ke ladang. Ustad Khozin dan Jakfar Shodiq, dua kakak kandung Mukhlas dan Amrozi, juga tetap beraktivitas. Mengajar seperti yang dilakukan Khozin atau belanja seperti apa yang dilakukan Ustad Jakfar untuk usaha dagang di samping rumahnya.

Hanya, Ustad Jakfar lebih memilih menutup diri untuk tidak membicarakan soal rencana eksekusi mati tersebut yang dijadwalkan awal November nanti. Dia tidak ingin berandai-andai dan menyatakan sangat tidak santun membicarakan kematian orang yang masih hidup. ''Semua persoalan hidup mati itu hanya Allah yang tahu. Saya tidak ingin berandai-andai,'' katanya.

Lain lagi dengan Ustad Khozin. Dia malah mengharapkan kedua adik kandungnya tersebut dibebaskan. Hanya, ketua Yayasan Pondok Pesantren Al Islam itu tidak berpanjang lebar memberikan alasan. Ketika disinggung soal rencana eksekusi, dia dan keluarganya mengatakan sampai saat ini juga tidak pernah berpikir, apalagi mempersiapkan diri untuk itu.

''Karena ya itu tadi, semua yang mengatur Allah. Kecuali kalau takdir sudah terjadi, itu lain lagi,'' tuturnya di lingkungan Ponpes Al Islam kemarin.
---------------------------
Napi Sementara Tak Boleh Dijenguk

Mendekati pelaksanaan eksekusi tiga terpidana mati kasus bom Bali, Pulau Nusakambangan ditutup. Tak ada orang luar yang diizinkan masuk ke pulau tersebut, termasuk keluarga para narapidana.

''Bukan hanya keluarga para teroris (Amrozi, Imam Samudra, dan Muklas alias Ali Ghufron, Red) yang kami larang. Tetapi, semua keluarga napi yang ada di Nusakambangan juga kami larang. Kami tidak memberikan izin berkunjung ke Nusakambangan,'' ujar Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Hukum dan HAM Jateng Bambang Winahyo kemarin.

Sampai kapan penutupan itu akan dilakukan? Bambang mengatakan sampai batas waktu yang belum ditentukan. Yang jelas, kata dia, hingga kondisi Nusakambangan benar-benar aman.

Penutupan itu tidak hanya berlaku untuk kunjungan ke Lapas Batu, tempat Amrosi cs ditahan, tapi juga lapas lain yang di Nusakambangan.

Seperti diberitakan, di Nusakambangan, selain Lapas Batu, juga terdapat Lapas Besi, Permisan, Kembangkuning, Pasir Putih, narkoba, dan lapas terbuka.

Meski belum ada kepastian tentang tanggal pelaksanaan eksekusi, masyarakat bisa melihat tanda-tanda persiapannya. Saat ini Polres Cilacap meminta bantuan tambahan pasukan dari Polda Jateng.

Kapolres Cilacap AKBP Teguh Pristiwanto mengatakan, pasukan bantuan itu akan tiba di wilayahnya pada H-3 eksekusi. Dengan demikian, bisa diprediksi bahwa tiga hari setelah pasukan berjumlah 300 personel yang didominasi Brimob itu tiba, eksekusi Amrozi cs akan dilakukan.

Dia memberikan perumpamaan, jika eksekusi dilaksanakan 7 November, pasukan bantuan itu akan tiba 4 November. ''Ini hanya semisal. Yang jelas, kami masih menunggu instruksi," tambahnya.

Dia menambahkan, hingga sekarang pihaknya belum mengetahui waktu pasti pelaksanaan eksekusi. Karena itu, penerjunan pasukan harus menunggu waktu yang tepat dengan mempertimbangkan banyak hal, termasuk biaya.

Peningkatan aktivitas pengamanan makin terasa di wilayah Cilacap dan sekitarnya menyusul pengumuman rencana eksekusi Amrozi cs oleh Kejagung 24 Oktober lalu. Razia kendaraan dari luar daerah dilakukan tiap malam. Begitu pula dengan patroli di laut yang menghubungkan antara Cilacap dan Nusakambangan. Beberapa objek vital yang ada di kabupaten paling barat Jateng itu juga tak luput adri pengamanan polisi. Misalanya Pertamina yang sejak tiga hari lalu sudah menyatakan siaga satu.

Kemarin, dua kenadaraan, salah satunya kendaraan anti teror dan satu truk tertutup memasuki Nusakambangan. Tapi tak ada yang tahu, apa yang dibawa kedua kendaraan tersebut. Ada yang menduga, kendaraan itu membawa senjata yang akan digunakan untuk eksekusi. "Bukan memasukkan senjata untuk eksekusi. Tidak ada laporan yang masuk ke saya. Mungkin itu untuk ganti jaga regu brimob yang ada di Nusakambangan," ujar Kapolres.

Nusakambangan memang setiap hari dijaga pasukan Brimob. Mereka ditempatkan di Lapas Pasir Putih dan satu regu lagi di Lapas Batu. Hal ini dilakukan karena Nusakambangan adalah tempat menahan para penjahat kelas kakap.

Sementara itu, Utadz Abu Bakar Ba'asyir minta Amrozi Cs bersabar menjelang hukuman mati mereka. Hal ini disampaikan Ba'asyir karena ia beranggapan tiga pelaku tersebut tidak bersalah sepenuhnya atas tragedi yang menewaskan lebih dari 200 orang itu.

"Saya minta mereka bisa bersabar," katanya usai memberikan ceramah dalam tabligh akbar di Gandrungmanis kecamatan Gandrungmanggu, Cilacap kemarin. Permintaan ini ia sampaikan karena bagaimanapun, hukuman mati merupakan konsekuensi dari perjuangan mereka.

Menurut tokoh asal Solo itu, kesabaran diperlukan karena kesalahan mereka tidaklah sebesar apa yang sudah dijatuhkan pengadilan. Disamping itu, proses penyelidikan ketiga pelaku tersebut diakui belum selesai. Dia mengutip pernyataan Tim Pembela Muslim (TPM) yang mengatakan bahwa proses penyelidikan kasus bom Bali belum tuntas. "Entah disengaja atau tidak, hingga polisi, jaksa memberikan vonis. Saya tidak tahu pasti,

-------------------------------
Tak Mau Disentuh Taghut
Pesan Mukhlas pada Istrinya

Keluarga terpidana mati bom Bali I segendang sepenarian dengan sikap Mukhlas, Amrozi, dan Imam Samudra. Mereka tak gentar dengan ancaman Kejagung yang hendak mengeksekusi mati ketiga orang itu pada awal November nanti. Opsi grasi tak akan mereka tawarkan kepada Amrozi dkk yang sejak awal memang menolaknya.

"Alhamdulillah sampai saat ini pun -saat ancaman itu datang- tak terpikir sedikit pun untuk meminta grasi," kata Parida binti Abbas, istri Mukhlas, kepada Jawa Pos di Jakarta kemarin (26/10). Sore ini rencananya Parida dan anak-anaknya bertolak kembali ke rumahnya di Johor Baru, Malaysia.

Apakah keluarga akan mengambil opsi mengajukan PK (peninjauan kembali) atas nama keluarga sebagaimana diatur dalam pasal 263 ayat (1) KUHAP? Warga negara Malaysia itu menjawab, "Silakan rujuk soal itu pada Pak Achmad Michdan (koordinator Tim Pembela Muslim, Red). Kita sudah bincangkan, tapi jawabannya silakan cari pada beliau."

Parida yang mengenakan cadar itu juga tampak tenang saat ditanya soal besuknya ke Lapas Batu, Nusakambangan, Kamis lalu (23/10). "Nggak ada yang berbeda. Rutin biasa saja," imbuh ibu enam anak itu. Suaminya juga tak menulis surat khusus yang ditujukan kepada anak-anak sebagaimana sebelumnya.

Kendati anak-anaknya juga ikut membesuk, kakak kandung Amrozi itu memang selalu menyempatkan diri menulis surat tentang apa yang harus dilakukan anak-anaknya, seperti jangan lupa salat dan belajar. "Insya Allah jika ada kesempatan lagi saya akan besuk," tambahnya.

Soal ancaman jaksa, Parida mengatakan, itu rencana yang dibuat manusia. Maut tetap di tangan Allah. Untuk itu, tak ada persiapan khusus yang dia lakukan menjelang deadline awal November itu.

"Tapi, beliau (Mukhlas, Red) pernah bersuara, jika memang jatuh penghukuman itu, beliau tidak mau tubuhnya disentuh oleh tangan-tangan taghut (lebih dari kafir. Aparat Indonesia juga dianggap masuk golongan ini, Red). Artinya, setelah itu (dieksekusi) harus dipegang kaum mukmin," tambahnya.

Sebagai istri, jika memang hari H itu tiba, dia akan berusaha kembali datang ke Indonesia. Soal di mana suaminya dimakamkan kelak, Parida tidak mempermasalahkan. Semuanya dia serahkan pada keluarga besar suaminya di Lamongan. Ketulusan Parida juga termasuk memilihkan dan membujuk suaminya itu untuk menikah kali kedua dengan Hasanah pada Ramadan lalu.

"Saya juga tidak kontak dengan Kak Nasir, karena suami saya memintanya. Perintah suami itu berlandaskan Alquran dan sunah sehingga insya Allah tidak masalah," tambahnya.

Nasir Abbas adalah kakak kandung Parida yang kini tinggal di Indonesia. Dia adalah mantan ketua mantiqi III Jamaah Islamiyah yang kini mengaku menyesal dengan tindakannya di masa lalu.

Bersama Ali Imron -adik kandung Mukhlas, Nasir aktif membantu polisi dalam membongkar mereka yang disebut pelaku teror. Sikap ini tentu berkebalikan dengan tiga terpidana mati bom Bali tersebut.

Tidak ada komentar: