Senin, 18 Agustus 2008

Sudah Merdekakah Kita?

Sudah Merdekakah Kita?

OLEH: HELMI
Staf Bagian Humas dan Infokom Setdakab Karimun/ Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi Untag Surabaya


Sebelum saya mengawali tulisan ini ada baiknya kita mengingat kembali detik-detik awal sebelum Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan oleh Proklamator kita agar kita dapat memaknai betapa gigihnya perjuangan pendahlu kita dalam merebut kemerdekaan Republik tercinta ini.


Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima di Jepang, oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan BPUPK, atau ”Dokiritu Zyunbi Choosakai”, berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritu Zyunbi IInkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.


Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPK diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.


Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.


Dua hari kemudian, saat Soekarno-Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.

Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu, Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan ”hadiah” dari Jepang .


Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.


Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.


Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok, begitulah sejarah perjuangan pendahulu kita dalam merebut kembali kedaulatan republik ini.


Kemerdekaan sangat bermakna artinya. Karena dengan kemerdekaan itu kita bisa melakukan aktivitas tanpa ada tertekan dari penjajah. Bisa dibayangkan seandainya penjajahan masih membelenggu, apakah kita bisa melaksanakan segala keseharian dengan bebas?


Kemerdekaan selalu membuat kita sejenak mengingat kilas balik sejarah Indonesia, sejenak mengenang jasa para pahlawan yang gugur demi meraih kemerdekaan. Namun kemerdekaan bukan berarti tanpa batas, seperti banyak contoh yang bisa kita lihat kini, beberapa orang mendefinisikan kemerdekaan dengan berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan batas-batas kesusilaan, kemanuasiaan, keagamaan dan banyak lainnya.


Kemerdekaan hendaknya kita isi dengan hal-hal positif yang dapat meningkatkan sumber daya dan pemikiran kita sehingga apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita tidak sia-sia. Makna dari kata Merdeka dapat diartikan bermacam-macam, dan menurut penulis yang secara simple yakni bebas dari kekangan, dan keterbatasan, namun bukan berarti kebebasan yang sebebas-bebasnya dan berbuat semau gue tanpa menoleh karakter dan budaya yang ada di lingkungan kita.


Di HUT ke-63 Republik Indonesia ini, saya ingin merefleksikan sesuatu yang selama ini saya rasakan yaitu memerdekakan diri. Menurut saya kemerdekaan diri itu adalah suatu masalah yang urgen untuk dilaksanakan. Kebebasan diri dari segala hal yang dapat mengikat diri, sehingga diri merasakan keterbatasan. Mungkin tersirat di hati kita bagaimana cara memerdekakan diri?


Mungkin jawabannya adalah bahwa dalam memerdekakan diri, kita harus melepaskan diri dari yang menghalang dan tentu saja bukan berarti lari. Namun untuk mencari taktik supaya penghalang dapat sedikit demi sedikit kita longgarkan, atau kita buka. Sebagai contoh misalkan kalau kita memaknai bahwa sebuah pekerjaan adalah sebuah belenggu yang mengikat dengan berbagai masalah, maka yang secara otomatis kita lakukan adalah menyelesaikan masalah-masalah tersebut, secara tuntas, dan bukan menundanya. Pun dalam menyelesaikan masalah, dicari cara-cara yang tepat, sehingga kita akan bekerja secara benar bukan bekerja dengan semaunya.


Sebagai contoh misalnya jika kita bermasalah dengan uang, maka bukan berarti kita harus mencari uang dan terus terpikir di benak kita masalah uang melulu. Jika ini yang kita lakukan tentu akan menghabiskan banyak waktu hanya masalah perkara uang, sehingga kita terlupakan banyak hal, seperti keluarga, teman dan lain sebagainya. Baiknya adalah carilah uang dengan cara-cara yang cerdas, sehingga biarlah uang bekerja untuk Anda, bukan Anda yang bekerja untuk uang.



Mungkin suatu kata yang tepat dan penting dalam memerdekakan diri adalah mengerti batas. Dengan mengetahui batas-batas diri kita dengan orang lain, batas-batas salah atau betul, dan batas-batas hak dan kewajiban, maka kita tentu akan dapat merasakan kemerdekaan yang sebenar, sehingga jika kita bekerja, maka kita yang akan memperbudak pekerjaan, jika kita suka mencari uang, maka biarkanlah uang yang mengejar kita, dan masih banyak lagi tergantung dengan permasalahannya. Diakhir tulisan ini, saya mengajak kita semua untuk memerdekakan diri kita sekalian agar bebas dari belenggu apapun yang membatasi tiap ruang gerak kita.mr-batampos

Tidak ada komentar: