Rabu, 27 Agustus 2008

Sufisme di Inggris

Sufisme di Inggris


20080827154038

LONDON — Sufi, mungkin tidak terlalu asing bagi telinga Indonesia, tapi bagaimana bila praktek sufi dilakukan di negara non Muslim, Inggris? Inilah yang terjadi. Dalam Aula Gereja St. Peter di Maide Vale, London Barat, kadang terdengar suara musik spiritual mengalun, namun tidak ada hubungannya dengan ibadah Misa Nasrani.

Nama Allah, dialunkan oleh sekitar selusin orang yang bertemu setiap minggunya untuk menghadiri tarian melingkar Sufi di aula gereja yang disewa. Itu ialah salah satu komunitas ''lingkaran sufi'' yang tersebar di seluruh negeri, yang menurut para pengamat ialah tanda kebangkitan sufisme di Inggris. Lingkaran sufi selain mengacu pada praktek tarian sufi sama, ajaran Jalaludin Rumi, dimana orang beribadah, berdzikir seraya menari dan berputar, juga ritual dimana orang sekedar duduk melingkar, dimana dzikir dilantunkan dalam lagu.

Meski praktek itu telah banyak tersebar, Namun belum ada data spesifik berapa Muslim dari total 2,6 juta pemeluk Islam di Inggris yang menganut sufisme. Bagaimanapun, Mohamed Ali, muslim yang mengikuti praktek sufi asal Pakistan mengatakan jika aktivitas tersebut semakin populer di negara-negara Eropa.

"Saya dapat mengatakan dari jumlah orang yang menghadiri ritual ''lingkaran sufi'' dan juga dari masjid-masjid yang digunakan untuk praktik sufisme yang dipimpin oleh seorah Sheikh (mursyid)," kata Ali seperti yang dikutip oleh IslamOnline.net.

Sufisme di Inggris cenderung menjauhi politik. Menurut Ali, maraknya sufisme tak lepas dari atribut ''melihat keindahan Islam'' jauh dari segala ''pengaruh ekstrimis''. Lucunya meski diyakini para penganutnya non-politis, sufisme dimanfaatkan secara politik oleh pemerintah. Berkat alasan ''keindahan dalam Islam'' pulalah mengapa pemerintah menganjurkan tren kembali ke sufi setelah tragedi Bom 7 Juli.

Dua tahun lalu, politisi dari partai utama menghadiri peluncuran Dewan Sufi Muslim (SMC) di Gedung Parlemen. Lalu, Ruth Kelly, politisi tersebut sekaligus Sekretaris Komunitas Negara pun menunjukkan sikap dengan memuji prinsip inti dewan sufi yang menolak keras dan menyalahkan segala bentuk terorisme

SMC menyusun misi yang jelas: menghadapi ekstrimisme dan menghindari segala bentuk politisasi Islam. Dalam situsnya dewan sufi mengkritik golongan klasik dan kelompok-kelompok seperti pergerakan pertahanan Palestina, Hamas.

"Fokus kita ialah kepada Muslim Inggris yang menganut sufisme" kata Haris Rafiq salah satu pendiri dewan. "Sudah banyak organisasi yang melakukan lobi terhadap kebijakan politik luar negeri dan berbagai kasus yang terjadi di Palestina juga Irak,"imbuhnya/

Dalam kalimat lain, politik benar-benar absen di lingkaran sufi Maida Vale. "Kita hanya terlibat dalam kegiatan dzikir," ungkap Amjad Patt--salah satu dari imigran Muslim di Inggris asal India, dimana praktek sufisme tersebar luas--seperti yang dilansir oleh IOL saat menghadiri ritual di Gereja St. Peter. "Itu yang diperintahkan oleh Allah kepada kita : berdzikir dan tidak terlibat dengan politik," ujar Patt beragumentasi.

Absennya politik dari praktek sufi bukannya tanpa kritikkan. Tak jarang sufisme mendapat pertentangan kuat dari organisasi Muslim utama dan sejumlah warga Muslim lain.

''Sufisme tidak bisa berjalan di Inggris, sebagaimana itu hanya menarik minat orang-orang tua, sejumlah kecil dari komunitas Muslim yang didominasi para pemuda," kata Dawoud Abdullah, deputi sekretariat jendral, payung organisasi Dewan Muslim di Inggris (MCB).

"Muslim tidak dapat menghindar dari politik, sebab sufisme meminta mereka untuk melakukan itu. Mereka sebenarnya tetap memiliki agenda--baik internal maupun eksternal--yang hanya dapat diwujudkan melalui langkah politis

MCB, organisasi komunitas Muslim terbesar di Inggris dengan afiliasi ratusan kelompok, ialah organisasi yang terkenal lantang dalam mengecam dan memprotes kebijakan luar negeri Inggris di Timur Tengah, termasuk invasi terhadap Irak. Pada intinya, kampanye MCB bertujuan menentang segala bentuk diskriminasi terhadap Muslim di Inggris

Kritik senada muncul dari Azzam Tamimi, aktivis Muslim asal Palestina di MCB. "Pemerintah mendukung praktek sufisme hanya karena mereka dekat dengan kebijakan mereka," tudingnya. "...karena praktik tersebut tidak mengkritisi pemerintah,....karena aturan-aturan didalamnya cenderung memisahkan antara kehidupan dan agama," ujar Azzam lagi.

Mendapat serangan, Ali, penganut sufisme sekaligus webmaster dari situs SMC membalas dengan tuduhan tak kalah pedas. "Sayang sekali, para penentang--yang berasal dari sekolah ekstrimis Wahabi--memiliki suara lebih kuat, karena mereka didukung oleh pemerintah Saudi yang memiliki uang banyak," klaimnya.

"Islam ialah agama rahmat,dan mengijinkan adanya perbedaan didalamnya, termasuk sufisme," imbuh Ali tegas. Tak ayal lagi, kritik saling serang itu menimbulkan perang dingin di antara sebagian penganut sufisme dan warga muslim lain, yang notebene sama-sama pemeluk Islam.

Menarik dicermati, meski bernafaskan Islam, kerap muncul pertanyaan yang meragukan sufisme; apakah sufisme itu Islam?

Beberapa pendapat termasuk para intelektual Islam membagi Sufisme menjadi dua kategori besar berdasar keterkaitan dengan syairah. Pertama, Sufisme asli dan otentik yang dipraktekkan oleh para tokoh sufi besar seperti Junyad Al-Baghdadi dan Abu Sulayman Al-Darani, yang selaras dan sejalan dengan Al Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad,

Kedua ialah Sufi semu (pseudo), termasuk didalamnya mereka yang melakukan ritual atau kebiasan berlawanan dengan Hadist dan mereka yang mencampur sufisme dengan mistisisme spekulatif/Neo Platonisme. Para ulama dan intelektual Islam menganggap kategori kedua tak beda dengan dukun atau penipu.mr-republika

Tidak ada komentar: