Selasa, 19 Agustus 2008

Makna Kemerdekaan

Makna Kemerdekaan
Enam puluh tiga tahun silam, tepatnya, 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta mengumandangkan kemerdekaan Indonesia. Selain sebagai titik tolak mengisi kebangsaan dengan pembangunan dan demokrasi, kemerdekaan menjadi perlu diperingati seluruh rakyat untuk memelihara api persatuan dan kesatuan kebangsaan.

Pertanyaannya, pertama, bagaimana semangat kemerdekaan rakyat direaktualisasi di saat rakyat terpinggirkan dari kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya oleh kekuatan global dan elite penyelenggara negara. Kedua, bagaimana eksistensi elite mengisi kemerdekaan dengan gagasan pembangunan yang berkeadilan dalam sistem penyelenggaraan negara yang bersih.

Bagi Soekarno, demokrasi yang cocok buat Indonesia bukanlah demokrasi liberal, melainkan demokrasi yang dilandasi keadilan sosial. Keadilan sosial itu bertumpu pada sosialisme yang menolak praktik 'borjuisme' karena terbukti menyebabkan kesengsaraan rakyat. Dalam kerangka sosialisme pula, demokrasi berpijak pada pemerataan kesejahteraan masyarakat. Kemerdekaan yang dideklarasikan Soekarno-Hatta juga dilandasi semangat kemandirian. Bukan sekadar bebas kolonialisme fisik, melainkan kemerdekaan yang harus diisi kemandirian politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kemerdekaan demikian justru terasakan oleh rakyat semakin menjauh di saat usia kemerdekaan bertambah tua.

Itulah sebabnya, kemandirian yang dimaksudkan dalam semangat kemerdekaan wajib untuk digugah kembali oleh seluruh rakyat di saat elite penyelenggara negara semakin memerosotkan diri mereka dalam praktik politik kapitalisme liberal.



Memaknai kemerdekaan



Pembangunan yang merakyat dan berkeadilan kehilangan pijakan di saat sebagian besar rakyat berada di ujung keterpurukan ekonomi serta ketidakpercayaan terhadap sistem pengelolaan sumber daya alam. Elite penyelenggara negara hingga saat ini gagal meletakkan nilai keadilan akan distribusi kekayaan alam yang harus dinikmati rakyat. Martabat kehidupan rakyat belum merangkak meningkat ke kehidupan yang lebih baik.

Memang tidak dapat dimungkiri bahwa banyak kemajuan pembangunan setelah kemerdekaan, tapi sangat jauh dari apa yang seharusnya dicapai dengan apa yang tersedia di perut bumi Indonesia. Elite gagal mengisi kemerdekaan dalam menentukan orientasi dan tindakan pengelolaan potensi kebangsaan yang dapat memandirikan rakyat. Tantangan terbesar mengisi kemerdekaan dengan pembangunan berkeadilan bagi seluruh rakyat begitu sulit diwujudkan karena belenggu kolusi, korupsi, dan nepotisme. Itulah yang belum serius diurus elite penyelenggara negara.

Alam kemerdekaan tidak lagi cukup tanpa kolonialisme nyata. Sintesa pemikiran perlu terurai dalam menjabarkan kemerdekaan. Sari kunci kehidupan yang berkeadilan merupakan intisari kemerdekaan yang memungkinkan rakyat bekerja sama aktif mencintai persatuan dan kesatuan bangsanya. Di dalamnya termasuk sikap tidak toleran terhadap praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Kemerdekaan adalah kata yang berpijak pada realitas kemandirian politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Tatanan rakyat yang merdeka terukur dengan baik melalui kemandirian, karena pijakan atas kultur bangsa Indonesia.

Meski kita mengakui banyak kehebatan negara lain yang perlu dicontoh atau diadopsi, kemerdekaan kebangsaan Indonesia tetap berdiri di atas kaki sendiri (berdikari), sebagaimana yang dicita-citakan the founding fathers.

Kemerdekaan kita sekarang perlu penyelamatan dari kehendak-kehendak politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang terus meminggirkan kepentingan upaya memandirikan seluruh rakyat. Loyalitas dan dedikasi atas kemerdekaan 17 Agustus 1945, tetap akan kokoh mempersatukan rakyat Sabang sampai Merauke ketika ada kesadaran baru dari elite untuk berhenti melakukan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme serta memproteksi akut segala campur tangan dunia luar terhadap seluruh peri kehidupan kebangsaan Indonesia.

Oleh karena itu, momentum peringatan hari ulang tahun kemerdekaan ke-63 menjelang Pemilu 2009 diharapkan dapat mengintegrasikan keyakinan rakyat akan lahirnya kepemimpinan baru yang memang dapat menjaga martabat negara bangsa (nation-state), dan memandirikan seluruh aspek kehidupan rakyat Indonesia. mr-opinimediaindonesia.
Oleh Rusman Ghazali, Ketua Program Ilmu Administrasi FISIP Universitas Nasional

Tidak ada komentar: