Jejak Java kapok, komoditas lokal yang pernah merajai pasar internasional, masih dapat ditemui di Kebun Percobaan Mukti Harjo dan Ngemplak, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Di kebun ini terdapat pohon kapuk tertua yang ditanam pada tahun 1934.
”Kebun ini dulu bagian dari program pemerintahan Belanda antara 1800-an akhir hingga awal 1900-an, yaitu program economic garden atau introduksi tanaman yang bernilai ekonomis, selajutnya dibagikan kepada penanam atau lembaga yang berminat membudidayakannya,” kata Sata Yoga (47), teknisi Kebun Percobaan Mukti Harjo dan Ngemplak, Kamis (21/8).
Di areal kebun seluas 94 hektar tersebut, selain tanaman kapuk tertua yang didapat dari Lembaga Penelitian Tanaman Industri yang berada di Kebun Raya Bogor, juga terdapat 154 plasma nutfah tanaman kapuk lokal asal Indonesia lainnya, asal Karibia, dan beberapa hasil persilangan.
Di areal ini telah muncul lima varietas bibit unggul baru, yaitu Mukti Harjo (MH) 1,2,3, dan 4 serta Togo. Dengan menanam varietas unggul ini, mampu dihasilkan 2,5 ton kapuk per hektar.
Kejayaan Java kapok
Sata Yoga mengatakan, ke-155 plasma nutfah tanaman kapuk menjadi monumen hidup sebagai pengingat kejayaan Java kapok. Penelitian dan pengembangan jenis-jenis tanaman kapuk baru juga terus dikembangkan dengan optimisme suatu saat komoditas bernilai ekonomis tinggi ini akan kembali berjaya di Indonesia.
Menurut Sata Yoga, puluhan tahun silam hingga sekitar 10 tahun lalu, masyarakat Pati, Jepara, Juwana, dan kawasan lereng Gunung Muria akrab dengan pohon kapuk randu. Kapuk randu tidak hanya ditanam di kebun-kebun, tetapi juga di pinggiran jalan, bahkan di pematang sawah. Data dari Kebun Percobaan Mukti Harjo dan Ngemplak, pada pertengahan tahun 1900-an, komoditas kapuk randu Jawa termasuk dalam 11 besar komoditas perkebunan dan pertanian.
Kusno (36), pemilik usaha ”pengodolan” (pemisahan kapuk dari kulit) di Desa Karaban, Kecamatan Gabus, Pati, mengatakan, kapuk randu menjadi tanaman yang juga berfungsi sebagai tabungan warga karena bisa memberi pemasukan cukup besar. Tanaman kapuk bisa dipanen setahun sekali pada Juni dan diolah bertahap hingga Januari.
Agus Pramukajaya (47), mantan kepala produksi minyak dari kelenteng (biji kapuk) di Firma Tio Hien Twan, Juwana, menambahkan, karena banyaknya tanaman kapuk randu, hingga sekitar lima tahun lalu masih berdiri puluhan pabrik kapuk yang memisahkan isi kapuk dari biji dan kulitnya.
”Hasilnya adalah kapuk-kapuk halus dan bersih kualitas ekspor yang banyak diambil perusahaan Eropa dan Amerika untuk bahan pakaian. Namun, kini dengan makin banyaknya pertambahan penduduk, menunggu satu tahun sekali untuk panen terlalu lama. Akhirnya terjadi alih fungsi lahan menjadi lahan tanaman cepat panen, seperti singkong dan tebu. Pabrik pun kekurangan bahan baku sehingga tutup, termasuk perusahaan pembuatan minyak ini,” kata Agus Pramukajaya.
Baik Agus, Kusno, maupun Sata berharap dengan inovasi-inovasi yang dilakukan, kapuk randu Jawa nantinya akan kembali menjadi komoditas yang menjanjikan.mr-kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar