Jumat, 22 Agustus 2008

Maroko, Model bagi Pengekangan Ekstremisme

Maroko, Model bagi Pengekangan Ekstremisme
Oleh Helen Wilkinson *

Pengumuman pemerintah Inggris baru-baru ini tentang mengatasi ekstremisme religius, antara lain, dengan memberikan pemuda muslim "pelajaran kewarganegaraan" merupakan hal menarik. Mudah mencemooh inisiatif untuk menghadapi ancaman ekstremisme religius muslim di seluruh dunia. Tapi, Inggris bukan satu-satunya negara yang mengejar pendekatan semacam itu. Hal serupa dilakukan oleh Maroko.

Di tepi Eropa, Maroko berdiri dengan bangga di dunia muslim Arab. Sementara Islam merupakan agama negara, Raja Mohammed VI telah menempatkan Maroko dengan tegas dalam persekutuan dengan Barat.

Pendekatannya telah menimbulkan reaksi. Pada 16 Mei 2003, para pengebom bunuh diri di Casablanca menewaskan 45 orang, menggembar-gemborkan bangkitnya kembali fundamentalisme religius dan menandai panggilan waspada bagi raja. Terorisme menyentuh warga Maroko dan juga mempertaruhkan strategi raja untuk investasi luar negeri dan pariwisata.

Pemilihan parlemen di Maroko, September lalu, menunjukkan rendahnya kunjungan (hanya 37 persen), terutama di kalangan pemuda. Implikasinya tidak hanya berhenti pada Raja Mohammed. Negara tetangga Algeria menuang bayangan kekerasan pada negara kecil ini. Raja tahu dia harus memberi rakyat Maroko -terutama para pemuda yang menganggur- alasan untuk berinvestasi dalam masa depan politik dan ekonomi negara tersebut.

Jika tidak, ekstremis muslim akan menemukan anggota baru seperti yang terjadi di Aljazair. Sebagian akan menemukan jalan ke Eropa dan Barat, yang lain tinggal di Maroko. Itulah sebabnya, Raja Mohammed perlu memberikan pekerjaan dan investasi luar negeri jika dia ingin mengurangi ancaman tersebut.

Namun, dia tidak bermaksud untuk bersandar pada pertumbuhan ekonomi saja. Raja memahami bahwa dalam masyarakat sipillah perjuangan menahan ekstremis muslim akan dimenangkan. Karena itu, pendidikan juga penting. Karena Islam adalah agama negara, jenis kontroversi yang mengeruhkan suasana di Inggris tidak begitu tampak. Bukan berarti prakarsanya tanpa kontroversi, karena raja telah melampaui tradisionalis dan memfemininkan wajah Islam. Wanita, beliau percaya, bisa menjadi penyedia pesan kemanusiaan islami arus utama.

Inti prakarsa Raja Mohammed adalah rekrutmen dan pendidikan pemandu wanita. Prakarsa itu kali pertama menjadi berita pada April 2006 saat pemerintah Maroko mengumumkan 50 wanita pertama telah lulus. Kelas kedua -50 orang lagi- baru-baru ini dipersiapkan untuk peran mereka di ibu kota, Rabat.

Mereka akan bekerja di komunitas lokal, membantu para wanita dengan pertanyaan-pertanyaan keagamaan dan memberikan dukungan di sekolah-sekolah dan penjara. Dengan bekerja berhadapan di dalam masyarakat, para wanita (masih merupakan pengurus dan perawat utama dalam masyarakat Maroko dalam peran mereka sebagai ibu, saudara, tante, teman dan pelindung komunitas), akan menghadirkan wajah arus utama Islam dan mengurangi ekses-ekses kekerasan fundamentalis.

Tanggal 11 September 2001 menunjukkan bahwa dalam dunia yang kian terhubung secara global, terorisme, seperti perdagangan, tidak mengenal perbatasan. Prakarsa Raja Mohammed menyadarkan akan implikasi lain - yakni bahwa pemahaman lintas-budaya adalah vital dan wanita dapat memimpin jalan dalam memoderatkan pesan-pesan Islam.

Mengadopsi

Pemerintah Inggris dan para pemimpin komunitas muslim di sana selayaknya mengadopsi pendekatan raja Maroko. Di Inggris, kurangnya wanita yang berbicara atas nama dan untuk komunitas muslim amat mencolok. Padahal, pendidikan dimulai di dalam rumah dan keluarga dan berlanjut dalam ruang informal masyarakat sipil - seperti kelompok relawan, sekolah, dan masjid.

Untuk mengatasi ancaman teroris dan menghentikan subversi Islam dalam namanya, wajah Islam harus difemininkan, baik dalam wilayah publik maupun pribadi di Inggris. Inisiatif yang mempromosikan komunikasi antaragama dan pemahaman lintas-budaya harus didukung. Tanpanya - seperti yang ditekankan Kepala City Circle Asim Siddiqui- dalam budaya di mana agama dan negara terpisah, muslim dan lainnya akan tak mempercayai inisiatif yang menargetkan satu sektor komunitas tanpa menjangkau yang lain.mr-jawapos

Tidak ada komentar: