Minggu, 24 Agustus 2008

Menghapus Citra Parlemen Koruptor

Menghapus Citra Parlemen Koruptor
Oleh I Nyoman Rutha Ady, S.H.

Terungkapnya kasus-kasus berbau gratifikasi (pemberian hadiah) dari aparat eksekutif kepada oknum-oknum anggota dewan selaku mitra kerja untuk memperlunak sikap para wakil rakyat ketika pembahasan agenda dalam forum sidang-sidang parlemen, merupakan data faktual yang akhir-akhir ini sedang diungkap oleh jajaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Citra parlemen memang harus dikembalikan sebagai lembaga terhormat sebelum bangsa dan negara lebih terpuruk lagi di masa mendatang. Inilah sebenarnya tantangan utama dari pimpinan parpol untuk menempatkan kadernya dalam penyusunan caleg dengan pertimbangan yang komprehensif menyangkut kualitas sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, jujur, beretika dan memiliki moral pengabdian sebagai wakil rakyat yang secara sungguh-sungguh berkarya untuk memperjuangkan nasib rakyat.

Di saat bangsa Indonesia masih dalam suasana merayakan Hari Kemerdekaan ke-63, lembaga legislatif (parlemen) sedang menjadi sorotan rakyat. Ada dua hal yang menggiring atensi publik ke arah itu. Pertama, pengungkapan kasus aliran dana Rp 100 miliar dari Bank Indonesia (BI) yang dinikmati oleh sebagian anggota parlemen pusat (DPR-RI). Kedua, kursi lembaga dewan terhormat di semua strata (pusat, provinsi, kabupatem/kota) kini sedang diperebutkan oleh calon anggota legislatif (caleg) partai politik (parpol) peserta Pemilu 9 April 2009 nanti.

Citra miring lembaga legislatif di mata rakyat selama ini rupanya tidak jauh menyimpang, yakni sebagai tempat mencari nafkah dengan pendapatan yang signifikan. Padahal sesuai dengan fungsi pokoknya, anggota dewan sebagai petugas parpol yang menjadi representasi rakyat memiliki tanggung jawab atas tiga substansi kewenangan, yakni pengawasan, anggaran dan membuat produk hukum (peraturan perundang-undangan). Di atas segalanya, hal yang paling penting seorang anggota dewan dituntut memiliki sense of crisis (kepedulian) terhadap krisis dan nasib rakyat yang diwakilinya.

Menyakiti Rakyat
Sangat ironis ketika fakta menunjukkan sebagian oknum anggota legislatif yang menjalankan tugas kewajibannya menyebut diri sebagai wakil rakyat tetapi berperilaku menyakiti perasaan rakyat.

Terungkapnya kasus-kasus berbau gratifikasi (pemberian hadiah) dari aparat eksekutif kepada oknum-oknum anggota dewan selaku mitra kerja untuk memperlunak sikap para wakil rakyat ketika pembahasan agenda dalam forum sidang-sidang parlemen, merupakan data faktual yang akhir-akhir ini sedang diungkap oleh jajaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Publik semakin tercengang ketika pengakuan saksi-saksi dalam persidangan tindak pidana korupsi (tipikor) yang digelar oleh KPK terhadap kasus aliran dana BI serta alih fungsi hutan lindung. Pegakuan para saksi tersebut menambah panjang deretan anggota dewan yang terindikasi sebagai penerima gratifikasi dengan jumlah mulai dari puluhan, ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Rapuhnya moral oknum pejabat pemberi dan penerima gratifikasi yang berujung pada kerugian negara dan merugikan rakyat mengindikasikan lemahnya jiwa pengabdian dari seorang elite birokrasi (eksekutif, legislatif maupun yudikatif). Sehingga, mereka dengan mudah melupakan serta melanggar sumpah jabatan yang pernah diucapkan sebelum mengawali tugas kewajibannya. Citra parlemen memang harus dikembalikan sebagai lembaga terhormat sebelum bangsa dan negara lebih terpuruk lagi di masa mendatang. Inilah sebenarnya tantangan utama dari pimpinan parpol untuk menempatkan kadernya dalam penyusunan caleg dengan pertimbangan yang komprehensif menyangkut kualitas sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, jujur, beretika dan memiliki moral pengabdian sebagai wakil rakyat yang secara sungguh-sungguh berkarya untuk memperjuangkan nasib rakyat.

Keseimbangan Kekuasaan
Reformasi birokrasi yang berjalan sejak sepuluh tahun terakhir sejatinya telah memberikan warna perubahan cukup signifikan terhadap fungsi-fungsi tiga pilar lembaga penyelenggara pemerintahan, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Amanat konstitusi produk era reformasi mendorong lahirnya balancing of authority (keseimbangan kekuasaan) terhadap ketiga lembaga tersebut untuk membangun sistem negara kesatuan yang solid dan berlandaskan hukum. Tetapi, dalam penjabaran konsep ketatanegaraan ini, oknum-oknum para penyelenggara di masing-masing institusi tidak semuanya memiliki etika dan moral pengabdian sejati untuk mendahulukan kepentingan publik.

Godaan materi telah merusak tatanan lembaga yang semestinya menuntun masyarakat menuju cita-cita kemerdekaan bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan merata. Sebaliknya para wakil rakyat membohongi rakyat dengan mengabaikan prinsip-prinsip kejujuran dan melakukan tindakan korupsi yang merugikan rakyat banyak.

Di balik barisan nama oknum anggota dewan yang berkategori politisi busuk, memang masih banyak para wakil rakyat yang memiliki jiwa pengabdian untuk membela kepentingan rakyat. Ironisnya kinerja positif mereka seolah terkubur oleh perilaku politisi yang amoral. Caleg yang akan merebut kursi parlemen periode 2009-2014 memiliki kewajiban dan harus bertekad sungguh-sungguh untuk menghapus citra lembaga parlemen sebagai 'rumah koruptor' yang memeras uang rakyat. Perlu dibuat kontrak politik yang mengikat secara hukum bagi para politisi sebelum dilantik sebagai anggota parlemen hasil Pemilu 2009. Intinya, jabatan adalah sebuah amanah dan bukan hadiah.



* Penulis, pemerhati masalah sosial-politik, mahasiswa S-2 Program Ilmu Hukum Pemerintahan Universitas Udayana


* Godaan materi telah merusak tatanan lembaga yang semestinya menuntun masyarakat menuju cita-cita kemerdekaan bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan merata.

* Caleg yang akan merebut kursi parlemen periode 2009-2014 memiliki kewajiban dan harus bertekad sungguh-sungguh untuk menghapus citra lembaga parlemen sebagai 'rumah koruptor' yang memeras uang rakyat.

* Rapuhnya moral oknum pejabat pemberi dan penerima gratifikasi yang berujung pada kerugian negara dan merugikan rakyat mengindikasikan lemahnya jiwa pengabdian dari seorang elite birokrasi (eksekutif, legislatif maupun yudikatif).mr-balipos

Tidak ada komentar: