Jumat, 29 Agustus 2008

Peradaban Puasa

Peradaban Puasa

Oleh: Zaim Uchrowi

Adakah hubungan puasa dengan peradaban? Sepertinya tidak. Setidaknya, hubungan itu tak mudah untuk dilihat. Tapi, buat apa Tuhan menciptakan puasa jika tak ada hubungan dengan peradaban?

Secara bahasa, peradaban dimaknai sebagai kemajuan masyarakat. Adab, yang menjadi kata asalnya, berarti kehalusan dan kebaikan budi pekerti. Dengan begitu, peradaban tak dapat dilepaskan dari keberadaban seluruh sisi kehidupan masyarakat. Beradab dalam politik, beradab dalam ekonomi, beradab dalam hukum. Juga, beradab dalam bermasyarakat. Peradaban juga bermakna sama dengan civilization. Istilah untuk menggambarkan keberaturan yang melahirkan kemajuan serta kemakmuran ''masyarakat kota'' di masa lampau.

Kemajuan dan kemakmuran bersama tak akan terwujud tanpa keteraturan. Keteraturan tak akan ada tanpa kehendak kuat mengendalikan kemauan atau ego masing-masing. Jika ego terkendali, manusia akan berada di posisi kemanusiaannya yang murni. Kemanusiaan yang tak terkontaminasi oleh hawa nafsu. Posisi kemanusiaan yang dalam agama diistilahkan sebagai fitrah. Dalam fitrah, hati dengan hati akan tersambung, manusia dengan manusia akan terhubung. Bila demikian, kemajuan dan kemakmuran bersama akan segera melejit, tanpa dapat terhalangi.

Dalam suatu kesempatan, Rasulullah mengatakan bahwa tugasnya pada umat adalah ''menyempurnakan akhlak''. Menyempurnakan akhlak adalah mengembalikan pada fitrah atau membangun peradaban. Bila dibuat rumus: ''akhlak = peradaban''. Di situlah puasa berperan. Puasa menjadikan manusia mampu menguasai, bukan dikuasai, egonya sendiri. Menguasai dan bukan dikuasai ego merupakan hasil perang terbesar manusia.

Perang yang digambarkan jauh lebih berat dibanding Perang Badar. Puasa membuat manusia dapat memenangkan perang terbesarnya itu.

Secara fisiologis, puasa menurunkan metabolisme tubuh. Puasa mendinginkan mesin tubuh yang panas. Pendinginan secara teratur akan membuat mesin tubuh bisa awet. Manusia akan lebih sehat, lebih segar, bahkan awet muda. Dengan tubuh demikian, pikiran akan lebih jernih. Langkah-langkah menjadi efektif dan efisien. Hal seperti itu akan dirasakan oleh siapa pun yang berpuasa tanpa kecuali.

Namun, bagi orang-orang khusus dan bukan orang kebanyakan, manfaat puasa lebih besar lagi. Orang-orang khusus tersebut adalah ''orang-orang yang beriman''. Allah SWT menyebut orang-orang beriman adalah orang-orang sukses. Bila dibuat rumus, ''iman = sukses''. Itu yang disebut dalam Quran (QS 24: 1). Orang-orang seperti ini (yakni, orang beriman), bila berpuasa, akan naik ke jenjang lebih tinggi lagi. Jenjang yang disebut sebagai takwa. Itu yang dijelaskan dalam ayat paling populer saat Ramadhan tiba seperti sekarang, QS 2: 183. Berdasarkan itu, dapat dibuat rumus: ''iman + puasa = takwa''.

Disebutkan lagi bahwa orang takwa akan mendapat: 1. rezeki dari jalan tak disangka-sangka, 2. jalan keluar dari setiap kesulitan, dan 3. kemudahan semua urusan. Janji Allah SWT yang disebut dalam QS 65: 2-4 adalah untuk di dunia ini. Bukan di akhirat. Maka, dapat disebutkan bahwa ''takwa = sukses sejati''. Sesuai dengan rumus terdahulu bahwa puasa akan meningkatkan derajat orang beriman ke jenjang takwa, maka dapat pula dibuat rumus ''sukses + puasa = sukses sejati''.

Petunjuk untuk membangun peradaban yang akan membawa ketenteraman dan kedamaian, baik bagi pribadi maupun untuk bersama, itu begitu jelas. Betapa rugi kalau kita tak memanfaatkan sebaik-baiknya petunjuk itu dalam Ramadhan sekarang.

Tidak ada komentar: