Minggu, 24 Agustus 2008

Rumah Itu Tidak Seindah Istana Cipanas

Rumah Itu Tidak Seindah Istana Cipanas

Oleh Diah Novianti

Hanya terlihat hamparan rumput hijau sejuk, berbukit-bukit di antara bangunan anggun peninggalan jaman kolonial. Pohon-pohon rindang, angin sepoi-sepoi sesekali berhembus mengantar segarnya udara pegunungan.

Sama sekali tidak ada ancaman ngeri mencekam di sana, hanya pemandangan indah tersaji di kompleks Istana Cipanas, Puncak, Jawa Barat.

Keamanan pun terjamin, ramai pasukan polisi dan tentara pada Minggu 24 Agustus 2008, karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani sedang berada di sana.

Keduanya meninjau lomba lukis dan cipta puisi anak-anak setingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Berpuluh anak duduk di panggung rendah beralas karpet merah, diatapi tenda tinggi berselimut kain merah putih. Mereka bersimpuh rapi berjejer ke samping dan berbaris ke belakang, masing-masing menghadap meja kecil layaknya di ruang kelas, dikelilingi pemandangan indah.

Anak-anak itu diberi waktu dua jam untuk berkreasi, menelusuri alam imaji berlatar kebun luas nan permai terurus rapi, untuk menghasilkan lukisan dan puisi.

Tapi, simaklah yang muncul dalam benak Wiranata Praha Ilahi, siswa SMP 8 Palembang, Sumatera Selatan, dalam puisinya berjudul "Garudaku Terbang ke Awan."

"Garudaku terbang ke awan. Hatinya melayang ke bulan. Di atas, ia melihat. Negeri yang indah berkain hijau dedaunan."

"Namun, akar demi akar dilalui. Hatinya menangis melihat negeri. Orang-orang menjerit melambaikan tangan."

"Pohon-pohon merintih, ikan kecil mati karena racun. Dan, Ibu Pertiwi menangis melihat nasib anak daunnya."

"Garudaku terbang ke awan. Membawa akar sampai letih. Kakinya terluka, sayapnya patah, dan mukanya memucat karena melawan kesengsaraan."

"Gagah perkasanya dinodai oleh bangsanya, yang selalu ingin berpesta. Sebenarnya, rakyatmu telah meniti tangga, menuju neraka jahanam dunia yang parah."

"Citra mereka melayu karena dinding buatan sendiri. Emasnya hilang dimakan nafsu binasa. Penanya berdarah karena teriris pisau. Semua sebagai tanda malapetaka."

"Bagimu bangsaku, akan kuobati engkau. Dengan daun hijau berlapis permata. Akan kubangkitkan negeri dari danau yang jauh. Dan, akan kubuatkan engkau rumah bernaung."

"Kini, berdirilah teguh Garudaku yang mulia. Kursi nyamanmu akan kusediakan di setiap rumah pohon bangsamu yang jelata."

Puisi Wiranata berhasil meraih juara satu lomba cipta puisi tingkat SMP, dibacakan dengan suara lirih pilu oleh Ketua Dewan Juri, Putu Wijaya, di hadapan para hadirin termasuk Presiden Yudhoyono.

Juara satu puisi tingkat SD diraih Cut Karen dari SD 1 Beringin, Lampung, berjudul "Merah Putihku" dengan tarikan nafas tak beda dari milik Wiranata.

"Hutan menghampiriku. Laut berbisik kepadaku. Sungai menemaniku. Senja bernyanyi untukku."

"Aku terbang ke langit, duduk di awanku. Bercanda dengan pelangi. Suka berganti duka."

"Rumah Merah Putihku, tangan jahil mulai menganggumu. Kuman kecil di benakmu, sampah menggerogoti jiwamu."

"Bangunlah dari tidurmu, embun pagi akan menghiburmu. Mentari akan menjagamu. Bangkitlah, kibarkan Merah Putihku. Jayalah terus Indonesiaku."

Dua puisi berbeda dari dua anak SD dan SMP, sama-sama menyebut sebuah rumah dalam puisi mereka. Keduanya merindu sebuah rumah, tempat tinggal nyaman untuk tumbuh dewasa kelak.

Tapi apa daya, rumah yang mereka ketahui kini, yang mereka lihat sehari-hari, tidak seindah Istana Cipanas. Kebun indah mempesona yang mengelilingi istana peristirahatan pejabat tinggi itu tidak menundukkan imaji bebas mereka mencipta puisi.

Dua puisi itu dibacakan di hadapan Presiden Yudhoyono beserta rombongan menteri-menterinya. Ada Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, serta Menteri Pemuda dan Olah raga Adhyaksa Dault. Juga ada Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.

Rombongan pejabat negara itu bermuka sumringah sejak tiba di Istana Cipanas, menonton anak-anak berkelana dalam alam imaji. Rombongan itu berputar-putar keliling kebun indah menaiki "caddy car", yang suka dipakai orang-orang berpindah di lapangan golf.

Presiden Yudhoyono tidak menanggapi isi dua puisi dibacakan Putu Wijaya bersuara lirih itu. Dalam wejangan sekitar 15 menit di depan anak-anak peserta lomba, Presiden memuji daya kreasi mereka, menyemangati mereka agar terus mengembangkan kreativitas seni budaya.

Presiden juga menceritakan masa kecilnya. Sejak duduk di kelas lima SD ia sudah suka mencipta puisi. Karyanya, katanya, pernah dimuat di majalah anak-anak terbitan kala itu. Juga ditempel di majalah dinding sekolahnya.

Presiden berjanji, untuk meneruskan lomba lukis dan cipta puisi yang diprakarsainya sejak 2006 itu. Tidak hanya di Istana Cipanas nan indah, ia juga berjanji mengadakannya tahun depan di tempat lain tak kalah indah, Istana Tampak Siring, Bali.

Tidak hanya lomba lukis dan cipta puisi, ia juga berkehendak menambah satu jenis lomba lagi; mengarang lagu.

Presiden Yudhoyono memang dikenal suka mencipta lirik lagu. Dua karya terbarunya bernada girang dinyanyikan orang ramai di Istana Cipanas itu.

Tepuk tangan mengakhiri wejangan singkat Presiden setelah ia undur diri dari podium, lalu turun panggung.

Ada sebuah tenda kecil di samping kiri panggung utama. Di salah satu tembok tripleks di bawah tenda itu, ditempel puisi karya Wiranata dan Cut Karen yang meraih juara pertama.

Di seberangnya, terpampang jejeran lukisan indah karya anak-anak autisme binaan Bina Abyakta, sebuah sekolah khusus anak-anak autis.

Rama, salah satu binaan sekolah khusus itu, sedang khusyuk menggores-gores kuas bercat air tanpa terganggu sama sekali keributan sekeliling. Lukisan hampir jadinya mirip kaca patri, mosaik ragam warna cerah dalam kanvas segi empat.

Rama yang seumuran Wiranata itu sebelumnya juga telah melukis berbagai pemandangan indah, didominasi warna hijau biru seperti pekarangan permai Istana Cipanas.

Dunia memang bukan milik satu kepala saja, setiap orang boleh menafsir berbeda. Ada yang seperti karya Wiranata dan Cut Karen, ada juga seperti milik Rama.mr-antara

Tidak ada komentar: