Selasa, 26 Agustus 2008

PENGOBATAN PENYAKIT THT WARISAN KEDOKTERAN MUSLIM

PENGOBATAN PENYAKIT THT WARISAN KEDOKTERAN MUSLIM

Umat Islam memiliki hak un tuk mengklaim bahwa para dokter Muslim merupakan perintis lahirnya bidang otorhinolaryngology di dunia kedokteran modern.

Sumbangsih peradaban Islam bagi dunia kedokteran sungguh amat luar biasa. Sederet dokter Muslim di era keemasan ternyata telah berjasa besar dalam pengobatan penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan (THT). Berbekal pengetahuan dan keahlian yang sangat tinggi, para dokter Muslim telah berhasil mengkaji anatomi dan fisiologi THT, mengidentifikasi sederet penyakit THT, serta cara pengobatannya, termasuk operasi.

Dalam dunia kedokteran modern, pe nyakit THT secara khusus ditangani dalam bidang otorhinolaryngology. Ber asal dari kata oto (telinga), rhino (hidung), dan laryngo (tenggorokan). Menurut Neil Weir, otorhinolaryngology merupakan bidang kedokteran yang secara khusus dikembangkan pada awal abad ke-20 M dengan menggabungkan dua departemen berbeda, yakni otology dan laryngology.

Sejatinya, peradaban Barat memang jauh tertinggal dari dunia Islam dalam menangani penyakit THT. Adalah fakta yang tak terbantahkan, peng oba tan penyakit THT di negara-ne gara Eropa baru dikembangkan pada 1880 M.Sehingga, dunia kedokteran Barat sudah seharusnya tak mengklaim bahwa otorhinolaryngology berasal dari peradaban masyarakat Eropa.

‘’Kita tak akan pernah mengklaim memiliki sebuah ilmu secara penuh sampai kita tahu sejarah perkembangannya,’‘ cetus sejarawan kedokteran, Charles Cumston, dalam bukunya yang berjudul An Introduction to the History of Medicine. Jika melihat jejak dan sejarah perkembangannya, tampaknya umat Islam memiliki hak untuk mengklaim bahwa para dokter Muslim merupakan perintis dari lahirnya bidang otorhinolaryngology di dunia kedokteran modern.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Alex andria, Mesir, Mostafa Shehata, secara lugas memaparkan kontribusi para dokter Muslim dalam pengobatan THT. Menurut dia, sumbangsih peradaban Islam dalam pengobatan pe n y a ki t THT telah tertulis dalam sejumlah buku kedok teran yang disusun para dokter Mus lim. ‘’Kitab-kitab itu telah menjadi ru jukan dasar dunia kedokteran selama berabad-abad lamanya,’‘ papar Mostafa.

Perawatan dan pengobatan penyakit THT mendapat perhatian serius paradokter Muslim di era kekhalifahan. Apa lagi, dalam Alquran terdapat 16 ayat yang menekankan betapa penting nya fungsi telinga. Selain itu, Al - quran juga mencantumkan pembahasan hidung dan tenggorokan.

Dalam Surat Al Ahzab ayat 10, Allah SWT berfirman, ‘’(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.’‘ Menurut Prof Mostafa, Rasulullah SAW juga memerintahkan umatnya untuk memelihara kesehatan telinga, hidung, dan tenggorokan.

Para dokter Muslim mulai melakukan penelitian dan pengkajian seputar peng obatan penyakit THT pada era kekuasaan Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Di zaman keemasan itu, tak kurang dari 1.000 dokter Mus lim terkemuka tersebar di kota-kota besar Muslim, seperti Baghdad, D a maskus, Kairo, Alexandria, Kairouan, Cordoba, Seville, serta Valencia. ‘’Di masa itu, pengobatan penyakit THT ditangani oleh dokter umum, dokter spesialis bedah, dan dokter spesialis anak-anak.’‘

Upaya pertama yang dilakukan para dokter Muslim di era keemasan adalah mengkaji dan meneliti anatomi dan fisiologi telinga, hidung, dan tenggorokan. Hal itu dilakukan lantaran informasi tentang anatomi dan fisiologi THT sangat terbatas. Sebelum peradaban Islam berkembang pesat, secara ilmiah juga belum diketahui bagaimana proses mendengar terjadi.

Penelitian tentang anatomi dan fisiologi THT dilakukan sederet dokter Muslim dari abad ke abad, seperti Ibn Zakariya Ar Razi (850 M-923 M), Ibnu Sina (980 M-1036 M), Ali Ibnu Abbas (994 M), Abdul Latif Al Baghdadi (1161 M-1242 M), Ibnu Al Baladi (971 M), Abdul Malik Ibnu Zohr (1092 M-1162 M), Al Zahrawi (936 M-1013 M), dan Ibnu Al Nafis (1210 M-1288 M). Secara detail, mereka menjelaskan anatomi dan fisiologi telinga, hidung, dan tenggorokan.

Hasil kajian para dokter Muslim tentang anatomi dan fisiologi THT itu terekam dalam kitab dan risalah ke dokteran Islam. Ar Razi menuangkan buah pikirnya tentang anatomi dan fi siologi THT dalam kitab Al Hawy. Se dangkan, Ibnu Sina memaparkannya dalam Canon of Medicine—kitab ke dok teran yang legendaris. Ali Ibnu Ab bas mencatatnya dalam Al Kitab El Malaky.

Sementara itu, Al Baghdadi menulis kan hasil kajiannya dalam The Com pendium in Medicine dan Ibnu Al Baladi dalam The Care of Pregnant Wo men, Infants, and Children. Ibnu Zohr menuangkan penelitiannya tentang anatomi dan fisiologi THT dalam kitab Al Tayseer. Dokter bedah terkemuka dari Cordoba, Al Zahrawi menuliskannya dalam kitab Al Tassrif. Bapak Fisiologi Ibnu Al Nafis menuliskan hasil kajiannya dalam kitab Al Shamel Fi Sinaat Al Tibb.

Menurut Ibnu Sina, daun telinga memiliki bentuk seperti corong yang berfungsi untuk mengumpulkan ge lombang suara. Saluran pendengaran eksternal, papar Ibnu Sina, adalah saluran sempit yang membengkok—berfungsi untuk melindungi gende rang telinga dan menjaga telinga luar agar tetap hangat. Ibnu Sina juga me nyatakan, genderang telinga adalah lapisan tipis yang merespons getaran suara.

Tiga dokter Muslim terkemuka, Ali Ibnu Abbas, Al Baghdadi dan Ibnu Al Nafis juga tercatat sebagai perintis yang meluruskan kesalahpahaman tentang keyakinan adanya satu syaraf dari telinga dan wajah. Ketiganya menyatakan bahwa ada dua syaraf terpisah yang bertautan dengan tengkorak di antara wajah dan telinga.

Selain itu, sejarah kedokteran juga mencatat Ibnu Sina sebagai dokter pertama yang menjelaskan bahwa pendengaran sebagai penerimaan gelombang suara di genderang telinga. Ibnu Sina, dalam Canon of Medicine, menjelaskan secara detail tentang tenggorokan dan kerongkongan.

Terkait dengan tenggorokan, papar Prof Mustafa, Ibnu Sina menjelaskan tulang rawan, tulang ikat, dan otot kecil pangkal tenggorokan serta mengidentifikasi perannya dalam menampilkan beragam fungsi tenggorokan. Penjelasan ilmiah tentang tenggorokan juga diungkapkan Ibnu Sidah, seorang saintis dan ahli bahasa kenamaan di abad ke-10 M.

Dalam kitabnya yang termasyhur, Al Mokhassus yang membahas berbicara dan bernyanyi, Ibnu Sidah menjelaskan karakter, tingkat, dan jenis suara manusia. Ibnu Sidah menyumbangkan pemikiran baru tentang intonasi suara, ritme, senandung, pengulangan, dan resonansi. Ia juga telah mampu membedakan antara bunyi suara yang senang, parau, dan melankolis. Dari hasil kajian anatomi dan fisiologi itulah, para dokter Muslim mampu mengidentifikasi berbagai penyakit THT

Tidak ada komentar: