Senin, 13 Oktober 2008

Istambul: Adonan Dua Benua

Istambul: Adonan Dua Benua

By Republika Contributor
Istambul: Adonan Dua Benua Untuk menikmati berbagai pesona Turki, minimal Anda membutuhkan waktu sebulan buat mengunjunginya. Namun bila waktu Anda sempit, cukuplah Anda berkunjung ke Istambul, yang kata orang sebagai miniatur Turki. Selain sebagai salah satu pusat budaya Islam, Istambul juga merupakan pintu gerbang negara itu serta salah satu kota tertua di dunia. Meskipun padat penduduk dan lalulintas sering macet, kota yang berusia lebih dari 3000 tahun itu, masih menjaga citranya sebagai kota bersejarah dan sekaligus moderen.

Sebagai kota bersejarah, kawasan itu selama berabad-abad silih berganti, pernah dihuni berbagai bangsa: Bangsa Hititi, Lonia, Aria, Yunani, Romawi, Parsia, Arab dan Mongol. Kombinasi corak ragam sejarah masa lalu, berbagai bangunan kuno, pantai yang masih perawan, masyarakat yang ramah dan berbagai macam masakan yang lezat dan relatif murah, akan membuat para wisatawan kerasan menikmati keindahan Istambul. Sebelum bernama Istambul, kota itu bernama Konstantinopel, ibukota kekaisaran Romawi yang memerintah dari 330 hingga 1453 masehi. Beberapa bangunan gereja kuno dan istana yang dibangun pada periode itu, hingga kini masih tegak dan terpelihara rapi. Sebelum Konstantinopel, kota itu terkenal dengan nama Birzantium, ibukota Yunani Kuno yang dibangun pada 657 sebelum masehi. Sebelumnya lagi lokasi itu merupakan perkampungan nelayan.

Pada 1453, Konstantinopel jatuh ke tangan Khalifah Usmaniyah, yang waktu itu kekuasaannya sudah merajalela hingga Anatolia dan Semenanjung Balkan. Dalam suatu perebutan kekuasaan yang sangat dramatik, Sultan Mahmud II berhasil merebut Kota Konstantinopel dengan mudah. Ia lalu mengganti nama kota itu dengan Istambul, dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat budaya bagi kekhalifahan Turki Usmani. Selama bertahun-tahun, sultan-sultan Turki silih berganti membangun berbagai masjid dan istana. Berbagai bangunan yang hingga kini terawat baik, telah memperkokoh kota itu, sebagai kota budaya sepanjang sejarah.

Namun yang lebih berarti dari itu, kekuasaan Khalifah Usmaniyah yang meliputi Timur Tengah, Afrika Utara dan sebagian Eropa Timur, telah membuat Istambul menjadi tempat pertemuan budaya dari berbagai etnik dan bangsa. Hasilnya, bila Anda berjalan keliling kota, akan tampak nyata keanggunan kota dan penduduk, di mana enam juta jiwa dari berbagai ragam etnik hidup berbaur secara damai. Setelah kekhalifahan Turki Usmani ambruk, giliran Kamal Attaturk memberi sentuhan modernisasi Istambul. Dialah yang mengenalkan kehidupan modern ala Eropa kepada kota itu.

Istambul berdiri di atas dua benua yang dipisahkan oleh sebuah sungai. Pada 1973, pemerintah Turki membangun jembatan Bosphorus untuk menghubungkan kota yang terpisah itu. Meski sudah dibangun jembatan, namun Bosphorus tetap ramai oleh lalu lintas air. Agaknya para wisatawan lebih suka menikmati pemandangan kota dengan berputar-putar naik perahu. Sebagian besar tempat-tempat yang eksotik di Istambul, berada di belahan Eropa. Boleh dikata, setengah bangunan-bangunan bersejarah era Khalifah Usmaniyah serta monumen-monumen kuno berada di sini. Selain itu di Istambul belahan Eropa ini juga menjadi pusat kegiatan perekonomian masyarakat setempat. Pusat-pusat perbelanjaan dari yang tradisional hingga yang modern berada di sini.

Pasar rempah-rempah, atau yang lebih dikenal sebagai pasar Mesir terletak dekat Jembatan Galata yang didirikan pada Abad ke-17. Dinamai demikian, lantaran kebanyakan rempah yang diimpor dari India, Arab, dan Timur Jauh, tiba di Turki melalui Terusan Suez, Mesir. Di pasar itu bukan hanya dijajakan rempah-rempah, tapi hampir semua komoditi, dari kerajinan tangan, sovenir, obat-obatan, restoran, susu keledai, juga terjual di sana. Bahkan ada tempat khusus bagi orang-orang yang ingin menikmati teh dan kopi khusus Turki yang disebut qahsayji, sebuah kedai yang hanya menjual teh dan kopi.

Selain pasar Mesir, masih terdapat pasar yang lebih ramai yang disebut Kapali Carsi, atau Pasar Besar. Kapali Carsi merupakan salah satu pasar tertua di dunia yang tetap semarak hingga kini. Di situ terdapat lebih dari 4.400 toko di bawah satu atap. Setiap lorong yang terdapat di pasar itu, dinamai dengan jenis komoditi yang dijual oleh toko-toko yang ada di sepanjang gang itu. Misalnya lorong permata, lorong kulit, lorong emas, mutiara, lorong keramik dan seterusnya. Pasar ini dibangun oleh Sultan Turki pada 1755.

Ada dua jenis barang yang paling menarik bagi turis asing, yang dijajakan di pasar ini: karpet dan souvenir. Meskipun sovenir yang biasanya terbuat dari bahan keramik, tembaga, kuningan dan batu-batu mutiara itu, dibuat oleh orang Turki, namun bentuk dan coraknya bukan hanya berkhas Turki. Ada kerajinan tangan yang berciri-khaskan budaya Mesir, Mekah, Maroko dan bahkan budaya Cina. Namun yang paling dominan tentu kerajinan tangan dengan ciri khas Islam, lewat ukiran dan lukisan kaligrafi. Selain souvenir, Turki juga merupakan negara produsen utama karpet di dunia. Produksinya bukan hanya dijajakan di dalam negeri, tapi juga diekspor ke luar negeri, seperti ke Saudi Arabia, Eropa, Singapura dan bahkan ke Indonesia. Ciri-ciri karpet Turki, kuat, rapi dan lembut.

Setiap hari, tidak kurang dari setengah juta warga Turki berkunjung ke Pasar Kapali Carsi ini. Tak aneh bila turis asing lantas berkomentar, Kapali Carsi adalah kota dalam kota. ''Pasar ini selalu dibanjiri pengunjung sepanjang waktu,'' tulis Mark Twain pada 1869 dalam sebuah bukunya The Innocents Abroad. Bila Anda ingin memahami kehidupan masyarakat Turki, datanglah ke Pasar Kapali Carsi. Pasar ini adalah miniatur dari kehidupan rakyat Turki.

Setelah puas mengunjungi berbagai pusat perbelanjaan yang ada di Istambul, kini giliran Anda menikmati bangunan-bangunan kuno yang menjadi kebanggaan rakyat Turki. Tiga bangunan kuno yang paling dibanggakan penduduk Istambul: Istana Topkapi, Museum Aya Sofia dan Masjid Biru. Ketiga bangunan megah itu bisa dicapai dengan jalan kaki. Istana Topkapi merupakan kediaman sultan-sultan Turki selama tiga abad hingga 1839.

Setelah Sultan Mahmud II meninggal, penguasa yang menggantikannya lebih memilih tinggal dalam beberapa istana gaya Eropa, seperti Istana Dolmabahce dan Ciragan yang dibangun di tepi Sungai Bosphorus. Kini Topkapi, selain difungsikan sebagai museum, juga dimanfaatkan buat pertunjukan opera setiap musim panas selama berlangsungnya Festival Internasional Istambul. Di sekitar Istana Topkapi, yang dikelilingi empat taman yang rindang, juga dibangun berbagai bangunan pelengkap, seperti paviliun, dapur, ruang pertemuan dan barak militer. Dan bagian terpenting dari komplek itu adalah Hareem. Di bangunan yang berbentuk apartemen inilah, isteri-isteri, selir-selir dan ibu para sultan Turki, bertempat tinggal.

Bangunan penting lain dari Istana, adalah ruang penyimpanan barang-barang berharga para sultan Usmani. Berbagai barang langka dan tentu saja mahal itu, kini dipamerkan untuk umum, antara lain berbagai bentuk perhiasan yang terbuat dari emas, zamrud, ruby (batu merah delima) dan jade (batu berwarna lumut). Selain iitu juga dipamerkan di situ beberapa perabot rumah tangga istana, seperti sendok, gelas dan piring yang terbuat dari emas. Beberapa langkah dari Topkapi, Anda akan segera tiba di halaman museum Aya Sofia, yang dibangun lebih dari 1000 tahun lalu. Meskipun telah direnovasi beberapa kali, termasuk penambahan pilar penyangga kubah, namun bangunan kuno itu masih menampakkan keindahan dan keaslian arsitektur pada masanya.

Tidak jauh dari museum itu, terdapat Masjid Biru. Meski disebut masjid biru, namun dari luar tidak ada yang menunjukkan dominasi warna biru itu. Ia dinamai begitu, lantaran dekorasi interior masjid didominasi oleh ubin lukisan tangan warna dasar biru dari Iznik, pusat asal produksi keramik di Turki. Masjid yang terletak tidak jauh dari museum Aya Sofia itu, dibangun oleh Sultan Ahmad II (1603-1617). Karena itu Masjid Biru itu juga dikenal dengan nama pendirinya, Sultan Ahmad II memaksudkan pendirian masjid itu untuk menyaingi bangunan gereja di sebelahnya. Karena itu ada kemiripan antara disain bangunan Aya Sofia dengan Masjid Biru. Enam menara yang terdapat di masjid itu juga mengikuit menara yang ada di gereja. Sementara kebanyakan menara yang ada di masjid-masjid Turki hanya berjumlah empat.

Yang juga sangat mengesankan selama berkunjung ke Turki, bila Anda berlayar di Selatn Bosphorus. Dalam beberapa waktu, Anda bisa bolak-balik antara Benua Eropa dan Asia. Sayangnya untuk mendapatkan tiket feri, Anda harus antre cukup panjang. Sebab penduduk setempat juga suka menikmati jalan air, apalagi pada hari-hari libur. Hanya dengan beberapa sen AS, Anda sudah bisa menikmati pelayaran dari Istambul, menuju sebuah distrik pada penduduk di belahan Asia.

Tidak ada komentar: