Minggu, 13 Juli 2014

Adopsi anak



Adopsi anak
Ada beberapa  alasan seseorang mengadopsi anak-istilah lain mengangkat anak menjadi anak angkat. Maksudnya anak orang lain yang kemudian diambil diasuh menjadi anaknya. Salah satu alasannya adalah karena ia tidak mempunyai anak-keturunan, disamping lain dengan tujuan menolong karena orang tua anak tidak punya kemampuan mengasuh dan membesarkannya, karena sudah mempunyai banyak anak atau ketidakmampuan karena pinansial. Dalam Islam tidak terlarang dan dibolehkan, Rasulullah Saw, pernah mengadopsi Zaid bin Haritsah menjadi anak asuhnya atau anak angkatnya, dengan tetap nasabnya adalah orang tuanya. Yang tidak boleh adalah jika mengadopsi dengan memberi status sebagai anak kandung yang bisa saling mewarisi, bahkan memutuskan silaturahmi dengan orang tua kandungnya (dirahasiakan siapa orang tua kandungnya), hukumnya haram. Menurut syariat Islam, antara anak angkat dan orang tua tidak bisa saling mewarisi.

Dari itu  anak angkat  tetap anak dari orang tuanya yang tidak bisa dipisahkan dari nasabnya. Kendatipun ia diasuh sejak kecil dengan surat yang sah bernotaris. Itu pula yang menyebabkan syariat memerintahkan seseorang untuk menikah, salah satunya adalah untuk melindungi nasab, sehingga air tidak tercampur, anak bisa dikenal siapa ayahnya dan ayah pun dapat dikenal siapa anaknya.
Dengan perkawinan, seorang isteri menjadi hak milik  suami dan dia dilarang berkhianat kepada suami, atau menyiram tanamannya dengan air orang lain. Dan  setiap anak yang dilahirkan dari tempat tidur suami, mutlak menjadi anak suami, tanpa memerlukan pengakuan atau pengumuman dari seorang ayah atau pengakuan dari seorang ibu, sebab setiap anak adalah milik yang seranjang, suami-istri. Dari itu seorang suami tidak boleh mengingkari anak yang dilahirkan oleh isterinya dalam perkawinan yang sah. Pengingkaran seorang suami terhadap nasab anaknya akan membawa bahaya yang besar, baik terhadap isteri maupun terhadap anaknya itu sendiri.
Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)(QS al-Ahzaab: 4).


Nabi Muhammad SAW bersabda, "Dari Abu Dzar RA sesungguhnya ia mendengar Rasulullah bersabda, "Tidak seorangpun mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayah yang sebenarnya, sedang ia tahu bahwa itu bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur." (HR Bukhari dan Muslim)

Karena bebera tuntunan syariat tersebut, maka anak angkat statusnya tetap berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan dan hukumnya. Antara lain:

a.    larangan menisbatkan anak angkat kepada selain ayah kandungnya, ia tetap menjadi anak dari ayahnya, bukan yang mengangkatnya, berdasarkan firman Alloh Qs AlAhzab : 5
 Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu Dan tidak ada dosa bagimu terhadap apa yang kamu salah padanya, tetapi (yang ada dosanya adalah) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS al-Ahzaab: 5).

b.    Anak angkat tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya,  ketika orang tua angkatnya meninggal dunia. Kecuali melalui hibah, yaitu pemberian mutlak dari orang tua angkat kepada anak angkat sehingga harta yang dihibahkan menjadi milik mutlak anak angkatnya. Besaran  hibah tidak dibatasi, berapapun bisa dihibahkan asal tidak menimbulkan kecemburuan dari keluarga lainnya, artinya harus bersikap adil. Yang lainnya melalui wasiat, yaitu pesan penyerahan/pemberian harta orang tua angkat kepada anak angkatnya yang berlaku setelah orang itu wafat. Jadi, wasiat itu baru berlaku kalau orang yang berwasiatnya sudah wafat. Para ulama sepakat bahwa batas maksimal harta yang boleh diwasiatkan adalah sepertiganya.

c.    Anak angkat bukanlah mahram, sehingga wajib bagi orang tua angkatnya maupun anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak angkat tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram. Kecuali jika ia menjadi saudara sesusuan, seperti sabda Rasulullah Saw Maka,”Susukanlah dia agar engkau menjadi mahramnya dan agar hilang ketidaksukaan yang ada dalam diri Abu Hudzaifah*1.

Demikian dengan anak angkat, atau anak adopsi, syariat membolehkannya untuk ikut mencintai, mendidik, dan membesarkannya dengan tidak memutuskan hubungan silaturrahmi dengan orang tua kandungnya, serta tetap menempatkannya sebagai anak angkat dalam hak waris, nasab, dll., dan haram mengadopsi anak dengan memberikan hak-hak seperti anak kandung kepadanya.
----------mr---------------
*1. dalam riwayah Salim maula (bekas budak) Abu Hudzaifah tinggal bersama Abu Hudzaifah dan keluarganya di rumah mereka (sebagai anak angkat datanglah Sahlah bintu Suhail, istri Abu Hudzaifah kepada Rasululloh dan berkata: Sesungguhnya Salim telah mencapai usia laki-laki dewasa dan telah paham sebagaimana laki-laki dewasa, padahal dia sudah biasa (keluar) masuk rumah kami (tanpa kami memakai hijab), dan sungguh aku menduga dalam diri Abu Hudzaifah ada sesuatu (ketidaksukaan) akan hal tersebut.

Tidak ada komentar: