Minggu, 27 Juli 2014

I’tikaf Ramadhan




Secara bahasa i’ikaf berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan secara syar’i, i’tikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat. Dan hukumnya sunnah, bukan wajib kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernadzar untuk melaksanakan i’tikaf.” Dari Abu Hurairah, ia berkata ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari

Mengenai wktunya,  i’tikaf yang lebih afdhol dilakukan di akhir-akhir Ramadhan  atau (10 hari terakhir bulan Ramadhan) , namun demikian, batasannya tidaklah menjadi perdebatan, artinya bahwa i’tikaf dapat dilakukan kapan saja, karena ini berkaitan dengan Ramadhan, tentu harus dilakukan di bulan Ramadhan dengan waktu kapan saja, di awal, di pertengahan atau di akhir. Yang melakukannya di akhir, berujukan kepada hadits ‘Aisyah, ia berkata,“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” 

Tempatnya, harus dilakukan di masjid, bukan di rumah atau di sembarang tempat, Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187). 

dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa disyaratkan melakukan i’tikaf di masjid.”Termasuk wanita, ia boleh melakukan i’tikaf sebagaimana laki-laki, tidak sah jika dilakukan selain di masjid.

Mengenai dasar i’tikaf bagi wanita, Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf.  ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.Dari ‘Aisyah, ia berkata,“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”Hr Bukhori-Muslim., 

Kendatipun diperbolehkan, sebaiknyawanita meminta ijin dahulu sebelaum melakukan i’tikaf, hal ini agar tidak menimbulkan fitnah-godaan bagi laki-laki, apalagi bila dilakukannya disepertiga malam, di akhir Ramadhan. Berkaitan dengan lamanya, secara khusus tidak ada batasan waktunya, berapa minimal atau maksimalnya. artinya boleh cuma sesaat di malam atau di siang hari.

Bila ingin ber i’tikaf, yang dicontohkan Rasulullah Saw, di sepuluh terakhir ramadhan, maka hendaknya ia mulai memasuki masjid setelah shalat Shubuh pada hari ke-21 dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fithri menuju lapangan. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits ‘Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.Hr Bukhori

Selama beri’tikaf, seseorang hanya diperbolehkan menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan kepada Allah SWT seperti berdo’a, berzikir, bershalawat pada Nabi, mengkaji Al Qur’an dan mengkaji hadits. Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat, dan dilarang keluar masjid tanpa alasan syar’i dan tanpa ada kebutuhan yang mubah- mendesak. والله أعلم

Tidak ada komentar: