tidaklah keluar kecuali dengan izin
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu” (QS.
Al Ahzab: 33).Seorang istri tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Baik si istri keluar untuk mengunjungi kedua orangtuanya ataupun untuk kebutuhan yang lain seperti bekerja, sampaipun untuk keperluan shalat di masjid.
Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumah kecuali dengan izin suaminya.” Beliau juga berkata, “Bila si istri keluar rumah suami tanpa izinnya berarti ia telah berbuat nusyuz (pembangkangan), bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, serta pantas mendapatkan siksa.”
Ingatlah bahwa Setan “Dasim” selalu membujuk seorang isteri agar tidak taat kepada suami dan mempengaruhi seorang isteri agar pergi meninggalkan rumah dengan berbagai alasan untuk membenarkan perbuatan diatas meskipun sudah jelas bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh Quran dan Hadist.
Pada Intinya seorang isteri tidak boleh meninggalkan
rumah tanpa izin suaminya, jadi meskipun dinasehati dan kurang diperhatikan
suami saat isteri dalam keadaan sakit bukan berarti bisa melanggar aturan Allah
. Orang sakit kurang makan bukan berarti dia boleh mencuri makanan karena
mencuri adalah dosa apapun alasannya. Begitu juga sakit yang diberikan oleh
Allah kepada seorang suami sebagai pemberi peringatan dari Allah bukan berarti
seorang istri boleh menyakiti hati suami dengan pergi meninggalkan rumah dan
meninggalkan suaminya.
Salah satu tujuan syariatnya adalah untuk menyelamatkan
masyarakat dari godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.
Oleh karena itu para ulama memberikan
ketentuan dan syarat-syarat keluar rumah yang diperbolehkan bagi istri, al:1. Adanya izin. bagi wanita yang telah menikah, izin yang dimaksud adalah izin dari suami, seperti silaturrahim, menjenguk orang sakit dan sebagainya, maka perlu meminta izin dahulu sebelum pergi, atau setidaknya memberitahukan bila sipatnya mendadak dengan tlp atau sms, saat suaminya sudah pergi mencari napkah-bekerja.
2. Untuk kebaikan atau ada kebutuhan yang menuntutnya harus keluar, seperti:· Pergi menuntut ilmu, Silaturrahiim dan sebagainya.
3. Tidak bertabarruj, maksudnya tidak bersolek dan berdandan, tidak memakai perhiasan-perhiasan yang menarik, sehingga mengundang syahwat kaum lelaki, juga tidak memperlihatkan keindahan tubuhnya.
4. Menutup aurat dan menjaga etika Islam dalam keluar rumah. Menutup aurat ketika keluar rumah merupakan kewajiban syar’i yang harus dipatuhi oleh setiap muslimah yang telah akil baligh, busana yang menjadi standar syar’i.
Semuanya harus seijin suami, karena bila wanita keluar rumah ia bisa menjadi obyek dan sarana syeitan untuk menggoda kaum lelaki, lebih lanjut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ،
وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ فَتَقُولُ:
مَا رَآنِي أَحَدٌ إِلا أَعْجَبْتُهُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ إِلَى اللَّهِ إِذَا
كَانَتْ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا
“Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya. Sehingga wanita tersebut berkata: “Tidak ada seorangpun yang melihatku kecuali aku buat terpana”. Keadaan perempuan yang paling dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”. (HR Ibnu Khuzaimah no. 1685. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Irwaul Ghalil no. 273 bahwa sanad hadits ini shahih).
Bila suami sibuk bekerja, tidak ada di rumah tidak bisa dijadikan alasan untuk melegalkan atau membenarkan tindakan seorang istri meninggalkan suaminya. Kebanyakan istri menganggap ringan atau dengan begitu saja pergi, seolah-olah iatidak mengerti hukum Islam padahal tetap hukumnya tidak boleh.
Ada riwayah dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Thobroni dalam Al-Mu’jam Al-Awshoth sebagai berikut :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلاً خَرَجَ وَأَمَرَ امْرَأَتَهُ أَنْ لاَ تَخْرُجَ مِنْ بَيْتِهَا وَكَانَ أَبُوْهَا فِي أَسْفَلِ الدَّارِ وَكَانَتْ فِي أَعْلاَهَا فَمَرَضَ أَبُوْهَا فَأَرْسَلَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ لَهُ ذَلِكَ فَقَالَ : أَطِيْعِي زَوْجَكِ فَمَاتَ أَبُوْهَا فَأَرْسَلَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَطِيْعِي زَوْجَكِ فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ غَفَرَ لِأَبِيْهَا بِطَاعَتِهَا لِزَوْجِهَا
Ibnu Qudaamah rahimahullah dari madzhab Hanbali berkata ‘“Imam Ahmad berkata tentang seorang wanita yang bersuami lalu ibu sang wanita tersebut sakit “Ketaatan kepada suaminya lebih wajib baginya daripada kepada ibunya, kecuali jika sang suami mengizinkannya”. “Wanita itu aurat maka bila ia keluar rumah syaitan menyambutnya.” (HR. At-Tirmidzi
Bila mendapat ijin barulah ia boleh keluar rumah, itupun haru sesuai syariat menutup aurat seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan, Firman Allah s.w.t ‘“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanitanya kaum mukminin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) sehingga mereka tidak diganggu…” (Al-Ahzab: 59)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar