Nyoblos pemimpin
Di pengajian rutin bulan Mei 2014 komunitas bangil di Pamulang, Tangsel dijelaskan mengambang ketika ada pertanyaan mengenai begaimana muslim menyikapi pilpres. Disampaikan bahwa pilihan untuk pemimpin diserahkan seseorang bagaimana ia menyikapinya, bahkan disampaikan golputpun merupakan pilihan. Secara umum paparan yang disampaikan kelihatan mengambang dan tidak punya sikap karenanya tidak siap untuk menjawabnya.
Teman duduk disamping yang kebetulan tetangga penyelenggara, berbisik katanya tidak tegas, atau takut, mestinya ia menjelaskan bagaimana Islam mengatur tentang kepemimpinan dalam Islam, kaitan dengan hal pertanyaan ia mestinya menjelaskan bagaimana seorang muslim dalam memilih pemimpinnya ya harus muslim. Ada aturannya menurut Islam, soal apakah ia akan mentaatinya atau tidak itu terserah, kembali kepada pribadi masing-masing. Apakah ia termasuk muslim yang akan menjalani aturan Islam dalam memilih pemimpin atau tidak, atau sebaliknya mengikuti arus keadaan dan kondisi yang berlangsung.
Tapi yang jelas bahwa seseorang-muslim, keberadaannya dibumi dari yang pertama hingga
yang terakhir adalah seorang pemimpin, setidaknya ia adalah seorang pemimpin
bagi dirinya sendiri, atau keluarganya. Karena itu menjadi pemimpin adalah
amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik karena kelak Allah
akan meminta pertanggung jawabannya. sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah
pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.
Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki
adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas
anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba
adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dalam Islam, keberadaan seorang pemimpin menjadi
sangat penting, khususnya dalam mengurus pemerintahan wajib hukumnya. Dalam
babakan sejarah diriwayahkan, Rasulullah Saw adalah pemimpin saat itu, sepeninggalannya
diterus oleh para sahabat dengan sebutan khulafaurrasyidin, dan terus oleh
umayyah-Abasiyah. Bahkan bukan dalam hal
kenegaraan, dalam urusan yang kecilpun diperlukan pemimpin, seperti seseorangdalam
bepergiannya, dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Abu
Hurairah dinyaatakan bahwa, jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka
mengangkat salah seorang dari mereka menjadi pemimpin. Dari hadits tersebut
dapat dikatakan bahwa jika dalam perkara bepergian saja telah diwajibkan memilih pemimpin,
apalagi dalam perkara memilih pemimpin kenegaraan, jauh lebih wajib lagi.
Allah melalui Rasul-Nya telah memberikan contoh
bagaimana cara memilih pemimpin dalam sistem Islam. Yang pertama adalah muslim
wajib memilih pemimpinnya dari yang seiman segolongannya sendiri, bukan memilih
dari orang tidak seagama untuk mempimpinnya. Dalam perspektif syariat, kondisi masyarakat bukanlah dasar untuk
menentukan status hukum suatu perkara. Artinya bagaimana pun kondisinya
Al-Quran dan Sunah Rasulullah tatap harus dijadikan sebagai pijakan. Sebagai contoh suatu desa sebagaian besar masyarakatnya tidak
melaksanakan shalat, keadaan tersebut bukan berarti hukum shalat berubah
menjadi tidak wajib. Shalat tetap wajib hukumnya bagaimanapun kondisinya.
Nabi tercinta, Muhammad SAW, digelari al-Amiin karena sifat jujurnya yang menjadikan diri beliau sangat bisa dipercaya.
Karena jujurnya beliau, Khadijah menjadikannya suami tercinta. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda,’’Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan ke dalam surga. Tidaklah seseorang berbuat jujur hingga Allah mencatatnya sebagai orang yang selalu jujur. Dan berbohong itu membawa kepada kejelekan, dan kejelekan itu mengantarkan ke dalam neraka. Sungguh seseorang terbiasa bohong hingga Allah mencatatnya sebagai seorang pembohong.” HR Bukhari
Tablig, artinya menyampaikan. Segala firman Allah yang ditujukan oleh manusia, harus disampaikan. Tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung Nabi.
لِّيَعْلَمَ أَن قَدْ أَبْلَغُوا۟ رِسَٰلَٰتِ
رَبِّهِمْ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَىٰ كُلَّ شَىْءٍ عَدَدًۢا
“Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah
menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi
apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” [Al
Jin 28
Dalam
suatu riwayat dikemukakan bahwa firman Allah S.80:1 turun berkenaan dengan Ibnu
Ummi Maktum yang buta yang datang kepada Rasulullah saw. sambil berkata:
“Berilah petunjuk kepadaku ya Rasulullah.” Pada waktu itu Rasulullah saw.
sedang menghadapi para pembesar kaum musyrikin Quraisy, sehingga Rasulullah
berpaling daripadanya dan tetap mengahadapi pembesar-pembesar Quraisy. Ummi
Maktum berkata: “Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan?” Rasulullah
menjawab: “Tidak.” Ayat ini (S.80:1-10) turun sebagai teguran atas perbuatan
Rasulullah saw. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari
‘Aisyah
Amanah-
artinya benar-benar bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya,
niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Rasulullah
saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang
tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban) “Sesungguhnya
Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya;
dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian
menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58)
Fathonah- artinya Cerdas. Seperti diteladani Rasul Saw, beliau dapat menyampaikan 6.236 ayat Al Qur’an kemudian dilanjutkan dengan menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits. Begitu halnya dengan pemimpin, ia harus bisa menjelaskan aturan dan rencana pemerintahan dan dapat melaksanakannya dengan baik sesuai target dan tujuan pencapaiannya.
Dalam kaitan ini Rasulullah Saw mampu mengatur
ummatnya sehingga dari bangsa Arab yang barbar dan terpecah-belah serta saling
perang antar suku, menjadi satu bangsa yang berbudaya dan berpengetahuan dalam
1 negara yang besar yang dalam 100 tahun melebihi luas Eropa. Negara tersebut
membentang dari Spanyol dan Portugis di Barat hingga India Barat.
Jadi muslim wajib memilih pemimpinnya yang muslim juga, selanjutnya
semua berpulang kepada dirinya sendiri, apakah ia akan taat atau tidak dengan
melihat kondisi yang ada. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia
benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan
menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji)
itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur:
55)
Akhirnya
siapapun yang terpilih, semuanya patuh tidak ada alasan untuk membelakanginya, Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(QS. An Nisa 59).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar