Seni dan budaya masih menjadi tumpuan harapan ketika diplomasi dan senjata gagal merengkuh perbedaan antarbangsa. Jumat (31/10) malam di Taman Budaya Yogyakarta, seni dan budaya tradisional Indonesia meraih "kejayaan" sebagai langit yang memadukan segala perbedaan dalam harmoni dan kedalaman maknanya.
Menampilkan 50 pemuda dari 29 negara di Asia, Australia, Kepulauan Pasifik, Afrika, dan Amerika, pergelaran seni dan budaya "Indonesia Channel 2008: Arts and Culture Under the Sky" sekaligus menempatkan kembali pusaka Nusantara yang mulai terlupakan bangsanya sendiri, sebagai tuan di tanahnya. Gemuruh tepuk tangan dan riuh sorak-sorai penonton tak berhenti menggetarkan ruang sepanjang pertunjukan. Para pemuda itu adalah peserta Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) 2008 yang diselenggarakan Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.
Selama hampir tiga bulan, dimulai pada 2 Agustus, para peserta mempelajari berbagai kesenian tradisional Indonesia sebagai persiapan tampil dalam pergelaran seni dan budaya pada malam penutupan BSBI 2008. Sesuai dengan namanya, acara penutup BSBI 2008 itu berusaha mempersatukan berbagai bangsa di satu langit yang meniadakan batas dan konflik akibat absennya toleransi atas perbedaan.
Tak kurang dari 10 kesenian tradisional Nusantara disajikan. Wayang dengan dalang berlogat asing dan cadel sampai Buta (raksasa) Cakil jahil yang gemar menyisipkan tari kejang di tengah iringan gamelan pun bermunculan. Si Buta jahil berkulit legam itu muncul menggoda Arjuna dalam tari klasik Solo Bambangan Cakil. Dengan iringan gender yang ditabuh pemuda berambut pirang, Arjuna anggun dan tenang meladeni Si Buta. Melihat gerak tubuhnya yang demikian njawani, sulit dipercaya Arjuna itu berasal dari Thailand. Nama aslinya Anucha Sumaman. Adapun Sang Buta lahir di Afrika Selatan dengan nama asli Thabo Isaac Rapoo.
Seni dan budaya tradisional Indonesia malam itu benar-benar menjadi media pemersatu anak-anak bangsa seluruh dunia. Cita-cita persatuan dalam Nusantara yang pernah tersirat dalam Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda 1928 seolah menjadi nyata. Bahkan melampaui. Seni dan budaya tradisional Indonesia bahkan menyatukan seluruh dunia. "Acara tahun ini sekaligus sebagai peringatan semangat persatuan dunia dan 80 tahun Sumpah Pemuda," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dalam sambutannya.
Hassan juga menyatakan rasa bangga dan kekagumannya. Selain menyatukan berbagai bangsa, pergelaran seni dan budaya yang telah menjadi agenda tahunan Departemen Luar Negeri sejak enam tahun terakhir itu telah berhasil mengenalkan nilai dan budaya bangsa Indonesia ke dunia internasional.
Dari Filipina, Amanda Fe Castillo Eschevarria mengatakan, belajar tari Jawa berarti juga belajar menjadi perempuan Jawa. Gerakannya yang gemulai namun tenang dalam tari Golek Surung Dayung menggambarkan karakter ideal perempuan Jawa. "Mau menggaruk pipi saya yang gatal saja harus saya tahan sampai selesai menari...," ujarnya.
Selain kesenian tradisional, tampil pula sejumlah seni modern yang tengah populer di masyarakat, antara lain kelompok musik Yovie and The Nuno, kelompok musik Enam Masa dari Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta, dan paduan suara Universitas Gadjah Mada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar