Rabu, 12 November 2008

Amrozi dkk: Dor!

Amrozi dkk: Dor!


Resonasi
Oleh Ahmad Tohari

Alhamdulillah, penantian panjang yang merisaukan hati telah berakhir: Amrozi dan kawan-kawan telah dieksekusi. Hukum Indonesia telah ditegakkan. Tapi, apanya yang merisaukan? Ya, amat merisaukan dan menyiksa perasaan siapa pun yang berjiwa sejati. Dengarlah, misalnya, emak saya. Perempuan usia 87 tahun itu pada Sabtu malam, Ahad kemarin, masih bertanya kepada saya, "Apa si Amrozi sudah ditembak?"

"Belum," jawab saya.
"Lho, bagaimana bisa begitu? Orang mau dihukum mati kok diagar-agar? (dari bahasa Jawa yang artinya ditakut-takuti dengan mengacungkan senjata tajam). Ayam saja kalau mau dipotong harus diperlakukan dengan baik, kakinya tidak boleh dalam keadaan terikat, itu ajaran agama kita."

Pertanyaan Emak menyentak hati saya. Rupanya, Emak juga bingung, demi alasan apa eksekusi Amrozi sekian lama ditunda. Pertanyaan itu terus mengusik saya dan saya tidak kunjung bisa menjawab. Maka, diam-diam, saya ambil ponsel. Saya mau menyebar angket lewat SMS ke beberapa teman. Bunyinya, "Menurut Anda, apa alasan penguasa menunda eksekusi terhadap Amrozi dkk?"

Dalam waktu satu jam lebih, masuk banyak jawaban. F dari Purwokerto kirim SMS, "Komoditas politik, jualan isu, lobi Obama cs. Begitu kira-kira." Jawaban kedua dari U, Banyumas, "Kata orang, tentara sejak prajurit hingga jenderal adalah orang-orang yang berjiwa berani dan tegas. Tapi, mengapa presiden kita yang pensiunan jenderal itu bernyali kecil?"

Jawaban dari W, Jombang, amat panjang, "Yang paling mudah ditebak dan cocok dengan kemaruk ceperan pemerintah kita: proyek keamanan! Saya tak lihat proyek politik yang njlimet itu. Lain itu, saya duga (ini alasan 'langit' versi pemahamanku): Allah SWT ingatkan kita semua agar jangan sembarangan bikin proyek jihad yang implementasinya malah mendatangkan fitnah kepada agama, mencoreng misi rahmatan lil 'alamin yang diwariskan kanjeng Nabi Muhammad SAW."

"Bayangkan, Kang. Betapa berat dan sengsara orang yang alami nazak, dalam kondisi sehat-sadar lahir batin tahu rencana kapan dimatikan, tahu skenario penanganan jenazah, kerepotan penguburan. Berita rencana kematian sudah lama dipublikasikan, tapi eksekusi ditunda-tunda. Subhanallah, semoga kita dilindungi dari hal seperti itu."Dari M di Jakarta dan P di Purwokerto, "Ada campur tangan pihak ketiga." Satunya lagi, "Saya tidak tahu, apa eksekusi semalam adalah hasil penundaan. Mungkin, SBY ragu. Mungkin juga untuk lebih mengkristalkan masalah supaya lebih jelas 'petanya'. Semoga mereka mati syahid, amin."

EP dari Jakarta, "Bhw eksekusi tersebut tertunda karena penguasa ragu dalam mengambil keputusan. Apakah yang bersangkutan benar bersalah atau hanya memenuhi kepentingan asing atas yang bersangkutan. Kira-kira gitu."Dan, sebelum dapat sekian SMS itu, beberapa hari yang lalu saya bertemu S seorang wartawan koran daerah. Ketika saya tanya pendapatnya seputar rencana eksekusi terhadap Amrozi dkk, jawabnya lugas, "Terlalu didramatisasi. Untuk mengeksekusi terpidana mati yang sudah jelas dasar hukumnya, tidak perlu repot. Kerepotan itu biayanya besar, lho! Namun, sebagai wartawan, ya, saya senang juga. Ada berita panas yang berdurasi panjang."

Begitulah. Semua responden hanya bisa menduga-duga. Namun, bila disimpulkan, mereka heran dan tidak setuju atas ditunda-tundanya eksekusi itu. Emak saya, misalnya, menganggap eksekusi yang sudah diputuskan, tapi pelaksanaannya sengaja dimolorkan, adalah siksaan tambahan bagi para terpidana. Lebih-lebih sanak keluarganya. Pemerintah seakan tidak peduli atas rasa sedih, malu, dan ternista yang mereka tanggung akibat ditunda-tundanya eksekusi itu. Dan, euforia ketika ribuan warga menyambut kedatangan jenazah Amrozi dkk adalah fenomena yang harus jadi pelajaran. Bila sampai ribuan warga itu menganggap Amrozi dkk adalah pahlawan, pemerintah telah ikut andil kesalahan.

Tidak ada komentar: