Rabu, 03 September 2008

Wiwit dan Harapan Kesejahteraan bagi Petani...

Wiwit dan Harapan Kesejahteraan bagi Petani...

Mulut Mbah Joyo Karyo (70) berkomat-kamit membaca doa, memohon kepada Sang Pencipta agar petani diberi kelimpahan rezeki melalui panen padi mereka. Mbah Joyo berkali-kali menyebut nama Dewi Sri sebagai simbol kemakmuran. Sementara Mbah Joyo khusyuk membaca doa, warga lain yang turut mengerumuni ikut mengamini.

Terik matahari di siang bolong tak membuat Mbah Joyo loyo. Ia terlihat bersemangat memimpin doa. "Kami bersyukur panen kali ini
hasilnya cukup bagus. Harapan kami, semoga nasib petani terus membaik," tuturnya dengan suara lirih, maklum usianya memang tidak memungkinkannya bersuara lantang.

Bagi warga Dusun Gunungan, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, tradisi wiwit masih dipertahankan hingga saat ini. Mereka
mengenalnya secara turun-temurun dari nenek moyangnya. "Saya selalu mengingatkan warga untuk menjaga tradisi wiwit supaya tidak ada bala," kata Mbah Joyo yang menjadi sesepuh warga Gunungan.

Wiwit adalah upacara sebelum petani memanen padi. Upacara ini diwarnai dengan aneka sesaji seperti nasi, ayam, buah-buahan,
urapan, dan jadah. Setelah membaca doa, makanan itu lalu dibagikan ke warga yang hadir di acara wiwit, setelah dibungkus dengan daun pisang terlebih dahulu.

Tradisi wiwit bagi petani di Dusun Gunungan merupakan ungkapan syukur kepada Dewi Sri karena panen berhasil. Yang dilibatkan pada kegiatan ritual bukan hanya para petani, melainkan juga semua anak-anaknya. Tujuannya agar sejak usia dini dia menghargai alam yang memberinya makan dan minum hingga akhir hayatnya.

Mengolah tanah

Dusun Gunungan dihuni 630 KK, yang 80 persen bekerja sebagai petani. Mereka mengolah lahan sawah seluas 24 hektar. Dalam musim panen kali ini, hasil yang mereka peroleh lumayan bagus. "Kualitas panen cukup baik karena tidak ada yang puso," kata Sudarno, Ketua Kelompok Tani Eko Karyo.

Menurut Sudarno, meski kualitas panen membaik, nasib petani belum banyak berubah. Keuntungan yang diperoleh masih sangat minim. Petani pun mendesak pemerintah supaya menaikkan standar harga pembelian pemerintah (HPP) yang sekarang dipatok Rp 2.000 per kilogram. Harapan mereka HPP seharusnya di angka Rp 2.500 per kg.

Harapan membaiknya nasib petani mendapat angin segar dengan hasil uji coba penggunaan pupuk organik atau petroganik. Dengan
mengombinasikan pupuk kimia dan petroganik, keuntungan bersih petani bisa mencapai Rp 7,2 juta per hektar dengan tingkat produktivitas mencapai 9,56 ton per hektar.

Meski produksi naik, luas lahan sawah yang dimiliki petani cenderung sedikit. "Lahan sawah terus menyempit karena pola
pembagian warisan. Sawah terus dibagi-bagi untuk warisan sehingga jatah yang diterima terus mengecil," katanya.

Untuk menambah pendapatan, para petani di Dusun Gunungan juga memelihara hewan ternak seperti sapi dan kambing. Ada 92 ekor sapi dan 29 ekor kambing yang dipelihara warga. Hewan ternak tersebut menjadi investasi yang siap dijual setiap saat bila mereka
membutuhkan dana segar seperti biaya masuk sekolah dan biaya pengobatan rumah sakit.mr-kompas

Tidak ada komentar: