Selasa, 23 September 2008

Islam Masuk Bali dari Sejumlah Daerah

Islam Masuk Bali dari Sejumlah Daerah

Masuknya agama Islam ke Bali pada zaman kerajaan abad XIV tidak merupakan satu-kesatuan yang utuh, namun mempunyai sejarah dan latarbelakang tersendiri dari masing-masing komunitas Islam yang ada di Pulau Dewata.

"Penyebaran agama Islam ke Bali berasal dari sejumlah daerah di Nusantara antara lain Jawa, Madura, Lombok dan Bugis," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali Haji Ahmad Hassan Ali di Denpasar, Senin.

Ia mengatakan, masuknya Islam pertama kali ke Bali lewat pusat pemerintahan pada abad ke XIV pada zaman kekuasaan Raja Dalem Waturenggong.

Raja Dalem Waturenggong yang berkuasa selama kurun waktu 1480-1550, saat berkunjung ke Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, kembalinya diantar oleh 40 orang pengawal yang beragama Islam.

Ke-40 orang pengawal tersebut akhirnya diijinkan menetap di Bali, tanpa mendirikan kerajaan tersendiri seperti halnya kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa pada masa kejayaan Majapahit.

Para pengawal yang beragama Islam itu hanya bertindak sebagai abdi dalam kerajaan Gelgel, menempati satu pemukiman dan membangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Gelgel, yang menjadi tempat ibadah umat Islam tertua di Bali.

Demikian pula komunitas muslim yang kemudian tersebar di Banjar Saren Jawa, Desa Budakeling, Kabupaten Karangasem, Kepaon, Serangan (Kota Denpasar), Pegayaman (Buleleng) dan Loloan (Jembrana), membutuhkan waktu cukup panjang untuk menjadi satu kesatuan.

Menurut Hassan Ali, dalam pembangunan masjid sejak abad XIV hingga sekarang juga mengalami akulturasi dengan unsur arsitektur Bali atau menyerupai corak (style) wantilan (joglo).

Akulturasi dua unsur seni yang diwujudkan dalam pembangunan masjid, menjadikan tempat suci umat Islam di Bali tampak beda dengan bangunan masjid di Jawa maupun daerah lainnya di Indonesia.

Akultutasi unsur Islam-Hindu yang terjadi ratusan tahun silam memunculkan ciri khas tersendiri, unik dan menarik. Bahkan sejumlah masjid yang dibangun Yayasan Supersemar di luar Bali menggunakan rancang bangun (desain) masjid yang ada di Bali, ujar Ahmad Hasan Ali.

Ia menambahkan, dalam pembangunan masjid tidak ada ketentuan menggunakan unsur aristektur tertentu, namun yang penting ada ruangan untuk melaksanakan ibadah, tempat bagi imam (mihrab) maupun khatib,mr-kompas

Tidak ada komentar: