Senin, 15 September 2008

Meja ''Pengampunan'' Buka Puasa di Mesir

Meja ''Pengampunan'' Buka Puasa di Mesir

By Republika Contributor
Meja ''Pengampunan'' Buka Puasa di Mesir KAIRO - Waktu hampir menunjukkan pukul 6, seperti halnya di Indonesia, umat Muslim di Mesir bergegas pulang untuk dapat berbuka bersama keluarga. Jalan-jalan menjadi riuh rendah akibat bunyi mobil dan motor yang dipacu agar sampai di rumah sebelum Adzan Maghrib tiba.

Namun tidak semua bagian di ibu kota Mesir hiruk pikuk saat Maghrib, di sebuah jalan di Kairo tengah, disela waktu luang kegiatan pasar el-Tawfikkia, orang-orang tidak sibuk berjalan. Meja-meja digelar. Piring berwarna-warni mengundang selera di tata.

Sementara di kedua sisi meja, orang-orang--baik kaya maupun miskin--duduk dengan bahu berdempetan, menunggu saat Maghrib dan berbuka tiba.

Seorang pemuda berdiri di ujung jalan mengundang setiap orang yang lewat untuk bergabung dalam meja, membujuk untuk menarik mereka. "Mari tuan, berbagi makanan dengan kami," ajak mereka kepada setiap orang "Di sini atau di rumah sama saja," begitu ujar mereka.

Sumbangan dan kedermawanan adalah kebiasaan bagi umat Muslim termasuk di Mesir. Namun saat Ramadan kebiasaan itu menjadi ciri yang lebih mencolok di negara itu. Dalam bulan tersuci itu, jalan-jalan di Mesir berubah, tepatnya menjadi sebuah area makanan terbuka dimana setiap orang dapat makan dan minum untuk melepaskan dahaga dan lapar setelah sehari berpuasa.

"Kami menyelenggarakan meja-meja tersebut untuk meraih berkah Tuhan," ujar sponsor meja berbuka yang bersikeras tak mau disebut namanya seperti yang dikutip oleh IslamOnline.net. "Ramadan adalah waktu yang tepat untuk berterimakasih pada yang kuasa dalam bentuk nyata," ujar sponsor itu lagi.

Pilihan Terbaik

Dengan harga-harga makanan meningkat, iftar gratis ialah satu-satunya kegembiraan bagi Muslim miskin di Mesir.
Setiap Muslim saat Ramadan selalu termotivasi untuk meningkatkan iman ketika berpuasa, salah satunya dengan bersedekah dan meja berbuka yang hampir tersebar di seantero Mesir dianggap alat untuk meningkatkan iman.

"Meja pengampunan ini--begitu orang Mesir menyebutnya--adalah aspek terbesar Ramadan di negara ini," ujar Haji Ramadan Mukhtar, salah satu yang duduk di sisi meja bersama Muslim lain. "Andai saja Ramadan itu 365 hari, tidak hanya 30 hari," seloroh Mukhtar kemudian.

Toh meski ''meja pengampunan'' cukup meringankan orang tak mampu, tetap muncul pendapat-pendapat kontra. Muncul pernyataan, jika memberi donasi langsung bagi yang membutuhkan ialah lebih baik. Baru-baru ini sekelompok ulama berkomentar kontra terhadap acara meja karena mereka menyajikan tidak hanya untuk yang miskin tetapi juga yang kaya.

"Meja-meja tersebut tak berguna," ujar Sheikh Youssef el Badri, salah satu ulama terkenal Mesir. "Meja-meja itu ialah wilayah setiap orang. Itulah mengapa mereka tidak membantu kaum miskin dengan efektif," ujarnya.

Perdebatan seputar cara membantu kaum miskin adalah hal serius di Mesir. Berdasar versi Bank Dunia, Mesir memiliki lebih dari 30 % populasi penduduk berada di bawah garis kemiskinan

Walau perekonomian nasional berhasil meraih rata-rata pertumbuhan di atas 7 persen dan mampu menarik jutaan dolar investasi, pemerintah masih menghadapi tantangan dalam membagi rata hasil kesejahteraan ke seluruh penduduk.

Belum lagi ditambah tingkat inflasi Urban yang mencapai 26 % menurut laporan terbaru pemerintah. Itu tentu saja mendorong harga hampir seluruh makanan meningkat, membuat sebagian mulut warga Mesir pahit dan memicu protes nasional.

"Berulangkali dan lagi, Saya meminta pemerintah untuk mendaftar penduduk yang paling membutuhkan," ujar el-Badri. "Ketika semua orang-orang miskin terdata jelas, uang untuk menyelenggarakan meja dapat ditujukan langsung untuk mereka, baik dalam makanan atau nominal. Itu lebih efektif,"mr-republika

Tidak ada komentar: