Rabu, 03 September 2008

Metri Bumi: Ucap Syukur Berbalut Kebersamaan

Metri Bumi: Ucap Syukur Berbalut Kebersamaan

Pasangan suami-istri, Prawiromartono (85) dan Marinah (82), menatap dengan sumringah iring-iringan Kirab Gunungan Metri Bumi
yang melintas di jalanan depan tempat tinggal mereka di Dusun Wonorejo, Hargobinangun, Pakem, Sleman. "Semoga terkabul segala keinginan warga. Semoga hasil buminya bisa mencukupi kebutuhan keluarga," ujar Prawiromartono atau yang akrab disapa Mbah Wiro ini, beberapa waktu lalu.

Pasangan yang sejak lahir berada di Wonorejo ini mengalami pasang-surut keadaan. "Tidak seperti sekarang, dulu dusun ini pernah
mengalami masa sulit panen. Mungkin karena warga lupa bersyukur terhadap si pemberi panen itu sendiri," kata Mbah Marinah.

Bagi sebagian warga, ritual metri bumi yang sudah diselenggarakan untuk kedua kali di Wonorejo ini memang diadakan
sebagai bentuk rasa syukur warga kepada Sang Pencipta.

Namun, pasangan ini mengharapkan keberadaan ritual ini tidak hanya sebagai simbol rasa syukur melainkan juga kebersamaan para
warga untuk menghadapi berbagai cobaan ataupun berkah yang diterima.

Selain itu, ritual sebaiknya memiliki nilai sumbangsih terhadap alam yang memberikan hasil kepada warga. Hal ini terjawab dengan
adanya kegiatan penanaman 1.000 pohon di sepanjang bantaran Sungai Boyong.

Kepala Dusun Wonorejo Pitoyo Winarto menuturkan, tujuan penanaman itu untuk menjaga kelestarian air di Sungai
Boyong. "Apalagi warga sangat bergantung pada aliran air sungai ini," ujarnya.

Menurut Pitoyo, dengan adanya kegiatan itu, warga turut membantu terbentuknya daerah resapan air di sekitar daerah aliran Sungai
Boyong. Selain itu, lanjut Pitoyo, berbagai rangkaian kegiatan dalam ritual metri bumi kali ini juga ditujukan agar tercipta saling
berbagi antarwarga.

Untuk itu, dalam rangkaian acara budaya ini digelar pentas seni yang menjembatani silaturahmi warga antara generasi muda dan tua.

Kebudayaan

Kepala Desa Hargobinangun Bedja Wiryanto menambahkan, penyelenggaraan metri bumi ini dapat membangkitkan kebudayaan masa lampau yang saat ini mulai luntur. "Sebaiknya memang dijadikan sebagai suatu hal yang rutin sehingga membudaya pada masyarakat. Bentuk rasa syukur ini menjadi tradisi yang mencirikan karakter masyarakatnya sendiri," kata Bedja.

Dusun Wonorejo bukan satu-satunya daerah di desa ini yang memiliki tradisi budaya sebagai bentuk pengucapan syukur. Ada
sedekah bumi lain seperti di Kaliurang. "Untuk itu, pada 2008 ini Desa Hargobinangun akan dijadikan percontohan untuk daerah pelestarian budaya," papar Bedja.

Kirab gunungan ini memang tak beda dari kirab yang biasanya diselenggarakan dalam budaya sedekah bumi di tempat lain di Sleman. Berbagai hasil alam seperti buah-buahan dan sayur-sayuran ditata dalam bentuk empat gunungan kemudian diarak keliling dusun kira-kira sejauh dua kilometer.

Empat gunungan tersebut menandakan jumlah RT yang berada di dusun ini. Tiap gunungan berisi hasil bumi dari RT itu dan diarak
para wakilnya. Dalam arak-arakan itu, warga sempat berhenti sejenak untuk menyaksikan upacara serah terima bibit padi (wiji) dan air yang menjadi representasi dari rasa syukur masyarakat terhadap hasil panen padi.

Tak lama, begitu arak-arakan sampai di titik awal pemberangkatan, yaitu di rumah kepala dusun, warga diberi kesempatan
berebut berbagai hasil bumi. Rupanya keindahan rasa syukur ini terungkap ketika berkah yang mereka dapatkan bisa turut dibagi dengan warga lain yang datang.

Tidak ada komentar: