Selasa, 16 September 2008

Orang-Orang Partai yang tidak Setia

Orang-Orang Partai yang tidak Setia

POLITIK tanpa moral menemukan pijakan yang kukuh di negeri ini. Ingar-bingar politik dihiasi aneka warna buram. Mulai dari anggota DPR yang korup, pemerasan, suap-menyuap, hingga permesuman.

Kini daftar kelam bertambah panjang. Sejumlah anggota DPR mempertontonkan sikap yang mencerminkan moralitas yang tak patut. Mereka mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari partai lain, tetapi tidak mundur dari partai lama. Mereka juga tidak beranjak dari kursi DPR padahal tidak punya lagi legitimasi.

Tidak ada kata yang tepat selain bahwa tindakan anggota DPR tersebut mencerminkan rendahnya moralitas dan etika. Mereka sudah memegang kartu anggota partai lain, tetapi merasa tetap sah menjadi anggota DPR dari partai lama.

Elite yang dengan mudah loncat pagar itu menunjukkan ketidaksetiaan dan tipisnya loyalitas. Mereka tidak hanya tidak setia dan tidak loyal kepada partai, tapi juga tidak setia dan tidak loyal kepada konstituen yang menempatkan mereka menjadi warga Senayan.

Jika elite tidak loyal dan tidak setia kepada partainya, mengapa konstituen harus loyal kepada partai dan caleg?

Harus dikatakan bahwa caleg lompat pagar adalah petualang politik. Mereka hanya mementingkan diri, kursi, uang, dan kekuasaan. Tidak memiliki ideologi memperjuangkan kepentingan rakyat. Yang diutamakan dan diperjuangkan adalah kepentingan diri sendiri.

Mereka tidak memiliki keterikatan dengan konstituen dan merasa tidak perlu berbakti kepada konstituen. Mereka ibarat kacang lupa kulit.

Kita harus terus terang mengatakan anggota DPR yang dengan mudah pindah partai tidak patut disebut wakil rakyat yang terhormat. Mereka tidak mewakili siapa-siapa kecuali dirinya sendiri. Kehormatan telah mereka gadaikan demi kursi, uang, dan kekuasaan.

Partai harus memecat dan mengganti anggotanya di DPR yang lompat pagar. Sikap tegas itu tidak hanya demi menjaga wibawa partai, tetapi lebih dari itu memberikan pendidikan politik agar anggota DPR tidak sewenang-wenang mengabaikan rakyat yang telah memilihnya.

Jika ada partai yang membiarkan dirinya dikhianati anggota dewan yang ganti kulit, partai tersebut tidak memiliki harga diri, tidak memiliki wibawa sehingga tidak patut dipilih dalam pemilu nanti.

Partai yang menampung juga harus tertib. Jika kutu loncat itu masih memegang kartu anggota partai lama, mereka tidak layak diterima. Partai pun harus punya etika dan memberi pelajaran.

Yang mengherankan, perilaku lompat pagar menggejala di kalangan intelektual dan mereka yang mengagungkan demokrasi. Ternyata demokrasi diartikan secara sempit hanya untuk kepentingan diri sendiri, bukan kepentingan rakyat. Petualangan seperti ini menunjukkan bahwa godaan kekuasaan dan uang sangat dahsyat.

Kita menghargai sikap Dradjat Wibowo, anggota DPR dari PAN yang tidak bersedia dicalonkan lagi. Dia sudah paham bahwa dunia parlemen dengan segenap kekuasaannya adalah candu. Dia tidak ingin tercemar. Anehnya, banyak intelektual malah ingin menceburkan diri ke dalam lumpur kekuasaan itu.

Kita tahu rakyat kini kian cerdas. Cerdas mencatat siapa saja wakil rakyat yang suka lompat pagar. Cerdas juga mengingat partai mana yang merelakan anggotanya lompat pagar tanpa memberi hukuman.

Apakah orang-orang seperti itu masih pantas dipilih dalam pemilu mendatang? Rakyat pun cerdas menjawabnya.mr-mediaindonesia

Tidak ada komentar: