Perkembangan Baru di Kota
Meningkatnya jaringan perdagangan di daerah-daerah di Indonesia telah memicu berkembangnya kehidupan kota, karena kota juga berfungsi sebagai pasar barang dagangan.
Hal ini diawali dengan meningkatnya kedatangan pedagang-pedagang asing terutama pedagang-pedagang muslim, seperti pedagang dari Arab, Gujarat, dan Persia. Rempah-rempah yang diambil dari Indonesia pada saat itu menjadi mata dagangan yang diperlukan dunia.
Aktivitas dagang ini telah mendatangkan kemakmuran di kota-kota termasuk menambah kaya penguasa-penguasa lokal. Di samping itu para pedagang juga membawa para muballigh yang menyebarkan agama Islam.
Hubungan yang akrab antara para pedagang asing ini dengan masyarakat dan penguasa lokal, hubungan perkawinan, dan munculnya pesantren-pesantren telah mempercepat persebaran agama Islam. Pada puncaknya di Indonesia muncul kerajaan-kerajaan Islam sejak abad XIII.
Kehidupan di kota atas dasar dagang ini menjadi semakin ramai ketika kerajaan-kerajaan Islam telah berdiri. Tidak jarang kota-kota pelabuhan juga menjadi kota pusat kerajaan seperti halnya Samodra Pasai, Demak, dan Banten.
Birokrasi, profesi, pajak dan sebagainya semakin jelas bentuknya yang tujuannya adalah efisiensi dalam rangka menarik dan memanfaatkan surplus yang diperoleh dari aktivitas ekonomi. Namun pada abad XVII fenomena ini menjadi merosot kembali ketika intervensi militer asing datang yang juga berlatar belakang ekonomi.
Perkembangan lain yang menarik adalah penataan kota dan isinya. Kota kerajaan pada umumnya terdiri dari istana yang dikelilingi tembok, sedangkan kota itu sendiri kadang-kadang dikelilingi benteng.
Bangunan-bangunan pada umumnya menggunakan struktur rangka kayu yang mencapai kejayaannya dengan mapannya gaya-gaya bangunan seperti rumah-rumah adat yang manampakkan ciri-cirinya masing-masing.
Di Bawah Kolonial
Belanda pada abad XVIII telah mapan kedudukannya sebagai pemerintah kolonial di Indonesia. Kedatangan pengaruh Hindu dan Islam sebenarnya juga membawa hal baru bagi bangsa Indonesia yang diperlukan dalam kehidupan internasional, sehingga dapat berada dalam posisi setara dengan bangsa-bangsa lain.
Namun kedatangan orang Eropa yang dilatari oleh persaingan yang ketat di pasar internasional ditambah lagi dengan kemampuan teknologi yang jauh lebih foderen dari pada bangsa Indonesia, telah menciptakan kolonialisme.
Indonesia terutama di bawah kolonial Belanda telah mengalami penderitaan yang cukup berat dengan pembatasanpembatasan yang ketat.
Dengan demikian sebagai bangsa yang merdeka, mandiri dan berkembang telah lenyap. Pada masa VOC yang didirikan pada tahun 1602 rakyat diwajibkan menanam tanaman ekspor yang kemudian harus diserahkan ke VOC (contingenteringen).
Setelah VOC, terutama ketika Inggris berkuasa 1811, Gubernur Jendral Raffles memperkenalkan sistem baru yaitu pajak tanah yang sebenarnya lebih ringan tetapi cara ini belum bisa berjalan dengan baik.
Ketika Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda Gubernur Jenderal Johannnes van den Bosch menerapkan ide tanam paksa atau Cultuurstelsel. Petani dipaksa untuk menanam tanaman eksport dan masih ditambah lagi dengan pajak tanah. Dengan demikian beban rakyat lebih berat dari pada masa VOC.
Sedikit ada perubahan yaitu dengan datangnya masa liberal. Melalui undang-undang Agraria 1870 para petani diberikan tanah hak milik mereka, tetapi di pihak lain memberikan peluang kepada para investor untuk menyewa tanah secara besar-besaran untuk tanaman ekspor dari petani.
Tetapi karena budaya petani belum mencapai pada tataran tersebut mereka belum dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk berusaha seperti halnya para investor Belanda.
Salah satunya yang tanggap terhadap situasi ini adalah penguasa kadipaten Mangkunegaran KGPAA Mangkunegoro IV. Malahan ia juga berhasil mendirikan pabrik-pabrik Gula seperti pabrik Gula Colomadu dan Tasik Madu.
Selain itu suasana yang mendukung usaha kewiraswastaan ini juga telah mendorong komunitas batik Kampung Laweyan Surakarta untuk mengembangkan industrinya.
Demikian juga saat tembakau Indonesia menjadi salah satu barang dagangan yang sangat laku, telah mendorong usahawan pribumi seperti Nitisemito di Kudus yang berhasil memproduksi rokok sendiri pada awal abad ke 20.
Pengaruh Belanda ternyata juga membawa bangsa Indonesia menjadi lebih memperhatikan privasinya. Hat ini dapat dilihat pada perubahan tata ruang rumah tinggal. Salah satu contohnya terjadi pada rumah tinggal tradisional Jawa.
Rumah tinggal tradisional khususnya di Jawa rupanya lebih mementingkan kegiatan ritual. Sedangkan tata ruang rumah tinggal Belanda atau Eropa mementingkan ruang-ruang privat dengan batas-batas yang tegas.
Namun agaknya pengaruh Belanda ini menjadi populer di kalangan orang Jawa. Di samping itu pendidikan yang pada awalnya untuk menunjang kepentingan kolonial akhirnya menyadarkan bangsa Indonesia terhadap sejarahnya dan peran yang seharusnya di antara bangsa-bangsa di dunia.mr-kompas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar