Selasa, 09 Juli 2013

Pahala Sedekah Untuk Mayit



Pahala Sedekah Untuk Mayit
Awalnya mencari pahala tahlilan, tapi yang ketemu banyak adalah pahala sedekah untuk  yang sudah meninggal-mayit. Ternyata memang dibolehkan dan pahalanya bisa sampai kepada si mayit. dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Ibuku mati mendadak, sementara beliau belum berwasiat. Saya yakin, andaikan beliau sempat berbicara, beliau akan bersedekah. Apakah beliau akan mendapat aliran pahala, jika saya bersedekah atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya. Bersedekahlah atas nama ibumu.” HR. Bukhari, Muslim.
Dalam hadis yang lain, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa ibunya Sa’d bin Ubadah meninggal dunia “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia mendapat aliran pahala jika aku bersedekah harta atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” HR. Bukhari.
Dari hadist tersebut,  beberapa pendapat mengatakan bahwa bersedekah untuk orang tua yang sudah meninggal akan sampai pahalanya, bukan berarti dibolehkannya tahlilan, atau memperingati kematian seseorang. Karena sedekah atas nama yang sudah meninggal lain pengertian dan maknanya dengan mengirimkan do’a dengan cara tahlilan beramai-ramai. Yang malah bisa diterima adalah do’a anak sholeh untuk orang tuanya yang sudah meninggal, yaitu waladun sholeh yad’ulahu, yang terus mengalir kepada kedua orang tuanya.
Sedang tahlilan, dengan mengumpulkan tetangga di rumah keluarga mayit, dan membuat makanan setelah jenazah dimakamkan  termasuk perbuatan niyahah-meratapi mayit, dan itu dilarang. Pernyataan ini disampaikan oleh sahabat Jarir, menceritakan keadaan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka -Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat- sepakat, acara kumpul dan makan-makan di rumah duka setelah pemakanan termasuk meratapi mayat. Artinya, mereka sepakat untuk menyatakan, niyahah –meratap mayit- termasuk hal yang dilarang.
Namun demikian, sebagian  berpendapat bahwa hadist tersebut pertanda membolehkan adanya tahlilan, kenduri arwah, peringatan kematian dengan membaca yasin di rumah duka secara beramai-ramai. Kegiatan ini diartikan juga sebagai sedekah dengan mengundang tetangga. sedekah yang diwujudkan dalam bentuk nasi dan makanan yang diberikan melalui acara tahlilan. 
Begaimana menurut Imam Syafi’i, dimana kamum muslimin Indonesia mayoritas menganutnya. ternyata ulama Madzhab Syafi’i dan madzhab yang lainnya melarang dan membenci acara kumpul-kumpul dalam rangka memperingati hari kematian.
Berikut ini kutipan dari kitab Hasyiyah I’anah al Thalibin, suatu buku yang terkenal dalam kalangan NU untuk belajar fikih Syafi’i pada level menengah atau lanjutan.
Makruh hukumnya keluarga dari yang meninggal dunia duduk untuk menerima orang yang hendak menyampaikan belasungkawa. Demikian pula makruh hukumnya keluarga mayit membuat makanan lalu manusia berkumpul untuk menikmatinya’.
Dikuatkan dari riwayat Imam Ahmad dari Jarir bin Abdillah al Bajali –seorang sahabat Nabi-, “Kami menilai berkumpulnya banyak orang di rumah keluarga mayit, demikian pula aktivitas keluarga mayit membuatkan makanan setelah jenazah dimakamkan adalah bagian dari niyahah atau meratapi jenazah”.
Dalam Hasyiyah al Jamal untuk kitab Syarh al Manhaj disebutkan, “Termasuk bid’ah munkarah dan makruhah adalah perbuatan banyak orang yang mengungkapkan rasa sedih lalu mengumpulkan banyak orang pada hari ke-40 kematian mayit*1. Bahkan semua itu hukumnya haram jika acara tersebut dibiayai menggunakan harta mayit yang meninggal dalam keadaan meninggalkan hutang atau menimbulkan keburukan dan semisalnya.”atau dari  harta anak yatim .
Sebaliknya dianjurkan bagi para tetangga-meski bukan mahram dengan jenazah, kawan dari keluarga mayit –meski bukan berstatus sebagai tetangga-dan kerabat jauh dari mayit –meskipun mereka berdomisili di lain daerah- untuk membuatkan makanan yang mencukupi bagi keluarga mayit selama sehari-semalam semenjak meninggalnya mayit. Jadi yang menyediakan makanan atau minuman bukan keluarga musibah-mayit-yang sedang berduka, tapi tetangganyalah yang menyiapkan makanan untuk yang sedang berduka. Walluhu’alam, mr-mart2013.
-------------
*1.Dalam Yasinan atau membaca ayat AlQur’an,  al Imam Asy Syafii bersama para ulama yang mengikutinya telah mengeluarkan suatu hukum, bahwa Al Qur’an tidak akan sampai hadiah pahalanya kepada orang yang telah mati. Karena bacaan tersebut bukan dari amal dan usaha mereka. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah mensyariatkan umatnya -untuk menghadiahkan bacaan Qur’an kepada orang yang telah mati- dan tidak juga pernah memberikan petunjuk kepada mereka dengan baik dengan nash (dalil yang tegas dan terang) dan tidak juga dengan isyarat (sampai-sampai dalil isyarat pun tidak ada).
Dan tidak pernah dinukil dari seorang pun Sahabat (bahwa mereka pernah mengirim bacaan Al Qur’an kepada orang yang telah mati). Kalau sekiranya perbuatan itu baik, tentu para Sahabat telah mendahului kita  mengamalkannya. Dan dalam masalah peribadatan hanya terbatas kepada dalil tidak bileh dipalingkan dengan bermacam qiyas dan ra’yu (pikiran).”dari keterangan ibnu Katsir ini jelas bahwa perbuatan membaca Al Qur’an dengan tujuan pahalanya disampaikan kepada si mayit tidak akan sampai, dan demikianlah pandangan ulama besar yang dianut oleh sebahagian besar kaum muslimin Indonesia.

Tidak ada komentar: