Mendahulukan
mertua ?
Dalam
tuntunan agama, seorang perempuan wajib hukumnya patuh kepada kedua orang
tuanya, bahkan dalam sebuah riwayah ia tidak diperbolehkan untuk membatahnya,
untuk sekedar mengatakan ah saja tidak boleh, Firman Allah Qs17:23 “Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia” Qs Al-Israa 23. *1
Namun
hal itu beralih ketika ia sudah berumah tangga-bersuami. Ia diperintahkan untuk
mendahulukan keperluan suaminya ketimbang orang tuanya, bahkan mertuanya
mendapat posisi yang didahulukan ketimbang orang tuanya sendiri dalam kaitan ia
mentaati suaminya. Dalam hadist Rasulullah Muhammad Saw bersabda :
Dari
Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai boleh
kuperintahkan seseorang untuk bersujud kepada yang lain tentu kuperintahkan
seorang istri untuk bersujud kepada suaminya” -HR Tirmidzi no 1159, dinilai
oleh al Albani sebagai hadits hasan shahih-.
Sebagian
ulama sepakat yang demikian itu dikarenakan banyaknya hak suami yang wajib
dipenuhi oleh istri dan tidak semuanya istri mampu untuk berterima kasih dan
melayani suaminya. Dalam hadits ini terdapat ungkapan yang sangat hiperbola
menunjukkan wajibnya istri untuk menunaikan hak suaminya sampai-sampai kalau
boleh Rasulullah akan memerintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Seorang perempuan jika telah
menikah maka suaminya lebih berhak terhadap dirinya dibandingkan kedua orang
tuanya dan mentaati suami itu lebih wajib dari pada taat orang tua” (Majmu Fatawa 32/261)*2.
Karena
suami yang sudah berkecukupan harta diperintahkan untuk menafkahkannya yang pertama adalah kepada kedua
orang tuanya. firman Allah Qs 2: 215 “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang
mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah
diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang
kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. Qs 2:215.
Dalam
hadist Rasulullah bersabda “ “Engkau dan hartamu adalah milik
ayahmu“. Hr-
Abu Daud, Ibnu Majah.
demikian
syari’at Islam menetapkan hak orang tua atas anaknya,*3. bukan saja ketika anaknya
masih hidup dalam rengkuhan kedua orang tuanya, namun ketika ia sudah berkeluarga dan hidup berkecukupan
untuk berbakti kepada keduanya, Allah
berfirman Qs4:36 ““Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapakmu.” QS. An-Nisa:36
Namun yang perlu mendapat
perhatian adalah selagi orang tua menyerukan kebaikan dalam kemaslahatan, bila
mengarah kepada kezhaliman tentu saja anak harus menolaknya. Seperti dalam
riwayah seorang sahabat, Sa’ad bin Waqash yang diberi dua buah opsi oleh ibunya
yang masih musyrik: kembali kepada kemusyrikan atau ibunya akan mogok
makan dan minum sampai mati. Ketika sang ibu tengah melakukan aksinya selama
tiga hari tiga malam, beliau berkata,”Wahai Ibu, seandainya Ibu memiliki 1000
jiwa kemudian satu per satu meninggal, tetap aku tidak akan meninggalkan agama
baruku -Islam. Karena itu, terserah ibu mau makan atau tidak.” Melihat sikap
Sa’ad yang bersikeras itu maka ibunya pun menghentikan aksinya. Atas kejadian ini maka turunlah ayat Qs 31 : 15 “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan..” (QS. Luqman:15).
Demikian sekelumit uraian mendahulukan mertua yang juga orang tua dari suami, dan akhirnya memang ‘keridhaan Allah berada dalam keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada dalam kemarahan orang tua” mr mart2013.
--------
*1. Sebaliknya diminta untuk
merendahkan diri dan berdoa Qs 17:24 “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil". Qs Al-Israa 24.
*2. Dalam riwayah lain
disampaikan “Seorang istri tidak boleh
keluar dari rumah kecuali dengan izin suami meski diperintahkan oleh bapak atau
ibunya apalagi selain keduanya. Hukum ini adalah suatu yang disepakati oleh
para imam. Jika suami ingin berpindah tempat tinggal dari tempat semula dan dia
adalah seorang suami yang memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang suami
serta menunaikan hak-hak istrinya lalu orang tua istri melarang anaknya untuk
pergi bersama suami padahal suami memerintahkannya untuk turut pindah maka kewajiban
istri adalah mentaati suami, bukan mentaati orang tuanya karena orang tua dalam
hal ini dalam kondisi zalim. Orang tua tidak boleh melarang anak perempuannya
untuk mentaati suami dalam masalah-masalah semacam ini” (Majmu Fatawa 32/263).
*3.
Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia bersama seorang laki-laki lanjut usia.
Rasulullah bertanya, “Siapakah orang yang bersamamu?” Maka jawab laki-laki itu,
“Ini ayahku”. Rasulullah kemudian bersabda, “Janganlah kamu berjalan di
depannya, janganlah kamu duduk sebelum dia duduk, dan janganlah kamu memanggil
namanya dengan sembarangan serta janganlah kamu menjadi penyebab dia mendapat
cacian dari orang lain.” (Imam Ath-Thabari dalam kitab Al-Ausath). Disarikan
dari : http://www.belajarislam.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar