Minggu, 07 Juli 2013

Azan di telinga orang kesurupan



Azan di telinga orang kesurupan

Banyak disaksikan orang azan di telingan orang yang pingsan, kesurupan atau di telinga orang yang sedang di rukyah. Siapapun yang melihatnya menganggap hal itu suatu yang biasa dilakukan dan dianggap benar kerena memang begitu caranya menolong yang kesurupan atau merukyah orang yang kemasukan jin atau setan katanya. Walaupun tidak diketemukan petunjuk atau tidak ada dasar contohnya, karena hal itu sudah turun menurun dari nenek moyang melakukannya demikian. Siapapun yang melakukannya mereka merasa yakin dan benar begitu caranya menolong orang yang kesurupan atau merukyah.*1

Memang ada yang mengemukakan hadist mengenainya,
“Apabila momok (jin) menjelma, maka kumandangkanlah adzan.” [HR. Ibnu Abi Syaibah  Ahmad dalam Al-Musnad , Abu Ya'laa dalam Al-Musnad.

     Namun disepakati bahwa hadist  ini lemah, karena di dalamnya terdapat inqitho’ (keterputusan) antara Hasan Al-Bashriy dengan sahabat Jabir. Sementara hadits ini juga tak memiliki penguat yang bisa mengangkatnya menjadi hasan sehingga haditsnya tetap dho’if (lemah). Hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah*2. Karenanya tidak boleh dijadikan hujjah dalam beramal dan beribadah. Karena adzan adalah ibadah yang harus didasari dalil (tawqifiyyah), tidak dikumandangkan, kecuali untuk sesuatu yang dijelaskan oleh syariat. Walaupun difahami bahwa bila adzan dikumandangkan untuk memanggil orang sholat, maka setan lari menjauh sambil mengeluarkan suara kentutnya yang keras agar tidak terdengar. 

 Untuk merukyah seseorang tidaklah perlu mengazaninya dan diarahkan atau dibisikkan di telinganya. Karena yang demikian bukanlah cara merukyah, karena meruqyah hanya sebagai perantara untuk memohonkan kesembuhan bagi pasien dengan cara membaca al-Quran.

      Kalau sampai terjadi sira'  (kesurupan) sebelum selesai membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan ciri-ciri pasien menyerocos, kejang yang tidak terkendali, mengeluarkan suara berdesis, mempermainkan mulut dan mata, maka yang mengobati sebaiknya tidak memperdulikan itu semua sampai selesai membaca semua ayat-ayat Al Qur’an.
  
 
------
*1. Melakukan do’a dan zikir-dengan Al-Qur’an dan doa-doa yang benar yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Saw, bahwa yang menyembuhkan semata-mata hanya Allah SWT, sedangkan peruqyah hanya sebagai perantara yang memohonkan kesembuhan bagi pasien dengan cara membaca al-Quran.

*2. Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah, dampak yang timbul dari penyebarannya adalah adanya kerusakan yang besar. (Karena) di antara hadits-hadits dhaif dan maudhu itu, terdapat masalah (yang berkenaan dengan) keyakinan kepada hal-hal ghaib, dan juga masalah-masalah syari’at. http://majelisfiqih.wordpress.com/category/mushthalah-hadits/hadits-dhaif-dan-palsu

Tidak ada komentar: