Selasa, 09 Juli 2013

Azan-Qomat saat pemakaman



Azan-Qomat saat pemakaman

Ketika seseorang mengantarkan mayit ke pemakaman untuk dikubur, ia akan  menyaksikan azan dan qomat dikumandangkan saat  mayit di kubur. Setelah selesai, dilanjutkan dengan penimbunan tanah ke liang kubur, ditutup dengan do’a, dan sering juga dilakukan pembacaan Yasin dan tahlil sebelum meninggalkan makam. Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi- kebiasaan sejak lama -entah  sejak  kapan, karena sulitnya mencari awal mulanya. Nmun karena itulah  sehingga kebanyakan muslim menyakininya bahwa apa yang dilakukannya  itu bagian dari syariat Islam, tanpa tahu apakah memang benar begitu syariat mengajarkannya, yang pasti ia melihat  kiai-kiai terdahulu melakukannya. Indonesia sendiri dijajah 350 tahun oleh Belanda ditambah Jepang 3,5 tahun, saat penjajahan tersebut tidak tahu persis apa yang terjadi, terutama berkenaan dengan syariat Islam dan tradisi bangsa, kesemuanya tercampur menjadi satu. Dr. Aqib Suminto menulis  ada beberapa pembelokan syariat untuk kepentingan penjajahan, terutama dengan memakai Islam sebagai politik penjajahannya*1.

Karena para kiai terdahulu mengajarkannya demikian, maka muridnyapun melakukannya, begitu seterusnya sehingga menjadi kebiasaan  yang sulit dihilangkan. Padahal pada masa rasulullah, berdasarkan literatur dan kesejarahan khulaur Rasyidin tidak diketemukan. Dalam artian tidak ada rujukan yang mensyariatkan azan dan qomat saat pemakaman.

Namun, karena ini sudah masuk ke ranah khilafiah,  masalah boleh tidaknya melakukan azan dan komat saat pemakaman menjadi selisih pendapat yang berkepanjangan, setidaknya ada dua pendapat  yang membolehkan dan yang melarangnya.

Yang membolehkan, mengemukakan  hadist :


لَا يَزَالُ الْمَيِّتُ يَسْمَعُ الْأَذَانَ مَا لَمْ يُطَيَّنْ قَبْرُهُ
Mayit masih mendengar adzan selama kuburnya belum ditutupi dengan tanah.” HR. Ad-Dailami*2.

Yang melarang
perbuatan tersebut tidak ada contohnya  dan ia  mengatakan bid’ah, karena memang tidak ada tuntunanya dari rasulullah atau ulama terdahulu. Sehingga ketika Syaikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah*3, ditanya tentang hal tersebut, beliau menjawab: “Tak ragu lagi bahwa hal itu adalah bid’ah yang tak pernah Allah turunkan keterangan tentangnya. Karena, hal itu tak pernah ternukil dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya -radhiyallahu anhum *4.


فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ هُوَ بِدْعَةٌ وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ سُنَّةٌ عِنْدَ نُزُولِ الْقَبْرِ قِيَاسًا عَلَى نَدْبِهِمَا فِي الْمَوْلُودِ إلْحَاقًا لِخَاتِمَةِ الْأَمْرِ بِابْتِدَائِهِ فَلَمْ يُصِبْ وَأَيُّ جَامِعٍ بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ وَمُجَرَّدُ أَنَّ ذَاكَ فِي الِابْتِدَاءِ وَهَذَا فِي الِانْتِهَاءِ لَا يَقْتَضِي لُحُوقَهُ بِهِ

Bahwa hal itu adalah bid’ah. Siapa saja yang menganggap bahwa adzan dan iqomat tatkala turun ke kuburan adalah sunnah dengan mengqiyaskannya dengan disunnahkannya adzan dan iqomat terhadap bayi yang baru dilahirkan serta dengan alasan bahwa akhir suatu perkara mengikuti awalnya maka ini adalah pernyataan yang salah. Betapa banyak sesuatu yang menyatukan antara dua perkara dan sebatas bahwa begini diawalnya dan begitu di akhirnya sesungguhnya tidak mengharuskan yang akhir mengikuti yang awal. *5  

Menurut Madzhab Hanafi
Ibnu Abidin mengatakan,
 “Tidak dianjurkan untuk adzan ketika memasukkan mayit ke dalam kuburnya sebagaimana yang biasa dilakukan sekarang. Bahkan Ibnu Hajar menegaskan dalam kumpulan fatwanya bahwa itu bid’ah.” Hasyiyah Ibnu Abidin, *6.
Barangkali yang dimaksud Ibnu Hajar dalam keterangan Ibnu Abidin di atas adalah Ibnu Hajar Al-Haitami.  Itu bid’ah. Siapa yang meyakini itu disunahkan ketika menurunkan jenazah ke kubur, karena disamakan dengan anjuran adzan dan iqamah untuk bayi yang baru dilahirkan, menyamakan ujung akhir manusia sebagaimana ketika awal ia dilahirkan, adalah keyakinan yang salah. Apa yang bisa menyamakan dua hal ini. Semata-mata alasan, yang satu di awal dan yang satu di ujung, ini tidaklah menunjukkan adanya kesamaan.
 Madzhab Maliki
Disebutkan dalam kitab Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Asy-Syaikh Khalil, penulis mengutip keterangan di Fatawa Al-Ashbahi:
Apakah terdapat khabar (hadis) dalam masalah adzan dan iqamat saat memasukkan mayit ke kubur? Jawab: Saya tidak mengetahui adanya hadis maupun atsar dalam hal ini kecuali apa yang diceritakan dari sebagian ulama belakangan. Barangkali dianalogikan dengan anjuran adzan dan iqamat di telinga bayi yang baru lahir. Karena kelahiran adalah awal keluar ke dunia, sementara ini (kematian) adalah awal keluar dari dunia, namun ada yang lemah dalam hal ini. Karena kasus semacam ini (adzan ketika memakamkan jenazah), tidak bisa dijadikan pegangan kecuali karena dalil shaih.”
 Madzhab Syafi’i
Imam Abu Bakr Ad-Dimyathi menegaskan,
 “Ketahuilah, sesungguhnya tidak disunahkan adzan ketika (mayit) dimasukkan ke kubur. Tidak sebagaimana anggapan orang yang mengatakan demikian karena menyamakan keluarnya seseorang dari dunia (mati) dengan masuknya seseorang ke dunia (dilahirkan).”
 Madzhab Hambali
Ibnu Qudamah berkata,
 “Umat sepakat bahwa adzan dan iqamat disyariatkan untuk shalat lima waktu dan keduanya tidak disyariatkan untuk selain shalat lima waktu, karena maksudnya adalah untuk pemberitahuan (masuknya) waktu shalat fardhu kepada orang-orang. Dan ini tidak terdapat pada selainnya.
Dari beberapa pendapat di atas,  yang lebih kuat adalah  tidak disunatkan mengumandangkan azan ketika menguburkan mayat. Walaupun ada  pendapat yang lain membolehkan –disunatkankan,  dengan alasan karena diqiyaskan orang yang meninggalkan dunia dengan bayi yang baru lahir yang merupakan awal dari memasuki dunia ini. pendapat mazhab Syafii, mayoritas dianut muslim Indonesia,  dalam hal ini juga tidak mensunatkannya. Karena ini masalah khilafiah, tidak menyalahkan begitu saja terhadap yang membolehkannya, artinya tetap diperbolehkan dengan beberapa ketentuan, dengan bersikap arif bijaksana tidak perlu dicegah terhadap yang melakukan azan dan qomat ketika menguburkan mayat, karena melakukannya tidak menyebabkan jatuh dalam kemaksiatan dan tidak menimbulkan mafsadah, tetapi hanya melaksanakan perbuatan yang tidak dituntut berdasarkan pendapat yang kuat.
ada satu ketentuan dalam hal mencegah mungkar yaitu:
لا ينكر فيما يختلف فيه
"tidak diingkar perbuatan yang ada khilafnya"

ini berlaku selama khilaf tersebut masih dapat diterima, dan para ulama kita tidak pernah melarangnya, dan  telah dijalankan oleh masyarakat semenjak dahulu
jelas sudah Semua keterangan di atas mengerucut pada satu kesimpulan bahwa Azan dan Qomat di saat pemakaman,  bukanlah Sunnah  karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencontohkannya,  begitu juga dengan membaca Al-Qur’an,  yang dicontohkan  adalah  jika telah selesai dari menguburkan mayat, beliau berdiri di atasnya dan berkata” “Mintakanlah ampun bagi saudara kalian ini dan mohonkanlah baginya keteguhan. Sesungguhnya sekarang ini ia sedang ditanya. Wallahu’alam, mr-mart2013
­-------------
*1. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, pn LP3ES, Jakarta.  baca juga Kiai Sadrah- Nama kelahirannya adalah Radin,  saat dia berguru di pesantren daerah Jombang namanya bertambah menjadi Radin Abas. dari Jombang ia  hijrah ke Semarang dan bertemu dengan seorang penginjil yang bernama Hoezoo dan  ikut kelas Katekisasi yang diajar oleh Hoezoo tersebut. Di dalam proses Kelas Katekisasi tersebut, ia berkenalan dengan seseorang yang sudah sepuh (tua) bernama Kiai Ibrahim Tunggul Wulung yang asalnya sedaerah dengan Radin, yaitu dari daerah Bondo, Karesidenan Jepara. Sejak itu, Radin menjadi murid Tunggul Wulung. Dan  lihat pula “ Christiaan Snouck Hurgronje,  setelah tamat  dari Universitas Leiden untuk mata kuliah Ilmu Teologi dan Sastra Arab, 1875  Snouck kemudian melanjutkan pendidiklan ke Mekkah, 1884. Di Mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan membimbingnya, Snouck memeluk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar.
Atas bantuan Zahir dan Konsul Belanda di Jeddah JA. Kruyt, dia mulai mempelajari politik kolonial dan upaya untuk memenangi pertempuran di Aceh. Pada 1889, dia menginjakkan kaki di Pulau Jawa, dan mulai meneliti pranata Islam di masyarakat pribumi Hindia-Belanda, khususnya Aceh. Setelah Aceh dikuasai Belanda, 1905, Snouck mendapat penghargaan yang luar biasa. Setahun kemudian dia kembali ke Leiden, dan sampai wafatnya,26 Juni 1936, dia tetap menjadi penasihat utama Belanda untuk urusan penaklukan pribumi di Nusantara.
 Bagi Belanda, dia adalah pahlawan yang berhasil memetakan struktur perlawanan rakyat Aceh. Tapi bagi rakyat Aceh, dia adalah pengkhianat tanpa tanding. Selain tugas memata-matai Aceh, Snouck juga terlibat sebagai peletak dasar segala kebijakan kolonial Belanda menyangkut kepentingan umat Islam. Atas sarannya, Belanda mencoba memikat ulama untuk tak menentang dengan melibatkan massa. Tak heran, setelah Aceh, Snouck pun memberi masukan bagaimana menguasai beberapa bagian Jawa dengan memanjakan ulama. Lihat  http://id.wikipedia.org/wiki/Christiaan_Snouck_Hurgronje
*2. Walaupun ada yang mengatakan hadist ini “Sanadnya batil, karena hadis ini termasuk riwayat Muhammad bin Al-Qasim Ath-Thayakani, di mana dia telah dicap sebagai pemalsu hadis.”
*3. adalah seorang ulama kontemporer yang ahli dibidang sains Hadits, Aqidah, dan Fiqih. lahir di Riyadh - Arab Saudi tahun 1909 M/1330 H. Syaikh Bin Baz pernah menjabat sebagai mufti (penasehat agung) kerajaan Arab Saudi, kepala majelis pendiri Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Dunia), rektor Universitas Islam Madinah, anggota dewan tertinggi Hai'ah Kibaril Ulama (semacam MUI di Arab Saudi), dan ketua dari Dewan Risen Ilmu dan Fatwa (al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta'). Beliau meninggal dunia pada tahun 1999 M/1420 H dan disemayamkan di pemakaman Al-Adl, Mekkah. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Aziz_bin_Abdullah_bin_Baz

*4. Lihat Fatwa: Majmu' Fatawa Al-Allamah Abdul Aziz bin Baaz, dalam kutipan - www.darussalaf.or.fatwa-ulam hukum-adzan-dan-iqamat-di-kuburan.
*5. Fatawa al Fiqhiyah al Kubro juz III, terbitan Beirut-lihat di Perpustakaan UIN Malik Ibrahim, http://lib.uin-malang.ac.id.

*6. Seorang ahli fiqih madzhab Hanafi. Fatwa-fatwanya dikumpulkan dalam kitab Tatar Khaniyyah. Lihat http://referensi-persis.blogspot.com

Tidak ada komentar: