istimna’ atau adatus sirriyah
Dalam syariat Islam diperintahkan
bagi siapa saja yang sudah siap menikah untuk mensegerakannya, apalagi kesiapan
itu memang sudah didukung oleh beberapa faktor, baik diri sendiri berupa umur yang cukup dsn pekerjaan yang tetap
mrncukupi, atau dari faktor lainnya,
telah siapnya calon pinangan-pasangan. Bila bulum siap, maka ia dianjurkan
untuk berpuasa. Rasulullah bersabda :
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka menikahlah, karena pernikahan membuat pandangan dan kemaluan lebih terjaga. Barangsiapa belum mampu menikah, hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan obat yang akan meredakan syahwatnya.” -Muttafaq ‘alaih.
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka menikahlah, karena pernikahan membuat pandangan dan kemaluan lebih terjaga. Barangsiapa belum mampu menikah, hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan obat yang akan meredakan syahwatnya.” -Muttafaq ‘alaih.
Demikian syariat mengatakan, namun dengan perkembangannya
banyak pemuda dan bahkan yang sudah menikahpun yang mencari kepusaan
sendiri-beronani, ketika dorongan seksual begitu menuntut. Apakah kerena tidak
tahan melihat flm, gambar, bacaan, atau lainnya bagi yang masih single-sendiri-belum
menikah, atau karena tidak puas dengan pasangannya masing-masing bagi yang
sudah menikah-bersuami-istri. Mereka
mencari jalan sendiri dengan cara onani, yaitu Melakukan perangsangan organ
sendiri dengan cara menggesek-geseknya melalui tangan atau benda lain
hingga mengeluarkan sperma dan mencapai orgasme. Atau dalam pengertian lain yaitu kegiatan
yang dilakukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan seksualnya, dengan
menggunakan tambahan alat bantu sabun atau benda-benda lain, sehingga dengannya
dia bisa mengeluarkan mani(ejakulasi).
Tujuan utama dari masturbasi
adalah untuk mencari kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan
tidak bersenggama. Dalam islam masturbasi dikenal dengan beberapa
nama yaitu, al-istimna’
al-istimna’ billkaff, nikah al-yad, jildu umairah, al-i’timar atau‘adatus sirriyah. Masturbasi
yang dilakukan oleh wanita, disebut al-iltha, dan dalam hal ini penulis memakai istilah
“istimna’ atau adatus sirriyah’” kegiatan ini bisa
dilakukan oleh laki-laki atau perempuan. Hanya saja perempuan lebih sedikit di
bandingkan laki-laki, karena nafsu
seksual perempuan tidak datang melonjak dan eksplosit, di samping perhatian
perempuan tidak tertuju kepada masalah senggama karena mimpi seksual dan
mengeluarkan sperma (ihtilam) lebih banyak dialami laki-laki.
Onani bisa dilakukan dengan pasangan-suami istri, bisa juga
dilakukan sendiri, yang dilakukan dengan bantuan tangan/anggota tubuh lainnya
dari istri hukumnya halal, karena termasuk dalam keumuman bersenang-senang
dengan istri atau yang dihalalkan oleh Allah SWT, Demikian pula sebaliknya hukumnya halal bagi wanita dengan tangan
suaminya Karena tidak ada perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan yang
membedakannya. Lain halnya dengan Onani yang dilakukan dengan tangan sendiri
atau semacamnya. Jenis ini hukumnya haram bagi pria maupun wanita, serta
merupakan perbuatan hina yang bertentangan dengan kemuliaan dan keutamaan.
Firman Allah SWT Qs : Al Mu’minun 5-7.
"Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap isterinya atau hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas." (Al-Mu‘minun: 5-7).
"Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap isterinya atau hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas." (Al-Mu‘minun: 5-7).
Rasulullah SAW bersabda ,"Wahai para pemuda, apabila
siapa diantara kalian yangtelah memiliki baah (kemampuan) maka menikahlah,
kerena menikah itu menjaga pandangan dan kemaluan. Bagi yang belum mampu maka
puasalah, karena puasa itu sebagai pelindung. HR Muttafaqun ‘alaih.
Berdasarkan hadist tersebut sebagian ulama Malikiyah
mengharamkan onani dengan alasan bila onani dihalalkan, seharusnya Rasulullah
SAW memberi jalan keluarnya dengan onani saja karena lebih sederhana dan mudah.
Tetapi Beliau malah menyuruh untuk puasa, itu artinya onani tidak diperbolehkan.
Sedangkan Imam Asy-Syafi‘i mengharamkan onani ketika menafsirkan ayat Al-Quran
surat Al-Mukminun ...Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya.
Imam Ibnu Taymiyah ketika ditanya tentang hukum onani beliau mengatakan bahwa onani itu hukum asalnya adalah haram dan pelakunya dihukum ta‘zir, tetapi tidak seperti zina. Namun beliau juga mengatakan bahwa onani dibolehkan oleh sebagian shahabat dan tabiin karena hal-hal darurrat seperti dikhawatirkan jatuh ke zina atau akan menimbulkan sakit tertentu. Tetapi tanpa alasan darurat, beliau (Ibnu Taymiyah) tidak melihat adanya keringanan untuk membolehkan onani.
Imam Ibnu Taymiyah ketika ditanya tentang hukum onani beliau mengatakan bahwa onani itu hukum asalnya adalah haram dan pelakunya dihukum ta‘zir, tetapi tidak seperti zina. Namun beliau juga mengatakan bahwa onani dibolehkan oleh sebagian shahabat dan tabiin karena hal-hal darurrat seperti dikhawatirkan jatuh ke zina atau akan menimbulkan sakit tertentu. Tetapi tanpa alasan darurat, beliau (Ibnu Taymiyah) tidak melihat adanya keringanan untuk membolehkan onani.
Namun demikian tetap saja dalam syariat ada perbedaan
pendapat, sehingga ada yang membolehkannya, seperti ulama Hanafiah dengan memberikan
batas kebolehannya itu dalam dua perkara, yaitu karena takut berbuat zina dan
kedua tidak mampu kawin-menikah, karena mahal dan memberatkan. Seperti seorang
pemuda yang sedang belajar atau bekerja di tempat lain yang jauh dari
negerinya, sedang pengaruh-pengaruh di hadapannya terlalu kuat dan dia khawatir
akan berbuat zina. Karena itu dia tidak berdosa menggunakan cara onani untuk
meredakan bergeloranya gharizah tersebut.
Tetapi yang lebih baik dan utama dari itu semua, ialah seperti
apa yang diterangkan oleh Rasulullah s.a.w. Terhadap pemuda yang tidak mampu
kawin, yaitu kiranya dia mau memperbanyak puasa, dimana puasa itu dapat
mendidik beribadah dan menjaga sahwat. Walluhu’alam, mr mart2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar