Saat ngobrol santai di rumah, istri cerita mengenai teman-teman
sepengajiannya yang ingin melaksanakan
umroh. Katakan saja salah satunya adalah
ibu goniati, yang diberikan Allah SWT
kecukupan harta, katanya ia berangkat karena anak-anaknya sudah besar-besar dan
mandiri, sudah tidak tergantung lagi
kepadanya , dan baginya tidak ada lagi tanggung jawab yang memberatkan, sehingga ia ingin
melaksanakan umroh sekaligus pelesiaran ke beberapa tempat dengan biaya enam
puluh jutaan rupiah. Sesuatu biaya yang cukup mahal, melebihi biaya haji
reguler yang berkisaran tiga puluhan juta rupiah. Spontan saya bilang bukan
sudah tidak ada tanggung jawab lagi, kan masih ada tetangga, masih banyak anak
yatim dan orang-orang terlantar lainnya, du’afa misalnya yang bertebaran di
negeri yang katanya terkebelakang ini.
Di media indonesia kolom editorial, edisi sabtu 22 maret 2014, ada kisah kaum papa yang perlu mendapat simpati dan perhatian.
Dituliskan bahwa aisyah tinggal di
gerobak beca dengan ayahnya-nawawi, yang
sakit paru-paru. Aisyah hidup di gerobak beca bersama ayahnya yang tergolek
lemah. Ia setiap hari berpindah-pindah tempat dengan harapan ada yang berbelas
kasihan untuk menyambung hidupnya- membeli makanan dan obat warungan ayahnya.
Aisyah tidak sekolah lagi, keinginannya untuk menjadi cerdas
dan hidup lebih baik sudah pupus ditinggalkan, demi merawat sang ayahnya. Meski hidup dalam penderitaan, ia tak mau
menunjukkan raut kesedihan. Aisyah bocah yang amat tegar, ia terus memelihara harapan. Ia tetap ingin
ayahnya sembuh dan bisa bersekolah kembali.
Membaca kisahnya menjadi miris
menyaksikan kehidupan Aisyah dan ayahnya, dan Aisyah hanyalah satu dari begitu
banyak fakir miskin dan anak telantar yang semestinya menjadi tanggung jawab
bersama. Data statistik terakhir menunjukkan sedikitnya 5 juta anak masih hidup
telantar di negeri ini di tengah-tengah bolbil mewah berseliweran.
Kisah yang dialami Aisyah menunjukkan kepada umat yang
diberikan kelebihan rezeki akan kondisi paling nyata dari derita anak-anak telantar
dan fakir miskin tersebut, dan ditanggnya ada tanggung jawab. Kisah Aisyah juga menunjukkan kepada sisi
kualitatif dari jutaan angka bisu kemiskinan dan ketelantaran. Pasti banyak
anak telantar dan fakir miskin yang kondisinya lebih parah daripada Aisyah yang
belum terungkap. Dan semua merupakan tanggung jawab bersama, bukankah kecukupan
rezeki yang diberikan Allah SWT tersebut ada bagian untuknya. Nah disinilah
letak korelasinya.
Seseorang yang diberikan rezeki yang cukup*1, tidaklah
lantas ia bebas menggunakannya menurut keinginannya semata. Meskipun tanggung
jawab utama keluarganya sudah tuntas, terselesaikan. Anak-anaknya sudah besar,
mandiri dan kecupan harta pula. Karena masih banyak tanggung jawab yang menjadi
kewajibannya, kaun duafa-fakir miskin *2 dst. dalam syariat peduli kepada sesama merupakan bagian dari
ajaran Islam. Pribadi-pribadi muslim yang dipenuhi rasa simpati dan empati
kepada orang lain lebih dicintai oleh Allah SWT. Sebaliknya, mereka yang
bersifat sombong akan hartanya dan individualis mendapat akan mendapat
murka-Nya.
Allah SWT berfirman Qs 28:77
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. Qs Al Qashas 77.
|
Allah SWT telah menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi siapa saja yang peduli. Firman Allah SWT Qs 2: 261
Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Qs
Al-Baqarah:
261
|
Siapa saja yang perlu dipedulikan, Allah SWT berfirman Qs 9 :60
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, QS. At Taubah: 60
|
Begitu halnya dengan tanggung jawab dengan anak yatim, seperti sabda asulullah Saw "Sebaik-baik rumah tangga muslim ialah yang di dalamnya ada anak yatim yang dilayani dengan baik" (H.R. Ibnu Majah)
Maka terhadap anak yatim maka janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap pengemis janganlah menghardik”.{QS. Ad-Dhuha : 9 – 10 )
Semoga saja siapa saja-ummat, selalu peduli terhadap fakir-miskin, juga kepada anak-anak yatim, sehingga tidak termasuk golongan yang mendustakan agma, seperti yang difirman dalam Qs : Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin “{QS. Al-ma’un : 1-3}
----------------muchroji m ahmad
*1. Kecukupan yang dimaksud adalah kecukupan pada kebutuhan primer, yaitu makan, minum, tempat tinggal, termasuk segala yang mesti ia penuhi tanpa bersifat boros atau tanpa keterbatasan. Kebutuhan yang dimaksud di sini adalah baik kebutuhan dirinya sendiri dan orang-orang yang ia tanggung nafkahnya.
*2. Fakir miskin, secara singkat dapat dikatakan bahwa fakir itu tidak mempunya pekerjaan dan berpenghasilan, sedang ia membutuhkan biaya hidup. Sedang miskin, punya pekerjaan tetapi tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya, meskipun hanya sekedar untuk makan saja. Dia adalah orang yang tidak memiliki kekayaan yang bisa mencukupi kebutuhannya. Keadaannya tidak diketahui sehingga ada yang memberinya sedekah, sedangkan ia sama sekali tidak meminta-minta kepada orang lain.” (Muttafaq ‘alaih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar