Sabtu, 25 Juni 2016

Dinikahkan



Dinikahkan

Yang dimaksud dinikahkan di sini adalalah seorang gadis atau janda yang dipaksa menikah oleh orang tuanya atau seseorang yang berkuasa untuk itu. Seperti kejadian yang seringdiriwayahkan banyak orang pada masa-masa dahulu, yang dikenal dengan istilah jaman siti nurbaya. Meski bukan hanya dia yang dipaksa menikah oleh orang tuanya, para bangsawan kerajaanpun melaksanakannya. Bahkan para pembesar suatu daerahpun sering memaksakan kehendaknya dalam menikahkan anaknya. Alasannya beragam dari mulai menjaga hubungan dagang, tali kekerabatan, keningratan, maupun bobot, bibit dan berbagai alasan lainnya. 

Dunia semakin berkembang, pernikahan gaya siti nurbaya semakin tidak ada dan ditinggalkan, namun bukan berarti tidakada. Hanya alasannya yang berbeda, bukan tidak mungkin diz aman penuh bisnis alasan ini sering  dijadikan perimbangan. Bukan itu saja alasan hutangpun masih menjadi penyebabnya, hampir sama dengan zaman dulu kala meski tidak serupa benar. Karenanya meski semakin modern masih diketemukan menikah dengan paksaan, dengan bahasa lain dipaksa menikah.
Dalam syariat tentu saja melarangnya, haram hukumnya bagi orang tua –wali-seorang wanita untuk memaksanya menikah dengan lelaki yang tidak dia cintai. Rasululloh mengingatkan tentang tugas wali terhadap putrinya sebelum menikah,
لَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ
“Gadis tidak boleh dinikahkan sampai dia dimintai izin.” HR. Bukhari - Muslim
باب لا يُنكح الأبُ وغيره البكرَ والثَّيِّبَ ، إلا برضاهما
Ayah maupun wali lainnya tidak boleh menikahkan seorang gadis maupun janda, kecuali dengan keridhaannya. Shahih Bukhari
Orang tua-wali yang memaksakan kehendaknya dengan alasan apapun untuk menikahkan anak dengan pilihannya sendiri merupakan bentuk kezoliman. Memaksan anak perempuannya untuk merasakan kebahagiaan dengan laki-laki yang tidak dikenal dan dicintainya. Karena pada prinsipnya tujuan utama menikah adalah untuk mewujudkan kebahagiaan kedua belah pihak. Kedua pasangan suami istri, bukan kebahagiaan orang tua.
Menikahkan anak perempuan sedang ia tidak menyukainya, adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip agama. Allah tidak pernah mengizinkan wali wanita untuk memaksakan kehendaknya dalam transaksi jual beli, kecuali dengan izinnya. Demikian pula, dalam hal ini tidak boleh memaksakan anaknya untuk makan atau minum atau memakai baju, yang tidak disukai anaknya- memaksa anaknya untuk berhubungan dan bergaul dengan lelaki yang tidak dia sukainya.
Di sisi lain, jika orang tua/wali  memaksa anak perempuannya untuk menikah, maka status pernikahan tergantung kepada kerelaan pengantin perempuan.. Jika dia rela dan bersedia dengan pernikahannya maka akadnya sah. Jika tidak rela, akadnya menjadi batal. Ada seorang wanita yang mengadukan sikap ayahnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengatakan,“Ayahku memaksa aku menikah dengan keponakannya. Agar dia terkesan lebih mulia setelah menikah denganku.” Kemudian Rasululloh menyerahkan urusan pernikahan itu kepada si wanita.”
Kemudian wanita ini mengatakan,
قَدْ أَجَزْتُ مَا صَنَعَ أَبِي ، وَلَكِنْ أَرَدْتُ أَنْ تَعْلَمَ النِّسَاءُ أَنْ لَيْسَ إِلَى الْآبَاءِ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ
Sebenarnya aku telah merelakan apa yang dilakukan ayahku. Hanya saja, aku ingin agar para wanita mengetahui bahwa ayah sama sekali tidak punya wewenang memaksa putrinya menikah. HR. Ibn Majah
Jika pernikahan itu tetap berlangsung makan selagi perempuan-istri, tidak ridho maka ia tidak perlu bersama dengansuaminya,demikian juga suami tidak bisa menuntut untuk bersamanya. Namun keadaan seperti ini tidak otomatis berpisah, karena untukitu perlu adanya talak dari suaminya. Di perempuan-istri- meminta  suaminya untuk mengucapkan kata cerai. Atau dia mengajukan ke pengadilan agar diceraikan hakim (fasakh). Wallohu’alam------mr-----

Tidak ada komentar: